JAKARTA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) melakukan pengawasan melekat pelaksanaan pencocokkan dan penelitian (coklit) data pemilih selama sepekan, tanggal 12-19 Februari 2023.
Pengawasan melekat dilakukan pada 311.631 Tempat Pemungutan Suara (T{S) yang tersebar di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota.
Fokus pengawasan sendiri adalah kesesuaian prosedur (legal), yakni memastikan proses coklit sesuai dengan prosedur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor: 7 Tahun 2022 jo. PKPU Nomor: 7 Tahun 2023.
Hasilnya, Bawaslu menemukan 10 tren ketidakpatuhan prosedur dan delapan masalah faktual dalam proses coklit di sejumlah wilayah di Indonesia.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, Kamis (02/03), menguraikan 10 tren ketidaksesuaian prosedur yang dilakukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) dalam melakukan coklit, antara lain, tidak dapat menunjukkan salinan SK Pantarlih yang terdapat di 14.526 TPS.
“Salinan SK ini meskipun tidak tertuang secara rinci dalam petunjuk teknis coklit, namun menjadi dasar untuk memastikan bahwa Pantarlih yang melakukan coklit sesuai dengan SK yang ditetapkan PPS,” jelasnya.
Berdasarkan hasil pengawasan, lanjut dia, terdapat Pantarlih yang melakukan coklit tidak sesuai dengan salinan SK Pantarlih, tepatnya ada di 1.481 TPS.
Ketidaksesuaian selanjutnya adalah coklit yang tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tepatnya ada di 8.677 TPS, tidak mencatat keterangan pemilih penyandang disabilitas pada kolom ragam disabilitas di 2.623 TPS.
“Kemudian tidak mencatat data pemilih yang telah berubah status dari status TNI/Kepolisian, tidak mencoret data pemilih yang telah meninggal dibuktikan dengan menunjukkan surat keterangan kematian atau dokumen lainnya, di 1.958 TPS,” katanya.
Tak hanya itu, Bawaslu juga menemukan Pantarlih yang tidak menempelkan stiker coklit, di 1.925 TPS, tidak mencatat pemilih yang bersangkutan ke dalam formulir Model A-Daftar Potensial Pemilih, jika pemilih belum terdaftar dalam formulir Model A-Daftar Pemilih, di 1.700 TPS.
Terhadap semua hasil pengawasan tersebut, kata dia, jajaran pengawas langsung menyampaikan saran perbaikan kepada Pantarlih yang bertugas.
“Hal tersebut dilakukan agar proses coklit yang berlangsung sesuai dengan prosedur,” jelasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, ketidakpatuhan prosedur coklit juga bisa terjadi karena adanya masalah faktual, yakni terdapat Pantarlih yang masih belum memahami tata cara mekanisme dan prosedur dalam
pelaksanaan coklit.
“Terdapat Pantarlih yang belum melakukan coklit karena permasalahan distribusi logistik coklit, misalnya stiker coklit, splikasi e-Coklit sering bermasalah baik dari sistem maupun jaringan internet, sehingga terdapat juga beberapa Pantarlih melakukan coklit secara manual,” ungkapnya.
Selanjutnya, kata dia, beberapa daerah juga mengalami kendala cuaca berupa hujan besar hingga banjir yang menghambat proses coklit, terdapat Pantarlih yang berhalangan melaksanakan coklit karena sakit sehingga berimplikasi pada terhambatnya proses coklit.
“Ada beberapa pemilih yang terpisah dari data Kartu Keluarga Induk dan masuk di TPS lain, ditemukannya daftar pemilih Formulir Model A Daftar Pemilih yang tidak sesuai dengan penempatan TPS dan masih ditemukannya data warga yang telah meninggal tetapi masih tercatat sebagai pemilih,” katanya.
Berdasarkan seluruh hasil pengawasan tersebut, pihaknya mengimbau KPU memperbaiki prosedur pelaksanaan coklit. Kepada masyarakat yang memenuhi syarat sebagai pemilih agar bisa mengecek apakah sudah dilakukan coklit atau belum.
“Peserta pemilu bisa mengawal hak pilih dengan cara mengecek konstituennya terdaftar sebagai pemilih dan telah dilakukan Coklit sampai masa pemutakhiran data pemilih berakhir,” pungkasnya. */RIFAY