PALU – Sebagian besar wilayah di Sulawesi Tengah (Sulteng) diselimuti gas berbahaya akibat menyebarnya gas sulfur dioksida (SO2) yang dihasilkan dari erupsi Gunung Ruang di Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (Sulut), yang terjadi sejak beberapa hari lalu.
Dampak standar akibat terpapar gas sulfur dioksida (SO2) adalah bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan. Namun terhadap manusia, bisa mengakibatkan iritasi mata, batuk berdahak dan sakit tenggorokan atau gangguan pernapasan bagian atas (ISPA).
Data Stasiun Pemantauan Atmosfer Global Lore Lindu Bariri, tanggal 22 April 2024, menunjukkan kadar SO2 di udara Sulteng, khususunya Kota Palu dan sekitarnya lebih dari 400 mikrogram per meter kubik.
Menurut Koordinator Data dan Informasi Stasiun Pemantauan Atmosfer Global Lore Lindu Bariri, Solih Alfiandy, Selasa (23/04), sejak letusan terjadi tanggal 20 April malam, di wilayah Sulawesi Utara dan Gorontalo, masuk kategori sangat berbahaya.
“Waktu itu, untuk di wilayah Palu masih masuk kategori sedang. Kemudian tanggal 21 di Sulut itu dia sudah mulai turun dan berpindah ke wilayah Sulawesi Tengah. Yang tadinya berwarna biru atau tidak sehat, menjadi sangat tidak sehat dan berbahaya,” ujarnya.
“Yang sangat berbahaya itu ada di Teluk Palu di bagian sebelah barat,” ungkap Solih.
Sebenarnya, kata dia, hampir seluruh wilayah di Sulteng statusnya di kategori sedang hingga sangat berbahaya. Sebaran paling nampak di tanggal 22 April meliputi wilayah Parigi Moutong, Kabupaten Donggala, Kota Palu, Kabupaten Sigi, Poso, Tojo Una-Una Morowali, Morowali Utara.
Ia mengatakan, SO2 adalah gas beracun, merupakan senyawa kimia yang terdiri dari satu atom sulfur dan 2 atom oksigen yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas manusia dan alam.
“Contohnya di Palu, sebelum ini tanggal 20 April di bagian teluk kan ada aktivitas manusia berupa galian C. Kemudian ditambah lagi letusan gunung berapi di Sulut, jadi semakin parah lagi di tanggal 22 April,” jelasnya.
Namun, kata dia, jika dilihat dari pergeserannya memang sangat cepat, tidak menutup kemungkinan gas beracun tersebut akan segera berlalu dari wilayah Sulawesi Tengah, khususnya di Kota Palu.
“Dia masih akan terus bergeser mengikuti arah angin atau turun ke permukaan bumi karena adanya hujan atau larut bersama dengan air hujan,” katanya. (RIFAY)