PALU – Sejumlah mahasiswa dan alumni Universitas Tadulako (Untad) dan berbagai fakultas, beramai-ramai menunjukkan solidaritas dan dukungannya kepada Muhammad Marzuki, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untad yang baru saja difitnah oleh orang tidak bertanggung jawab di media sosial Facebook (FB).

Marzuki difitnah memungut sejumlah uang kepada mahasiswa yang sedang mengikuti bimbingan skripsi kepadanya. Fitnah itu disebarluaskan melalui status FB dari akun bernama Nardi Multazam dan sudah dilaporkan kepada pihak Ditreskrimsus Polda Sulteng, Selasa (07/09), ditemani para alumni dan mahasiswa tersebut.

Sejumlah mahasiswa dan alumni yang ditemui media ini, di Palu, Selasa (07/09), tidak terima dengan fitnah tersebut. Semua yang disampaikan dalam postingan tersebut dinilai bertolak belakang dengan sosok Muhammad Marzuki yang sebenarnya.

Seperti yang disampaikan Mahmuddin, Alumni Jurusan Administrasi Negara (ADM), FISIP Untad. Ketika membaca postingan itu, ia langsung menganggap bahwa itu sangat bertolak belakang dengan yang sebenarnya.

“Kami justru diajarkan oleh beliau untuk menuntaskan hal-hal yang begitu di dalam lingkungan kampus. Saya mau bilang, Kak Marzuki itu, jangankan uang mahasiswa yang dia mau ambil, justru uangnya yang seringkali kami minta, baik di saat masih mahasiswa maupun setelah selesai,” ungkap pria yang saat ini aktif di KNPI itu.

Ia mengatakan, jika berbicara jurusan di kampus FISIP, Marzuki sendiri mengajar di Antropologi, sementara ia di ADM.

“Saya saja dekat dengan dia, apalagi yang di Antropologi. Begitu juga dengan orang yang ada di fakultas lain, di Hukum, MIPA, itu merasakan bagaimana kebaikan Kak Marzuki ini,” ungkapnya.

Ia menyatakan, yang diupload di FB itu sangat menyakitkan perasaan mereka. Ia menegaskan, jika orang yang mengupload itu berdasarkan loyalnya kepada sekelompok orang, maka atas nama loyalitas kepada Marzuki, ia juga mengajak kepada yang bersangkutan untuk berhadapan langsung.

“Saya akan puas ketika bisa berhadapan dengan yang bersangkutan. Ini bukan soal menang kalah, bisa jadi saya kalah ketika kita fight, tapi kata kuncinya adalah inilah kami kalau bicara soal loyalitas yang berdasarkan apa yang kami kenal dan kami dapat dari Kak Marzuki selama ini, tidak jatuh cuma-cuma dari langit,” tegasnya.

Itulah pula sebabnya, lanjut dia, pihaknya sengaja melapor ke polisi dan menyampaikan hal ini ke publik, agar jangan sampai publik percaya bahwa postingan itu sesuai dengan apa yang dilakukan Marzuki.

“Padahal itu tidak benar sama sekali,” tegasnya.

Ia pun berharap kepada pihak kepolisian untuk bekerja maksimal. Ia sendiri yakin bahwa akun yang digunakan untuk memposting fitnaan itu adalah palsu. Namun ia juga yakin, pihak kepolisian mampu menelusuri hal-hal yang seperti itu.

“Karena kalau kasus ini tidak selesai hanya karena akun palsu, maka akan banyak pencemaran-pencemaran nama baik yang lain yang bersumber dari akun palsu. Akunnya boleh palsu, tapi apa yang dia sampaikan berefek buruk. Kalau ini adalah kejahatan yang sangat serius, maka kerja-kerja polisi juga harus sangat serius. Kami menaruh harapan besar kepada kepolisian, ini jangan dianggap kasus sepele karena kehancuran daerah ini bisa bermula dari hal-hal seperti ini,” tutupnya.

