DONGALA – Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2KB) Kabuapten Donggala bersama Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), menggelar rekonsiliasi percepatan penurunan stunting berbasis keluarga beresiko stunting tingkat Kabupaten Donggala, di Aula Dinas P2KB Donggala pekan lalu.
Dikesempatan itu, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Donggala yang diwakili Sekretaris Daerah Kabupaten Donggala, Dr. Rustam Efendi menyatakan, penanganan persoalan Sumber Daya Manusia (SDM) seperti stunting harus dituangkan dalam perencanaan, penganggaran disertai pemantauan serta evaluasi oleh Pemda. Namun Perencanaan sebagai langkah awal penurunan stunting, menurutnya tidak cukup hanya dilakukan Pemda, tapi keluargapun perlu perencanaan untuk meminimalisir masalah-masalah yang akan terjadi pada hidup berkeluarga.
“Saya mantan Kepala Bappeda, Persoalan kemanusiaan ini harus direncanakan memang. Mulai dari direncanakan, dianggarkan, dilaksanakan dan juga harus dievaluasi serta dimonitoring lagi bagaimana hasilnya. Apalagi dalam keluarga, perencanaan keluarga, sudah direncanakan saja kadang tidak sesuai seperti yang diharapkan apalagi kalau tidak direncanakan,” katanya.
Ia menjelaskan, masa depan bangsa sesungguhnya dibangun di atas kekuatan fondasi keluarga yang memiliki perencanaan. Untuk itu, kata dia Program Keluarga Berencana (KB) jangan dimaknai hanya sebatas alat kontrasepsi.
“Masyarakat banyak yang beranggapan bahwa jika kita bicara mengenai KB, itu hanya mengenai kondom dan spiral, padahal sebenarnya KB itu adalah keluarga yang direncanakan. Itu perlu, karena membangun karakter anak jauh lebih berat dibanding membangun sebuah gedung,” terangnya.
Rustam Efendi menambahkan, data SSGI 2021 menunjukkan angka stunting di Kabupaten Donggala sebesar 29.5 persen, yang berarti ada 29 anak stunting dari setiap 100 kelahiran di daerah tersebut.
Menurut dia, stunting merupakan persoalan pelik yang bersifat multidimensional. Untuk itu dia menegaskan, dalam penanganannya juga membutuhkan keterlibatan lintas sektor, bukan cuma sektor kesehatan.
“Penurunan angka stunting tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada tenaga kesehatan, karena kontribusi faktor sensitif yang biasanya ditangani oleh tenaga kesehatan hanya sebesar 30 persen, sedangkan kontribusi faktor spesifik lebih besar, yaitu 70 persen. Saya ingin yang hadir disini agar kita benar-benar menjalankan program ini dengan berkolaborasi,” tegasnya.
Sementara, Kepala Perwakilan BKKBN Sulteng, Tenny C. Soriton mengaku sangat mendukung percepatan penurunan stunting di Donggala. Untuk itu, Tenny mengungkapkan bahwa pihaknya mengalokasikan anggaran Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) sebesar Rp. 1.867.776.116, Namun Hingga saat itu, dana yang tersedia tak kunjung terealisasikan.
Kedepan kata Tenny, agar tidak menjadi dukungan yang sia-sia, ia berharap di waktu yang tersisa di tahun 2022, anggaran ini bisa dipacu realisasinya sesuai dengan ketentuan dan peruntukannya, yakni operasional pendampingan calon pengantin, operasional pendampingan ibu hamil, operasional pendampingan pasca persalinan, operasional surveilance stunting, mini loka karya kecamatan, audit kasus stunting, dan biaya cetak data keluarga beresiko stunting.
“Kami berharap melalui Dinas Pengendalian Penduduk dan KB selaku pengelola, dengan adanya sisa waktu untuk mendorong dan memacu terlaksananya kegiatan di lapangan. Sehingga anggaran yang tersedia dapat terealisasi sesuai peruntukannya. Untuk diketahui bersama bahwa mendapatkan anggaran tersebut penuh perjuangan,” tandas Tenny.
Yamin