Keberadaan Alkhairaat masih tetap eksis dan bakti para Abnaulkhairaat setelah Habib Idrus bin Salim Aljufri wafat, adalah bentuk bukti keberhasilan daripada Guru Tua. Ini yang dapat kita refleksikan dalam Haul Habib Idrus yang ke-50, Sabtu (1/7).
“Hal itu disebabkan karena abnaulkhairaat senantiasa mengenang dan menjaga apa yang menjadi keharusan bagi mereka untuk melakukan misi Alkhairaat,” kata Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Alkhairaat, Habib Sayyid Ali Bin Muhammad Aljufri, kepada Media Alkhairaat saat ditemui di kediamannya, Jumat (30/6).
Bahkan dalam perjalanannya, kata sang Cucu, kakeknya senantiasa berpesan kepada seluruh abnaulkhairaat untuk selalu melakukan kewajiban mereka, agar terus mengerjakan kebajikan.
“Seperti dalam pesan Pendiri Alkhairaat yaitu, lakukan kewajiban mengajar dan jadilah kamu orang yang beradab,” katanya mengutip pesan Guru Tua.
Selain itu, dalam 50 tahun Alkhairaat setelah Guru Tua, bukan semata–mata dilihat dari segi waktu yang lama saja. Sampai saat ini, seluruh abnaulkhairaat tetap setia dan berjalan pada apa yang sudah digariskan sejak lama.
Lebih lanjut Habib mengatakan, tentunya abnaulkhairaat tidak akan tergelincir, bilamana mereka masih tetap melihat sejarah. Salah satunya, sejarah perjuangan Guru Tua. Hal itu disampaikan oleh Allah Subhana Wata’ala kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam.
“Ketika Allah menceritakan kisah-kisah Nabi sebelumnya, dengan tujuan agar hati Rasulullah tetap kuat, karena dakwah ini bukan hanya dilakukannya seorang diri, melainkan telah dilakukan pendahulunya. Sebagaimana perjuangan itu juga akan dilakukan oleh ummatnya, salah satunya dengan melalui Habib Sayyid Idrus Bin Salim Aljufri,” sebut salah satu Cucu Pendiri Alkhairaat.
Lalu, bila kita mengenang, bagaimana sosok epik Guru Tua. Banyak pandangan dalam menerjemahkan perjuangan pendidikan Alkhairaat, setelah melihat bukti-buktinya saat ini.
GURU TUA KONSEPTOR DAN PRAKTISI PENDIDIKAN YANG ULUNG
Guru Tua itu bukan hanya tokoh pendidikan dalam arti konseptor pendidikan, tetapi beliau juga sebagai konseptor dan praktisi pendidikan yang ulung.
Rektor IAIN Palu H Saggaf S Pettalogi, mengatakan, membandingkan teori-teori pendidikan modern, baik yang digagas oleh tokoh pendidikan barat, maupun tokoh-tokoh Islam lainya, Guru Tua ternyata telah melaksanakan konsep-konsep pendidikan modern. Sehingga beliau sebagai tokoh pendidikan dalam arti, konseptor pendidikan, sekaligus praktisi pendidikan.
“Ada orang hanya konsepnya saja, tidak mampu melakukan konsep itu, atau hanya berteori saja. Tetapi Guru Tua, saya melihat, mampu mengkonsep dan mendesain konsep pendidikan yang baik. Sekaligus melaksanakannya. Indikatornya itu pertama, beliau dalam mengembangkan kosep pendidikan, beliau memadukan dalam dunia pendidikan modern itu, dengan tri pusat pendidikan ” ungkap Rektor IAIN Palu.
Jadi, pendidikan informal, keluarga, kemudian pendidikan formal di sekolah, dan pendidiak non formal di masyarakat. Ini yang disebut dengan pendidikan modern saat ini. Nah, konsep pendidikan itu, beliau memadukan dan terintegrasi dalam satu konsep, dan satu perwujudan pendidikan. Sehingga beliau mampu melahirkan, abnaulkhairaat, atau generasi-generasi Alkhairaat yang memiliki karakter yang kuat.
Jadi pondasi pendikan keluarganya yang kuat, dan masayarakatnya pun kuat. Sehingga lulusan-lulusan di Alkhairaat itu mampu berperan di masyarakat dalam semua lini. Ini bisa dilihat pada awal-awal Guru Tua mengembangkan pendidikan, sebelum pendidikan formal Alkhairaat melembaga. Beliau sudah melaksanakan pendidikan, dari rumah ke rumah.