Hal senada juga disampaikan alumni FISIP Untad lainnya dari Program Studi Antropologi, Adiatno. Baginya, Marzuki tidak hanya sekadar dosen yang pernah dikenalnya, melainkan sudah menjadi kakak, bahkan orang tua.

“Dia juga baik kepada semua orang. Makanya waktu melihat postingan itu, saya langsung berkeyakinan bahwa itu fitnah, tidak benar. Tidak sama apa yang dia tulis dengan kenyataan yang sebenarnya,” katanya.

Ia juga berharap kepada pihak kepolisian agar mempercepat penanganan kasus agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

“Jangan sampai kalau polisi tidak bergerak, maka orang-orang dekat dengan Pak Marzuki justru yang bertindak sendiri, karena beliau ini banyak yang sayang lalu dituduh dengan pelicin uang Rp150 ribu ini sangat tidak masuk akal, tidak ada gunanya buat dia,” katanya.

Tidak berbeda dengan dua seniornya, Muhammad Riskianto yang saat ini sedang menjalani studi di Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP, mengatakan, meski ia berada di program studi berbeda dengan Marzuki, namun baginya, yang bersangkutan adalah salah satu dosen yang patut dicontoh.

“Bahkan kemarin pada saat pascagempa, di FISIP ini kelasnya rusak-rusak, beliau yang menggerakkan mahasiswa untuk mendirikan tenda yang bisa dipakai agar proses kuliah tetap bisa berjalan,” tuturnya.

Terkait postingan fitnah di FB itu, ia pun menyatakan sangat tidak percaya.

Ia mengaku mengenal baik sosok Muhammad Marzuki sebagai dosen yang baik dan tidak membeda-bedakan mahasiswa, entah yang kuliah di program studinya ataupun bukan.

“Kami saja biasa duduk-duduk di kantin, kalau ada beliau dan ada teman yang minta bantuan, langsung dibantu, tidak perduli apakah mahasiswanya sendiri atau bukan, dia tidak pandang bulu. Kalau lihat anak-anak diskusi, biasanya juga langsung ditraktir, itu contoh kecil yang biasa kami dapat,” tambahnya.

Kepada polisi, ia pun berharap agar bagaimana caranya segera menemukan pelaku yang telah memfitnah itu. Karena baginya, hal ini sangat tidak baik sebagai masyarakat kampus, karena para dosen di FISIP tidak pernah mengajarkan yang seperti itu,

Tak hanya dari lingkungan kampus FISIP saja, dukungan juga muncul dari fakultas lain di Untad. Alumni Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Muhammad Rifal, misalnya. Ia mengaku sudah menganggap Muhammad Marzuki sebagai orang tua sejak bergabung di HMI, karena yang bersangkutan sudah sering memberikan wejangan-wejangan.

“Makanya saat kumpul melihat postingan di grup, saya berpikir orang itu terlalu berani dan tidak punya etika. Kalau dia mungkin berstatus mahasiswa maka seharusnya bisa berpikir menggunakan otak intelektual, bukan kurang ajar. Makanya, walaupun saya bukan alumni FISIP, tapi saya ikut terpanggil. Kalau yang bersangkutan adalah mahasiswa dari manapun, maka yang hari ini dia lawan adalah semua alumni yang kenal dengan Pak Marzuki. Begitu juga kalau dia adalah unsur civitas akademika di Untad, maka yang dia lawanpun adalah alumni,” tegasnya.

Sama dengan rekan-rekannya, ia juga berharap kepada polisi, agar kasus ini jangan sampai berhenti pada deadline-deadline saja.

“Kami akan mengawal bagaimana perkembangan penanganannya. Kalau penyidik juga beralasan dengan deadline waktu, maka ada juga deadline waktu di mana kami akan bersikap. Jangan sampai kami yang bertindak sendiri,” tutupnya. (RIFAY)