PALU – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah (Sulteng) telah mendata jumlah konflik agraria yang terjadi di wilayah Sulteng, khususunya yang ada perkebunan besar, pertambangan, dan kawasan konservasi.
Selama dua tahun terakhir, Pemprov Sulteng telah memfasilitasi atau memediasi 48 kasus konflik agraria, khususnya konflik antar masyarakat dan pihak perusahaan. Hingga saat ini, sudah ada 13 kasus yang diselesaikan, di antaranya di Kulawi, Banawa, Morowili Utara, Tojo Una-Una, dan beberapa lagi dalam proses penyelesaian.
Senin dan Selasa hari ini, Pemprov Sulteng telah memfasilitasi dua kasus agraria yang terjadi di Morowali Utara dan Morowali yang kesemuanya terkait lahan pertambangan
Menurut Tenaga Ahli Gubernur Sulteng, M Ridha Saleh, konflik-konflik tersebut difasilitasi oleh pemprov berdasarkan pengaduan masyarakat, NGO bahkan pemerintah kabupaten dan kota.
“Rata-rata konflik agraria tersebut diselesaikan melalui mediasi. Metode mediasi yang saat ini dianggap efektif untuk mengurai dan menyelesaiakan konflik tersebut secara setara dan efektif,” ujar Ridha Saleh, Selasa (09/07).
Kata dia, penyelesaian konflik agaraia dilakukan secara kolaboratif oleh Biro Ekonomi dan Biro Hukum dengan melibatkan para pihak dan OPD terkait, baik di provinsi maupun di kabupaten/kota dimana konflik itu terjadi.
“Gubernur Rusdy Mastura sering menegaskan bahwa konflik agararia harus ditangani dengan cepat, tidak boleh ada pengaduan yang diabaikan, sebab ini menyangkut keadilan masyarakat dan juga iklim investasi di Sulawesi Tengah,” pungkas Edhang, sapaan akrabnya. *