DONGGALA – Pihak Balai Pelestarin Kebudayaan (BPK) Wilayah 18 (Sulawesi Tengah-Sulawesi Barat) menyatakan siap menjadi bagian dalam pengelolaan kawasan kota tua.

“Saya tertarik konsep Kota Tua Donggala. Jadi teringat ketika kami sekeluarga pernah jalan-jalan ke Malaysia. Itu adalah destinasi yang lama kami impikan, karena belajar dalam sejarah bagaimana peranan Malaka,” kata Kepala BPK Wilayah 18, Andi Syamsu Rijal, ketika berkunjung ke Kota Donggala bersama Direktur Pelindungan, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemenduikbud Ristek RI, Yudi Wahjudin, Kamis (22/06).

Mencermati situasi Kota Tua Donggala dengan warisan yang cukup banyak, menurut Syamsu, maka bisa dibuat paket-paket wisata yang dikemas khusus, tentunya dengan fasilitas tersedia pendukung berupa penginapan, makanan, dan transportasi.

Jika konsep kota tua diangkat, lanjut dia, maka walking tour history mestinya sangat cocok, dengan jalan kaki, bisa mengakses banyak objek. Terutama dengan peranan Pelabuhan Donggala dalam mendukung jaringan perdagangan sebagai jalur rempah yang belum diungkap banyak.

“Semua itu bisa memperkaya khasanah sejarah kota berkaitan dengan wisata,” ujarnya.

Menurut Syamsu Rijal, Donggala sebagai kota pelabuhan yang mendukung perdagangan di Pulau Sulawesi, didukung oleh eberadaan masyarakatnya yang multietnis, bisa memperkaya khasanah sebagai simbol kota pelabuhan.

Karena itu, kata Syamsu, Yayasan Donggala Heritage dapat mengawal pelestarian kebudayaan di Donggala khususnya, tentunya dengan berkoordinasi dengan BPK Wilayah 18.

Katanya, banyak yang bisa dilakukan, apalagi didukung oleh Tim Ahli Cagar Budaya yang mumpuni, pakar di bidangnya.

“Memang tidak semudah membalikkan tangan, proses pengelolaan kebudayaan, seperti yang sisampaikan Pak Direktur Perlindungan yang hadir dalam Bimtek Bidang Kesenian yang digelar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Donggala belum lama ini. Pengelolaan kebudayaan tidak bisa berdiri sendiri, karena ada di semua kementerian dan lembaga,” katanya.

Syamsu mencontohkan, jika bangunan bersejarah ingin dipugar, maka harus berkoordinasi dengan PUPR. Menjaga situs di wilayah hutan lindung harus koordinasi dengan Dinas Kehutanan, pelabuhan dengan Kementerian Perhubungan, situs bawah air dengan Kementerian Kelautan, dan khususnya pendidikan tidak bisa dilepaskan. Intinya sinergitas sangat dibutuhkan.

Ia mencontohkan suasana masa kejayaan Malaka sebagai pintu utama perdagangan ke Nusantara, masih terasa dekat sekali. Bekas kantor dagang Portugis dan Inggris juga masih terawat dan berdiri kokoh didukung dengan museum yang menggambarkan masa kejayaannya.

Ditambah lagi, lanjut dia, ketersediaan tempat hiburan yang memanjakan, kombinasi dengan pasar dan produk lokal yang menyediakan kekhasan Malaka, seperti baju, makanan ringan dan lain lain.

Reporter : Jamrin AB
Editor : Rifay