PALU – Ketua Umum Asosiasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Indonesia, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet menyatakan, Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragaman suku, agama, ras, dan budaya.
Keberagaman tersebut menurutnya, merupakan kekuatan yang dimiliki Indonesia, namun dalam implementasinya, dinamika ekspresi keberagamaan di era demokrasi terkadang berpotensi memunculkan ketegangan dan konflik antar masyarakat, antar umat beragama atau bahkan internal umat beragama.
Hal itu dikatakan Ida Pangelingsir saat dihubungi media dari Palu, Kamis (1/12) pagi, dalam kaitan menyongsong diselenggarakannya Rapat Kerja Nasional (Rakernas ,) Asosiasi FKUB Indonesia tanggal 1 hingga 3 Desember 2022 di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
Menurut Ida Pangelingsir, moderasi beragama itu untuk menjaga keharmonisan bangsa. Sebab dengan moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.
“Moderasi merupakan kebajikan yang mendorong terciptanya harmoni sosial dan keseimbangan dalam kehidupan secara personal, keluarga dan masyarakat,” katanya.
Dikatakannya, moderasi dapat diukur dalam empat indikator diantaranya, toleransi, anti kekerasan, komitmen kebangsaan, serta pemahaman dan perilaku beragama yang akomodatif terhadap budaya lokal atau konteks Indonesia yang multi-kultural dan multi-agama.
“Untuk itu, ke empat indikator tersebut harus selalu dijaga dan dilaksanakan oleh seluruh elemen masyarakat, sebagai upaya menciptakan kerukunan berbangsa dan bernegara yang berkelanjutan,” ucapnya.
Tugas penguatan kerukunan umat beragama menurut Ida Pangelingsir, di samping dilakukan oleh pemerintah, juga dilakukan oleh para tokoh agama. Para tokoh agama ini merupakan modal yang berharga bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan kerukunan umat beragama.
“Beberapa ketegangan antar umat beragama yang pernah terjadi di Indonesia seperti perdebatan atas pendirian rumah ibadah, penodaan agama, penyiaran agama, dan kontestasi politik yang dihubungkan dengan agama. Saya melihat, ketegangan tersebut dapat diselesaikan dengan baik dengan hadirnya FKUB di pelbagai daerah di Indonesia,” terangnya.
Dia mengatakan, FKUB telah berhasil melaksanakan peran yang baik dalam membangun kerukunan umat beragama, terutama dalam penyelesaian sengketa rumah ibadah, penyiaran agama, dan persoalan lain yang mengarah pada gangguan kerukunan umat beragama.
“Bahkan dalam beberapa kasus, FKUB juga memiliki peran strategis untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat. FKUB menjadi sebuah wadah resolusi konflik yang efektif dan dipercaya oleh masyarakat,” tambahnya.
Oleh karena itu Ida Pangelingsir mengimbau, agar FKUB dapat terus menjadi wadah resolusi konflik yang dipercaya oleh masyarakat sehingga dapat menjaga terciptanya kerukunan beragama di Indonesia.
Karena menurutnya, harapan besar kepada FKUB adalah, memelihara dan merawat kerukunan beragama yang diwujudkan dalam tugasnya, yaitu melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat, menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat. Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur, dan melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.
Ia berharap, agar FKUB dan para tokoh agama mampu menjadi jembatan strategis bagi umat untuk menggerakkan moderasi beragama, baik dalam keyakinan dan pemahaman keagamaan maupun tindakan konkret dalam melakukan pencegahan, mediasi, dan penyelesaian konflik antar umat beragama.
“Tokoh agama juga diharapkan mampu menempatkan posisinya sebagai modal sosial yang amat penting bagi bangsa, untuk mewujudkan kerukunan umat beragama di Indonesia,” pungkasnya. (YAMIN)