DPRD Kota Prihatin, 400 Siswa SMP di Palu “Bafox”

oleh -
ilustrasi

PALU – Anggota DPRD Kota Palu mengaku sangat prihatin dengan kondisi generasi pemuda di Kota Palu. Pasalnya berdasarkan informasi dan data diperoleh dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukan, sebanyak 400 pelajar SMP “balem fox” (menggunakan lem fox—dialeg Palu, red) agar menjadi mabuk.

“Jumlah 400 orang itu dari empat sekolah,” kata Ketua Komisi A DPRD Kota Palu, Bey Arifin, Senin (22/5) kemarin di Kantor DPRD Kota Palu.

Olehnya menurut dia sebagai wakil rakyat akan mendorong kembali Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait dengan penjualan dan larangan penyalahgunaan lem fox yang beredar bebas di Kota Palu saat ini.

Sebab lanjut dia, bahwa pada saat rapat Badan Musyawarah (Bamus) sebelumnya, Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Banperda) telah mengajukan Raperda dimaksud. Akan tetapi hal itu ditolak anggota Bamus, dengan alasan bahwa landasan payung hukum untuk rujukan Raperda tersebut tidak ada.

Kemudian Politisi dari Partai Hanura itu mengungkapkan, dari satu sisi keresahan itu muncul dengan melihat realitas kondisi generasi yang semakin rusak di akibatkan lem fox. Ini bisa melemahkan imajinasi mereka. Factor lainnya yang ditimbulkan karena mengisap lem fox juga bisa mempengaruhi jiwa penggunanya.

“Kita semua bertanggung jawab soal rusaknya mental generasi ini,” terangnya.

Karena pengaruh dari lem fox tersebut, berakibat prilaku remaja menjadi brutal. Hal ini terjadi karena lem sangat mudah didapat karena keberadaannya legal. Resiko yang pasti terjadi lainnya ketika dihirup, mengakibatkan kerusakan sistem syaraf, organ tubuh penting lainnya .

Dia menjelaskan bahwa berdasarkan penelitian kesehatan, ternyata telah ditemukan kandungan zat pada lem fox terdapat Lysergic Acid Diethyilamide (LSD) yang membahayakan. Lysergic Acid Diethyilamide (LSD) sendiri golongan zat adiktif lainnya yang di larang di salah gunakan dengan alasan bisa menganggu kesehatan.

Oleh karena itu dia menambahkan sebelum terlanjur, peredaran lem fox sudah harus dibatasi melalui Peraturan Daerah, agar tidak beredar bebas di pasaran. Minimal dalam produk Perda itu nantinya, membatasi umur pembelinya, dan tidak di bolehnya anak di bawah umur membelinya. Semua itu demi kebaikan generasi di daerah Kota Palu sendiri.

“Kita tidak bisa kaku melihat dan mengkajinya,” tegasnya. (YUSUF)