DONGGALA – Bekas sekolah Chung Hwa School atau lebih dikenal Sekolah Cina Donggala, disiapkan untuk kampus sementara Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu.
Gedung tersebut memang sudah lama tidak difungsikan, sehingga bisa dimanfaatkan tempat kuliah agar bisa mewadahi anak-anak Donggala melanjutkan studi di perguruan tinggi.
Mengawali persiapan tersebut, seluruh SN di lingkungan Pemkab Donggala, Jumat (28/04), melakukan kerja bakti di kawasan bekas sekolah Cina Donggala.
Mereka membersihkan seluruh halaman gedung yang sejak lama ditumbuhi rumput.
Kerja bakti tersebut dipimpin Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Donggala, Rustam Efendi.
“Bangunan ini kami gunakan hanya sementara saja untuk kampus dua Unismuh sambil menunggu selesainya pembangunan kampus yang ada di Donggala,” kata Rustam Efendi, Jumat (28/04).
Menurut Rustam, bila dimanfaatkan, maka gedung yang sudah lama tidak difungsikan itu bisa terawat baik.
Sekolah serupa dibangun pula di Kota Palu, Poso dan Tolitoli.
Khusus di Kota Donggala didirikan secara swadaya pada masa pemerintahan raja Banawa, Ruhana Lamarauna (1935-1947).
Sekolah tersebut bukan bagian dari pemerintah kolonial tetapi bahasa pengantarnya bahasa Belanda dan Cina.
Mulanya tingkat dasar enam tahun, setelah kemerdekaan dibuka lanjutan SLTP pada bangunan dua tingkat di bagian belakang.
Bekas sekolah Tionghoa hingga saat ini masih asli, walaupun telah beberapa kali direnovasi dan fungsinya silih berganti sesuai dinamika politik.
Dari aspek bangunan, kapasitas gedung Chung Hwa School terbilang besar menempati sebuah kawasan strategis di tengah Kota Donggala. Memiliki gaya arsitektur sendiri yang cukup mewah pada zamannya, terbilang klasik bila dibandingkan dengan bangunan yang ada di Kota Donggala saat ini.
Keberadaan bangunan itu telah melewati beberapa fase pergulatan sosial dan politik serta silih berganti fungsinya sesuai perubahan zaman.
Pada saat pasukan Permesta mengebom Kota Donggala tahun 1958 seluruh sekolah diliburkan termasuk Chung Hwa School.
Kelak mengalami penutupan permanen setelah dijadikan penampungan pasukan Brawijaya pada tahun 1965.
Penutupan serupa terjadi selamanya seperti di kota-kota lain seluruh Indonesia akibat terjadi peristiwa Gerakan 30 September di Jakarta dengan tuduhan PKI dalang didukung Republik Rakyat Cina (RRC).
Akibatnya muncul gerakan anti Cina berdampak sampai ke daerah termasuk di kota Donggala segala simbol-simbolnya dilenyapkan.
Pada perkembangan berikutnya, pemanfaatan bangunan dibekukan dan diambil alih pemerintah.
Masa pemerintahan Orde Lama sebagian orang Tionghoa masih kategori Warga Negara Asing (WNA). Saat aksi anti komunis itu, Gedung Chung Hwa School diduduki TNI dan dijuluki Gedung 66 atau Gedung KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) atau KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Islam).
Gedung sekolah itupun dimanfaatkan untuk perintisan awal SMA Negeri Donggala sebelum memiliki bangunan permanen.
Selain itu, dijadikan Kampus Universitas Tjokroaminoto (Untjok) Cabang Surakarta.
Fungsi selanjutnya dijadikan asrama guru-guru yang ada di Kota Donggala sebelum beralih fungsi menjadi Kantor Bupati dan Kantor DPRD Donggala.
Reporter : Jamrin AB/Editor : Rifay