Cerminan Diri

oleh -
Ilustrasi. (Youtube/Erick thevirkills)

Manusia memang tidak bisa hidup sendiri maka itu manusia disebut juga sebagai makhluk sosial. Tetapi itu bukan berarti, bahwa seseorang boleh semaunya bergaul dengan sembarang orang menurut selera nafsunya. Sebab, teman adalah personifikasi diri.

Manusia selalu memilih teman yang mirip dengannya dalam hobi, kecenderungan, pandangan, pemikiran. Karena itu, Islam memberi batasan-batasan yang jelas dalam soal pertemanan.

Teman memiliki pengaruh yang besar sekali. Rasulullah bersabda, “Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Berteman atau bersahabat adalah jalan penting yang bisa memengaruhi keadaan seseorang. Jika benar persahabatannya maka akan ada banyak ilmu, hikmah, dan manfaat yang bisa kita petik. Namun, jika salah cara dan sosok bertemannya maka percikan kesalahan itu juga akan menimpanya.

Banyak orang yang terjerumus ke dalam lubang kemaksiatan dan kesesatan karena pengaruh teman yang salah. Akan tetapi, tidak sedikit orang yang mendapatkan hidayah dan banyak kebaikan disebabkan bergaul dengan teman-teman yang saleh.

Dalam sebuah hadits, Rasululah SAW mengingatkan, “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Hadits ini mengandung makna bahwa paling tidak ada dua kemungkinan jika bersahabat dengan teman yang baik; kita akan menjadi baik atau minimal kita mendapati kebaikan teman kita.

Berikut ini, kita kenali bentuk-bentuk persahabatan; pertama, ta’arufan, persahabatan yang terjalin karena pernah berkenalan secara kebetulan, seperti pernah bertemu di kereta api, halte, rumah sakit, kantor pos, ATM, dan lainnya.

Kedua, taariihan, persahabatan yang terjalin karena faktor sejarah, misalnya, teman sekampung, satu almamater, pernah kos bersama, diklat bersama, dan sebagainya. Ketiga, ahammiyyatan, persahabatan yang terjalin karena faktor kepentingan tertentu, seperti bisnis, politik, boleh jadi juga karena ada maunya dan sebagainya.

Keempat, faarihan, persahabatan yang terjalin karena faktor hobi, seperti teman futsal, badminton, berburu, memancing, dan sebagainya. Kelima, amalan persahabatan yang terjalin karena seprofesi, misalnya, sama-sama guru, dokter, dan sebagainya.

Keenam, aduwwan, sahabat tetapi musuh, di depan seolah baik, tetapi sebenarnya hatinya penuh benci, menunggu, dan mengincar kejatuhan sahabatnya, “Bila kamu memperoleh nikmat, ia benci, bila kamu tertimpa musibah, ia senang …” (QS Ali Imran [3]:120).

Ketujuh, hubban iimaanan, sebuah ikatan persahabatan yang lahir batin, tulus saling cinta dan sayang karena Allah, saling menolong, menasihati, menutupi aib sahabatnya, memberi hadiah, bahkan diam-diam di pengujung malam ia doakan sahabatnya. Boleh jadi, ia tidak bertemu, tetapi ia cinta sahabatnya karena Allah Ta’ala.

Dari ketujuh macam persahabatan ini, persahabatan pertama sampai enam akan sirna saat di akhirat. Hanya satu yang tersisa, persahabatan model ketujuh.

Persahabatan yang dilakukan karena Allah (QS al-Hujurat [49]:10), “Teman-teman akrab pada hari itu (Qiyamat) menjadi musuh bagi yang lain kecuali persahabatan karena ketakwaan.” (QS az-Zukhruf [43]:67). Semoga, dunia akhirat kita dipersahabatkan karena Allah.

Jelaslah, berteman dengan orang jahat sangat berbahaya. Kita harus khawatir terhadapanya dan berusaha menghindarinya. Selain usaha, doa tak boleh ditinggalkan. Rasulullah saw  telah mencontohkan kepada kita doa berlindng dari kawan yang buruk.

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hari yang buruk, malam yang buruk, waktu yang buruk, teman yang jahat, dan tetangga yang jahat di tempat tinggal tetapku.” (HR Thabrani). Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)