PALU – Salah satu poin tuntutan yang diajukan sejumlah anggota senat dan unsur pimpinan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Panca Bhakti Palu adalah gaji yang sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku atau setara Upah Minimum Provinsi (UMR).
Tuntutan ini adalah salah satu dari sekian poin yang tertuang dalam petisi yang ditanda tangani para anggota senat dan unsur pimpinan STIE, atas kebijakan dan keputusan Ketua STIE Panca Bhakti Palu periode 2021-2025, Dr Husen H Muh Saleh.
Dua keputusan yang dimaksud adalah SK Nomor: 52/STIE-PB/XI/2021 tentang Pencabutan dan Pembatalan Surat Keputusan pengangkatan Ketua, Sekretaris dan Anggota Senat Akademik STIE Panca Bhakti Palu, serta SK Nomor: 015/STIE-PB/XI/2021 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian penjabat Struktural Pengelola di lingkungan STIE Panca Bhakti Palu.
Ketua Senat Akademik STIE Panca Bhakti Palu, Burhanudin Ladjin, mengatakan, tuntutan terkait gaji tersebut, karena selama ini ada sejumlah dosen dan pegawai STIE yang hanya digaji Rp750 ribu per bulan.
“Makanya kalau tuntutan kami tidak dipenuhi sampai 2 kali 24 jam ke depan, kami semua akan memilih mundur dan akan melapor ke Dinas Tenaga Kerja, karena kita digaji selama ini cuma Rp750 ribu per bulan,” ungkapnya, saat konferensi pers bersama sejumlah tenaga pendidik dan kependidikan STIE Panca Bhakti Palu, di salah satu resto, Selasa (23/11).
Ia menjelaskan, pegawai yang tidak memiliki jabatan rata-rata digaji Rp750 ribu per bulan, termasuk yang mempunyai jabatan juga digaji di bawah UMR, kecuali unsur pimpinan utama, seperti ketua/rector.
“Tetapi unit-unit di bawahnya, seperti kepala perpustakaan, kepala LPPM, PDTT, itu di bawah UMR semua,” tuturnya.
Menurutnya, STIE tidak mempunyai skema penggajian. Yang ada, kata dia, sistem penggajian hanya atas dasar subjektivitas saja.
“Kita tuntut karena itu kewenangan senat,” tegasnya.
Selama ini, kata dia, mereka di STIE itu sudah didzolimi, STIE yang mencari uang, namun menggaji orang di yayasan lain.
“Poltek (Yayasan Nosarara Nosabatutu) itu kan Haji Rendy Lamadjido juga yang punya, selain Yayasan Pendidikan STIE Panca Bhakti Sulawesi Tengah ini. Kita mendapatkan temuan laporan keuangan, uang dari STIE yang dipakai membayar gaji pegawai-pegawai di Poltek, sementara kita cuma dapat Rp750 ribu,” ungkapnya.
Selain itu, pihaknya juga menuntut dilakukannya audit eksternal menyeluruh atas penerimaan dan pengeluaran STIE Panca Bhakti Palu yang bersumber dari masyarakat berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh pihak yang berkompeten.
“Karena selama ini, kampus kita sama sekali tidak pernah diaudit. Padahal dalam ketentuan, ketika sebuah yayasan punya asset Rp20 miliar, maka harus diaudit oleh pihak eksternal. Kita tahu semua, aset STIE Panca Bhakti Palu sudah bernilai lebih dari Rp20 miliar, baik bangunan dan kekayaan-kekayaan lainnya,” ungkap Burhanuddin.
Tuntutan audit tersebut juga karena pengelolaan keuangan di dalam kampus yang selama ini dinilai tidak terlalu transparan.
Itulah sebabnya, kata dia, salah satu tembusan dari tuntutan tersebut adalah ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulteng.
“Jadi pemanfaatan uang itu kita anggap tidak tepat nilai. Kalau dihitung-hitung pendapatan STIE dengan jumlah mahasiswa hari ini dikali rata-rata Rp2 juta SPP per mahasiswa, cukup besar,” katanya.
Menurutnya, SPP itulah yang dikelola untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan operasional kampus. Dalam statuta, pembagiannya ke yayasan sebesar 40% dan ke pengelola itu 60%.
“Tetapi sampai hari ini pemanfaatan dana yayasan 40% tidak jelas. Kita sudah satu tahun lebih mengalami kebakaran, tapi tidak pernah ada pembangunan kembali,” ujarnya.
Pihaknya meminta agar dana 40% yang sudah dibayarkan oleh mahasiswa dikembalikan dalam bentuk sarana prasarana.
“Karena kita mau kuliah offline, sementara kita punya kelas habis terbakar kemarin. Sampai hari ini baru seng saja, belum layak untuk menjadi tempat kuliah,” tandasnya.
Salah satu perwakilan dosen STIE, menambahkan, ada beberapa orang dalam yayasan yang merangkap jabatan.
“Jadi di kampus ini dalam pengelola keuangan atau bendahara STIE itu merangkap Ketua Yayasan Nosarara Nosabatutu, Poltek,” ungkapnya.
Padahal, kata dia, ada aturan baru Surat Edaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 3 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa Pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai pimpinan/dosen/pegawai perguruan tinggi yang diselenggarakannya. (RIFAY)