Data Mencerdaskan Bangsa

oleh -

OLEH : Ahmad Risal, S.Tr.Stat*

“Data Mencerdaskan Bangsa”. Pada era pagebluk Covid-19, slogan tersebut sudah terbukti. Terlihat dari adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang selalu didasari dengan data. Data yang dikumpulkan tersebut membawa pemerintah mengambil arah kebijakan yang lebih baik. Selain itu, peraturan yang dikeluarkan pun semakin terarah dan membuahkan hasil yang diharapkan.  

Tidak hanya dibuktikan dengan penggunaan data dalam menerapkan kebijakan PPKM, data juga bermanfaat dalam perencanaan pembangunan nasional. Hal tersebut karena di dalam melakukan perencanaan pembangunan nasional dibutuhkan data-data kependudukan dan perumahan yang lengkap dan terkini.

Terdapat pro dan kontra dalam interpretasi terhadap data. Banyak ditemukan pihak-pihak yang selalu saja mengabaikan data. Alasannya beragam. Salah satunya adalah “untuk apa data dikumpulkan, toh pengumpulan data banyak menghabiskan uang negara, lebih baik uangnya disalurkan langsung ke masyarakat”.

Kalimat tersebut tidak 100 persen salah. Akan tetapi, perlu diingat kembali, data itu memang mahal, tapi akan lebih mahal membangun tanpa data.

Di Indonesia, terkhusus Sulawesi Tengah, masyarakat melek statistik bisa dikatakan belum cukup masif dan dominan. Apabila ditelusuri, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata lama sekolah penduduk Sulawesi Tengah tahun 2019 masih di angka 8,75 tahun (kelas 2 SLTP). Sedangkan kurikulum statistik dasar yang baru diterima saat duduk di bangku kuliah, masih dianggap rumit. Statistik terkesan rumit, ribet, kompleks, dan “makhluk” yang banyak dihindari para mahasiswa, jauh dari kesan menyenangkan. 

Dengan kualitas SDM yang masih terbatas, jumlah penduduk yang besar, dan wilayah geografi yang teramat luas, statistik di Sulawesi Tengah memiliki tantangan yang berat, terutama pada sebaran jumlah personel, kompleksitas metodologi, dan penganggaran versus beban kerja. 

Belum lagi secara administratif, di Indonesia berbagai instansi yang punya wewenang penuh untuk merilis angka indikator, masih mengeluarkan beberapa data yang berbeda, sehingga membingungkan masyarakat. 

BACA JUGA :  Authority Bawaslu Sebelum Penetapan Calon dalam Pemilihan Kepala Daerah

Saat ini, data sudah menjadi sesuatu sangat penting, apalagi di era revolusi industri sekarang. Apabila pembangunan tidak menggunakan data, yang akan terjadi adalah kita akan tertinggal dibandingkan dengan negara lain, bahkan tenggelam. Perlu adanya edukasi kepada berbagai pihat terkait dengan pentingnya data. Oleh karena itu, Bulan September ini menjadi momentum terbaik untuk edukasi terhadap data, karena bulan ini terdapat satu kejadian yaitu kita merayakan Hari Statistik Nasional (HSN).

Tidak dapat dimungkiri, banyak masyarakat yang belum tahu kalau ada kebiasaan yang sering dilakukan secara berulang setiap tahunnya pada bulan September. Tepatnya pada 26 September. Waktu tersebut diperingati sebagai HSN.

Mengapa 26 September diperingati sebagai Hari Statistik Nasional? Menarik untuk diketahui bahwa ini berawal dari kesanggupan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam menjawab tantangan PBB berupa pelaksanaan sensus penduduk secara serentak.

Untuk itu pada tanggal 26 September 1960, pemerintah RI memberlakukan undang-undang nomor 7 tahun 1960 tentang Statistik. Oleh karenanya, Presiden Soeharto menetapkan tanggal penetapan UU no 7 tersebut sebagai “Hari Statistik” yang dilaksanakan secara Nasional. 

DATA SUMBER KEKAYAAN YANG BARU

BACA JUGA :  Etika dan Perilaku Politik dalam Menghadapi Pilkada

Statistik tidak mungkin lepas dari data. Data merupakan sumber daya yang penting. Bahkan dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa data yang valid merupakan sumber baru kekayaan bangsa yang lebih berharga dari minyak.

Untuk mewujudkan data yang andal, efektif, dan efisien diperlukan banyak proses, antara lain mengatur dan menetapkan pembagian peran, serta fungsi institusi dalam penyelenggaraan statistik agar setiap yang membutuhkan mampu menghasilkan data yang baik, berkualitas, serta mudah dimengerti.

Salah satu poin penting yang membuat data menjadi berguna adalah data yang mudah dimengerti. Banyak ditemui kasus dimana terdapat perbedaan data antara satu instansi dengan instansi lainnya. Hal ini membuat masyarakat bingung. Oleh karena itu, untuk tercapainya data yang valid sangat diperlukan integrasi antar instansi.

Demi mewujudkannya, pemerintah akhirnya menetapkan peraturan Satu Data Indonesia. Harapannya tidak ada lagi data yang berbeda antar instansi, tidak ada lagi data yang double. Hal tersebut dilakukan agar penggunaan data menjadi semakin maksimal.

Betapa besar tantangan yang dihadapi komunitas ilmuwan statistik untuk membunyikan data dan membawa negeri ini ke arah yang lebih baik. Tantangan semakin besar karena terjadi perubahan struktur kegiatan ekonomi dan perilaku masyarakat yang cepat, sehingga menuntut pegiat data statistik lebih sigap dan cekatan menyesuaikan diri.

BPS sebagai pemain tunggal statistics official pemerintah mesti berjibaku dengan segala batasan yang ada.  Bukan saja dituntut menyuplai data berkualitas namun juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. 

BACA JUGA :  Putusan Self-Executing MK dan Demokrasi Konstitusional

BPS sebagai lembaga penyedia data dan informasi telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencatat, mempresentasikan, serta memproyeksikan data yang ada dengan mempertimbangkan fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan. Hal itu dilakukan dengan berbagai kegiatan survei yang sudah terprogram di setiap tahunnya bekerja sama dengan kementerian/lembaga, organisasi pemerintah daerah, perusahaan, dan instansi terkait di seluruh Indonesia.

Statistik didedikasikan untuk semua, terlebih lagi untuk tujuan kemanusiaan. Tak boleh ada celah bagi intervensi pihak lain dengan tujuan kelompoknya sendiri. Harapannya Indonesia dan juga khusus untuk Sulawesi Tengah, pemerintah dan masyarakat lebih mudah dalam membaca dan memahami data.

Indonesia Maju Indonesia Tumbuh hanya dapat dicapai dengan data yang berkualitas. Itu merupakan “Harga Mati”. Data yang semu tidak mungkin kita pakai untuk pembangunan. Data semu dapat mengakibatkan arah kebijakan tidak lagi terarah, tidak lagi sesuai dengan tujuan bahkan bisa saja melenceng ke arah yang lebih burul. Pada akhirnya pembiayaan berbagai program pemerintah menjadi mubazir.

Sekali lagi, membangun data berkualitas itu mahal, akan tetapi lebih mahal lagi apabila membangun tanpa data.

Pada Hari Statistik Nasional tahun ini Kita berharap semoga perstatistikan di Indonesia terkhususnya di Sulawesi Tengah kian maju dan berkembang. Semoga kepedulian pemerintah dan masyarakat terhadap pentingnya data dalam pembangunan terus meningkat.  Maju statistik Indonesia!

*Penulis adalah ASN BPS Provinsi Sulawesi Tengah