PALU – Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Sulawesi Tengah menyampaikan duka mendalam atas peristiwa longsor di kawasan tambang ilegal (PETI) Poboya, Kota Palu, yang menyebabkan dua warga penambang meninggal dunia.

Ketua KNPI Sulteng, Widya Ponulele, mengatakan, tragedi ini harus menjadi momentum penting untuk mengevaluasi secara menyeluruh tata kelola tambang di daerah, khususnya terkait keselamatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.

“Peristiwa ini tidak bisa dianggap sebagai kejadian biasa. Pemerintah harus segera turun tangan tidak hanya untuk menertibkan, tetapi juga membangun pendekatan yang lebih manusiawi dan berkeadilan,” ujar Widya dalam keterangan resminya, Rabu (04/06).

Menurutnya, keberadaan penambang ilegal merupakan gejala dari persoalan struktural yang lebih dalam, seperti minimnya akses masyarakat terhadap pekerjaan layak serta lemahnya pengawasan pemerintah terhadap aktivitas tambang ilegal.

“Penertiban tanpa solusi hanya akan melahirkan ketegangan sosial baru,” katanya.

Ia mendorong pemerintah membuka ruang dialog serta merancang solusi bersama dengan melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan pemuda daerah.

Pihaknya mengusulkan sejumlah langkah strategis dan mendesak sebagai respons atas peristiwa ini, yaitu penegakan hukum yang berkeadilan terhadap aktivitas tambang ilegal, dengan tetap mengedepankan pendekatan sosial.

Selanjutnya, penyediaan alternatif ekonomi bagi masyarakat di sekitar kawasan tambang, termasuk pelatihan dan akses modal usaha.

“Kemudian, penguatan peran pemuda lokal dalam program mitigasi, pemantauan lingkungan, dan edukasi keselamatan,” ujar Widya.

Widya menegaskan, KNPI siap mengawal setiap kebijakan dan langkah perubahan yang mendukung pengelolaan tambang yang adil, aman, dan ramah lingkungan.

“Kami ingin memastikan bahwa pembangunan tidak dijadikan alasan untuk membiarkan risiko kemanusiaan dan ekologis terus terjadi. Aktivitas tambang harus memperhatikan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar,” pungkasnya. *