PALU – Massa dari Front Pemuda Kaili (FPK) Sulawesi Tengah (Sukteng) bersama tokoh adat dan masyarakat sekitar tambang, menggelar aksi demonstrasi di Kantor PT Citra Palu Minerals (CPM), di Kelurahan Poboya, Senin (10/02).
Ketua FPK Sulteng, Erwin Lamporo selaku penanggung jawab aksi, mengatakan, demonstrasi itu ditujukan kepada pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Menurutnya, sejatinya kehadiran perusahaan di suatu daerah dapat menjadi sarana untuk menciptakan kesejehteraan dan kesetaraan hidup masyarakat (ekonomi, sosial, dan budaya).
“Namun anazir tersebut ternyata tidak selalu benar. Keberadaan CPM justru berpotensi menciptakan kesenjangan sosial dalam tatanan masyarakat serta dikhawatirkan akan bermuara pada terjadinya perpecahan dalam masyarakat akibat konflik kepentingan,” kata Erwin.
Ia juga menyoroti metode pertambangan bawah tanah yang dirancang di kawasan Poboya yang notabene berada di jalur Sesar Palu Koro.
“Aktivitas ini berisiko merusak hidrogeologi kawasan, termasuk mengganggu aliran Sungai Pondo yang menjadi sumber utama air bagi masyarakat sekitar. Memaksakan tambang bawah tanah dengan alasan kandungan emas yang lebih besar di lapisan bawah, tanpa memikirkan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan,” katanya.
Kata dia, ancaman nyata berupa risiko gempa, longsor, perubahan alur sungai, penurunan debet air dan sumber mata air serta pencemaran air Sungai Pondo kelak akan dialami oleh masyarakat sekitar lingkar tambang dan Kota Palu.
“Kami bersama seluruh elemen masyarakat sekitar lingkar tambang mendesak kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kementerian ESDM agar mencabut izin konsesi PT CPM dan menghentikan segala aktivitasnya,” katanya.
Ia bahkan mengancam bahwa pihaknya juga akan melakukan penyegelan secara adat di lokasi tersebut.
Terkait metode pertambangan underground atau bawah tanah, General Manager (GM) External Affairs and Security PT Citra Palu Minerals (CPM), Amran Amier, menyampaikan bahwa metode tersebut tidak serta merta dilakukan pada saat ini. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sudah dirancang sejak Tahun 2017.
“Itu bukan perkara yang mudah, membutuhkan kajian yang melibatkan ahli. Tentu yang dikaji dari berbagai aspek, mulai dari sisi lingkungan, termasuk kajian kegempaan karena adanya patahan Palu Koro,” jelas Amran.
Reporter : Hamid
Editor : Rifay