“Memang pendidikan khsususnya Islam, dan memang harus dibangun dari rumah dulu, keluarga dulu. Kalau di situ kuat, maka kemudian akan mudah melakukan pendidikan formal,” ujarnya.
Dan itu yang dilakukan Habib Idrus Bin Salim Aljufri, sebelum pendidikan Alkhairaat melembaga secara kuat seperti saaat ini.
“Dan saya kira beliau, juga mencontohkan kepada anak-anak cucunya. Dan memang kita telusuri, Habib Idrus juga dipoles pertama dilingkungan keluarganya. Bapaknya sendiri yang didik, sebelum dia belajar dengan ulama-ulama yang lain. Itu berarti pendidikan informal sangat kuat dengan Guru Tua, dan dilaksanakan sebagai praktisi pendidikan” terangnya.
Pendidikan tidak berhenti di dalam ruang-ruang kelas, dimana saja beliau berada, ketika beliau pergi berdakwah, berdagang, dan berziarah ke daerah yang lain, proses pendidikan terus berjalan. Sambil berdagang, menawarkan dangangan, untuk ongkos transportasi, sebagai bentuk kemandirian.
Guru Tua juga melaksanakan pendidikan kepada masayarakat, dan juga kepada murid-muridnya. Dan banyak tokoh yang tidak pernah mengikuti pendidikan formal di Alkhairaat tetapi ilmu mereka setara dengan para murid yang mengikuti kelas formal atau sekolah di Alkhairaat.
“H Amin, kan, tidak pernah belajar formal di sekolah, tetapi melaui pendidikan informal, di mana Guru Tua pergi, H Amin, sebagai pendamping Gurut Tua yang sangat setia,” ucapnya.
Guru Tua, sangat memahami konsep pendidikan. Dan Indikator selanjutnya adalah, Ustazd Tua membangun lembaga pendidikan itu nyaris sempurna sebelum meninggal. Pertama, dari sisi insitusi kelembagaan, mulai dari ibtidaiyah, sampai pergurua tinggi, semua jenjang pendidikan ada di Alkhairaat. Dan beliau sempat memimpin intistusi tersebut. Dan rektor pertama waktu itu, Unis sekarang UNISA, Habib Idrus langsung yang memimpin dan itu bukan hal yang mudah.
“Jadi apalagi, jadi beliau ini sebenarnya, kalau sekarang ini ada profesor, guru besar, itu kan formal pemerintah yang berikan. Beliau tanpa pemberian pemerintah dengan sendirinya sudah memperoleh gerlar itu, dari sisi kelengkapan dan nyaris sempurna,” sebutnya.
Bayangkan pada masa itu, beliau bisa mengembangkan pendidikan bukan hanya di Sulteng saja, tetapi, menyeberang ke berbagai pulau, diantaranya, Maluku, Sulawesi Utara dan sejumlah wilayah lain di kawasan timur Indonesia.
“Pernah saya ke Maluku Utara, ada nama desanya Ganedalam, waktu saya tidur di rumah kepala desa, di kamar, Kepala desa bilang, ranjang yang bapak tidur itu, Habib Idrus pernah tidur di situ di Maluku Utara. Sedangkan masa saya waktu Tahun 1990-an, wah itu susah sekali sampai ke desa itu,” ungkapnya.
Saat ini, Alkhairat kata dia, harus memebuka diri. Kurikulum Alkhairaat perlu memunculkan sebagai jati diri Alkhairaat.
Dulu, kata dia, kenapa orang tertarik masuk di Alkhairaat. Karena, orang menganggap ada nilai lebih, yang tidak didapat di tempat lain. Ada nilai-nilai lebih, maka orang-orang akan mencari itu, begitu juga pendidikan mulai dari tingkatan sekolah dasar, hingga ke perguruan tinggi, hal itu harus ada.
“Orang mencari mutu. Jadi orang memilih lembaga pendidikan dalam teori sosilogi ada tiga, pertama, nilai, orang memilih karena cita-cita, dan status sosial,” katanya.
RADIKALISME ADAKTIF
Ketua Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Tengah, Djamaludin Mariadjang menyatakan beberapa poin penting yang harusnya dimaknai terkait metode Guru Tua dalam menyebarkan ajaran Islam.
