PALU – Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mensosialisasikan Bina Keluarga Balita Holistik Intergratif (BKB HI) Eliminasi Masalah Stunting (Emas) tahun 2020, di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat (Unisa), Rabu (16/12).
Dikesempatan itu, Kepala Perwakilan BKKBN Sulteng, Dra. Maria Ernawati, MM menyampaikan, Periode 1000 hari, yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkan merupakan periode sensitif, karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Dampak tersebut tidak hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasannya, yang pada usia dewasa terlihat dari ukuran fisik yang tidak optimal serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi.
“Didalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang melalui pertambahan berat dan panjang badan, perkembangan otak serta organ-organ lainnya seperti jantung, hati, dan ginjal. Janin mempunyai plastisitas yang tinggi, artinya janin akan dengan mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya baik yang menguntungkan maupun yang merugikan pada saat itu. Sekali perubahan tersebut terjadi, maka tidak dapat kembali ke keadaan semula. Perubahan tersebut merupakan interaksi antara gen yang sudah dibawa sejak awal kehidupan, dengan lingkungan barunya,” terangnya.
Lanjut Maria, pada saat dilahirkan, sebagian besar perubahan tersebut menetap atau selesai, kecuali beberapa fungsi, yaitu perkembangan otak dan imunitas, yang berlanjut sampai beberapa tahun pertama kehidupan bayi.
Kata dia, kekurangan gizi yang terjadi dalam kandungan dan awal kehidupan menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian. Secara paralel penyesuaian tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dengan pengurangan jumlah dan pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ tubuh lainnya.
“Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi di ekspresikan pada usia dewasa dalam bentuk tubuh yang pendek, rendahnya kemampuan kognitif atau kecerdasan sebagai akibat tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan otak. Reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi juga meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi, penyakit jantung koroner dan diabetes dengan berbagai risiko ikutannya pada usia dewasa,” jelasnya.
Menurut dia, berbagai dampak dari kekurangan gizi yang diuraikan diatas, berdampak dalam bentuk kurang optimalnya kualitas manusia, baik diukur dari kemampuan mencapai tingkat pendidikan yang tinggi, rendahnya daya saing, yang semuanya bermuara pada menurunnya tingkat pendapatan dan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Maria menambahkan, Intervensi Gizi Sensitif, dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70 persen penurunan Stunting, sasaran dari intervensi ini adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 HPK. Kegiatan Intervensi Gizi Sensitif dapat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang umumnya makro dan dilakukan secara lintas Kementerian dan Lembaga.
“Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi pada penurunan stunting melalui Intervensi Gizi Sensitif yang salah satunya adalah melalui pemberdayaan keluarga sebagai bentuk pendidikan non-formal. BKKBN memiliki peranan dalam pemberdayaan keluarga melalui kelompok kegitan Bina Keluarga Balita (BKB) dengan cara Promosi dan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai Pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (sejak saat kehamilan hingga anak berusia 2 tahun). Target kegiatan tersebut adalah keluarga baduta yang terpapar 1000 HPK,” terangnya.
Dia menambahkan, BKKBN dengan core bisnis keluarga memiliki peranan dalam pemberdayaan keluarga melalui kelompok kegiatan BKB dengan cara Promosi dan KIE mengenai Pengasuhan 1000 HPK (sejak saat kehamilan hingga anak berusia 2 tahun). Target promosi dan KIE pengasuhan 1000 HPK adalah calon ibu, ibu hamil, dan keluarga baduta yang terpapar 1000 HPK.
Program BKB sebagai bagian dari Program KKBPK, mempunyai tujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran ibu beserta anggota keluarga lainnya yang menjadi anggota kelompok dalam membina tumbuh kembang balitanya melalui rangsangan fisik, motorik, kecerdasan, sosial emosional serta moral yang berlangsung dlam proses interaksi antara ibu/anggota kelompok. Program BKB akan berjalan dengan baik jika mendapat dukungan dan komitmen dari pemangku kepentingan dan masyarakat akan pentingnya penyiapan kualitas SDM sejak usia dini. Salah satu sinergi yang kita bangun adalah melalui BKB holistik integratif yang terintegrasi dengan Posyandu dan PAUD. Jumlah BKB HI yang dibina BKKBN sebanyak 232 kelompok terbesar di 13 kabupaten/kota
Kegiatan itu bertujuan untuk membangun komitmen mitra kerja di tingkat Kabupaten/Kota demi terlaksananya BKB HI Emas dan tersosialisasinya pengasuhan 1000 HPK dalam rangka pencegahan stunting di kabupaten/kota.
Peserta kegiatan berjumlah 175 orang, berasal dari unsur kader BKB se-Kota Palu dan Sigi, bidan se-Kota Palu dan Sigi, Persit Kartika Chandra Kirana (KCK) Koorcab Korem 132 PD XIII/Mdk, Bhayangkari Daerah Sulawesi Tengah, dan Perwakilan BKKBN Provinsi Sulteng.
Kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan komitmen mitra kerja, pengelola, dan kader di tingkat kabupaten/kota dalam pelaksanaan dan pengembangan kelompok BKB HI, serta tersosialisasnya pengasuhan 1000 HPK dalam rangka pencegahan stunting di kabupaten/kota. Dan meningkatnya pengetahuan dan pemahaman mitra kerja, pengelola BKB, dan kader tingkat kabupaten/kota, serta masyarakat tentang BKB HI dan pola pengasuhan 1000 HPK dalam rangka pencegahan stunting. (YAMIN)