“Ajaran yang dibawa Guru Tua yakni Islam adaktif, kontekstual dan fungsional,”
Guru Tua kata dia, membawa ajaran Islam dengan menyentuh adat istiadat masyarakat setempat atau membawa ajaran Islam dengan lebih terbuka. Sehingga dengan metode itu ajaran beliau lebih membumi, karena disampaikan dalam bentuk perilaku atau contoh dan bukan hanya teori serta konsep saja.
Ajaran yang dibawa Guru Tua kala itu sangat kontekstual, karena apa yang disampaikan beliau, sangat dibutuhkan masyarakat di zamannya. Dalam memberikan dasar pondasi keislaman, ajaran yang dibawa beliau sangat toleran, santun, baik dan bisa memberikan nilai hubungan-hubungan di masyarakat atau ajaran Akhlakul Karimah.
Guru Tua menginginkan ada satu ajaran yang dapat berguna untuk masyarakat, sebagai sumber motivasi dan perjuangan hidup. Dengan ajaran itu, banyak ustad-ustad dan guru-guru yang lahir dari rahim Alkhairaat, mampu mempertahankan ajaran beliau dan dapat memberikan motivasi di berbagai bidang dan sendi-sendi kehidupan serta untuk mengembangkan dunia pendidikan.
Kemudian ada kekhususan dalam metode Guru Tua, yang membuat Alkhairaat diterima dimana-mana. Sehingga dapat dikatakan pelopor dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Selanjutnya pendekatan fungsional, dimana kader-kader Alkhairaat tampil dalam semua sendi-sendi kehidupan, baik sebagai akademisi (guru dan pendidik), dunia usaha (wiraswasta), politisi sampai dengan birokrasi.
Guru tua sendiri tidak membawa simbol-simbol Islam di timur tengah, tetapi bagaimana menyesuaikan dengan kebudayaan setempat, tanpa menghilangkan substansi dari ajaran Islam tersebut.
Guru tua memiliki metode yang saat ini dikenal dengan “laten, paten dan maintenance” atau kemampuan meneruskan pola. Dimana metode itu dikenal sebagai metode modern saat ini, yang sudah dilakukan Guru Tua puluhan tahun lalu.
“Guru Tua menempatkan dasar kerukunan ummat beragama yang dibangun dari konsep tersebut,”
Menurutnya juga Guru Tua, “radikal”. Radikalisme adalah suatu paham yang menginginkan sebuah perubahan atau pembaruan dengan cara drastis hingga ke titik paling akar. Namun, menurut Akademisi Untad itu, Radikalisme harus dipahami dalam bentuk dua bagian, yakni radikalisme adaktif dan Radikalisme ekstrimis
Radikalimse adaktif dimana harus mengenal nilai-nilai selain di dalam ajaran itu juga mengenal nilai-nilai di luar ajaran tersebut. Guru tua dan alkhairaat memaknai radikalisme dalam bentuk adaktif, dengan ajaran Islam yang santun. Alkhairaat memasuki akar-akar kultur keagamaan dan membawa nilai-nilai ke masyarakat.
“Karena Radikalisme Alkhairaat, sehingga membawa ajaran Alkhairaat bertahan hingga saat ini,”
Sementara yang harus diwaspadai adalah Radikalisme ekstrimis, yang tidak mengenal nilai-nilai diluar dirinya, menganggap ajaran yang lain salah. Sehingga ajaran ini dapat menyebabkan konflik dan jauh dari kehidupan damai.
REORIENTASI MODEL PENDIDIKAN ALKHAIRAAT GURU TUA
Sementara itu, Dr.H.Mohsen, MM dalam pandangannya mengatakan, dalam sistem pendidikan yang ia bangun, Guru Tua menetapkan filosofis “Dengan ilmu dan akhlak, manusia akan meraih kemulian”.
Bagi Guru Tua, meninggikan akhlak sangatlah penting. Oleh karena itu, maka Guru Tua membuat pola pendidikan dengan menomor satukan akhlak. Caranya dengan memperbaiki akhlak para muridnya terlebih dahulu sebelum mengajarkan ilmu, sebab menurut Guru Tua, ilmu akan mudah diperoleh jika akhlak sudah tertata baik.
Hal tersebut sejalan dengan misi kerasulan (profetisme) yang diemban oleh Rasulullah SAW yaitu, untuk menyempurnakan akhlak manusia, sebagaimana juga di contohkan para ulama salaf dalam menuntut ilmu.
Sehingga kemudian memperbaiki akhlak para murid menjadi model atau ciri khas dari pada pendidikan di Alkhairaat.
Mengapa akhlak menjadi hal utama dalam sebuah pendidikan, dari sini dapat diketahui bahwa, Guru Tua memiliki pandangan pendidikan Islam, hendaknya diarahkan kepada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur dan memiliki ilmu agama yang tinggi, sehingga kaum muslimin menjadi mulia di sisi Allah SWT.
Dalam memperingati Haul ke-50 Guru Tua tahun 2018, perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan Alkhairaat yang belakangan ini sudah bergeser dari semangat awal yang ditanamkan oleh Guru Tua Ketika Mendirikan Alkhairaat.
Ada semangat yang bergeser dalam sistim pendidikan, maksudnya? Perjuangan sebagaimana diketahui bahwa, Guru Tua ketika mendirikan lembaga pendidikan Islam Alkhairaat menerapkan sistem muallimin atau dengan cara halaqah, khususnya dalam dirasah islamiyah (turats). Modelnya dengan cara membaca kitab (Al-Qur’an/hadits/karangan ulama) yang kemudian diberi penjelasan dari isi kitab tersebut, dimana proses belajar mengajarnya menggunakan bahasa Arab.
Bisa dibayangkan dengan model seperti itu, para santri dapat dengan mudah mengerti dan cepat memiliki kemampuan berbahasa Arab. Hal ini berbeda dengan model pendidikan agama reguler yang ada saat ini yang mencampurkan turats dengan mata pelajaran umum.
Dengan demikian kata Ditjen Bimas Islam kantor kementrian Agama usat itu, apabila kembali kepada model awal, maka pendidikan di Al-Khairaat memiliki ciri khas tersendiri yang menarik, sehingga memiliki daya saing dengan lembaga pendidikan Islam lainnya.
Tentu pola tersebut diterapkan khusus dalam lembaga pendidikan yang sepenuhnya mengajarkan studi Islam seperti pesantren. Lembaga pendidikan reguler lainnya yang ada pada Al-Khairaat, tetap berjalan menggunakan pola yang sudah berjalan seperti pada SMP dan SMA atau SMK.
Selain evaluasi tentang sistem pendidikan Islam (dirasah islamiyah), perlu juga dilakukan evaluasi atau perbaikan dalam hal menjalankan roda organisasi. Sudah saatnya Alkhairaat mandiri dalam menjalankan roda organisasi dan mengelola lembaga pendidikannya. Hal tersebut juga telah dipraktekkan oleh Guru Tua dalam membangun dan mengelola lembaga pendidikan hingga di masa hayatnya.
Guru Tua sebenarnya berprofesi sebagai pedagang keliling ke berbagai daerah, sembari berdagang kata mantan Kakanwil Agama Sulteng ini, ia berdakwah kepada masyarakat yang dikunjunginya. Dan biasanya ketika berdakwah maka di dirikan pula lembaga pendidikan agama Islam di daerah tersebut. Contoh kemandirian yang ditampilkan oleh Guru Tua adalah, dengan memikul sendiri barang dagangannya dan membiayai sendiri pendirian lembaga pendidikan tersebut.
Oleh karena itu, Al-Khairaat harus mampu mandiri, dalam arti tidak memiliki ketergantungan dengan pihak lain dalam membangun dan memajukan lembaga pendidikannya. Silahkan saja Al-Khairaat membangun networking dimana saja dan menjalin kerja sama dengan pihak manapun, asal kemudian tidak menjadi tergantung dengan bantuan orang lain.
Selain dari pada itu lanjutnya, yang tidak kalah pentingnya ialah, bagaimana agar para pengurus dan Abnaul Khairaat harus menjaga jarak dengan politik praktis, agar tidak ada tarik menarik dan conflict of interest dalam mengelola organisasi dan yayasan. Sebab politik praktis sangat berpotensi memecah belah internal organisasi, dan kedepan pasti banyak hal di perhadapkan oleh Alkhairaat.
Semoga dengan evaluasi ini menjadi bahan perbaikan Al-Khairaat kedepan dalam melaksanakan tugas sucinya, sehingga apa yang digariskan oleh Guru Tua, sang pendiri Al- Khairaat dapat terus dipelihara dan diamalkan. Wallahu a’lam bisshawab. Selamat haul ke-50 Guru Tua Habis Idrus bin Salim Aljufri. (TIM MAL)