OLEH: Jayadin*
Pada konteks pelaksanaan tahapan pemilihan kepala daerah tahun 2024, Bawaslu tengah diperhadapkan masalah dan pertanyaan dari berbagai stakeholder.
Masalah itu berkaitan dengan adanya deklarasi bakal pasangan calon, juga terlibatnya Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kepala desa yang menyatakan dan mendukung bakal pasangan calon (sebelum adanya penetapan calon oleh KPU) pada pemilihan kepala daerah tahun 2024.
Sehingga adanya peristiwa tersebut beberapa pihak menanyakan bagaimana penegakkan hukum yang sudah dilakukan oleh Bawaslu secara berjenjang.
Prinsipnya, Bawaslu dalam melakukan proses penanganan pelanggaran pada pemilihan kepala daerah harus menempatkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai patron yang paling utama.
Atribusi kewenangan untuk melaksanakan penanganan pelanggaran ini bagi Bawaslu secara berjenjang bisa ditemukan dalam Pasal 28 dan 30 ayat 1 huruf b dan c sebagaimana perubahan terakhir Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati.
Namun, ada beberapa hal yang membatasi kewenangan Bawaslu untuk melakukan penanganan sebelum
dilakukan penetapan calon oleh Komisi Pemilihan Umum. Adapun batasan itu, berkaitan dengan norma
yang di dalamnya mengatur peristiwa, perbuatan dan keadaan sebagaimana ketentuan itu dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati.
Salah satu contoh ketentuan pasal 70 ayat 1, kaidahnya dalam kampanye, pasangan calon, dilarang melibatkan: huruf b; Aparatur Sipil Negara (ASN), Polri, TNI dan c; Kepala Desa, Lurah dan Perangkat Desa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati.
Jika dicermati pada ketentuan ini spesifik menentukan kaidah adanya peristiwa yang harus dikualifisir atau dikatakan sebagai kampanye itu sperti apa? Tentunya untuk menjawab itu kembali mencermati ketentuan umum pasal 1 ayat 21 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati, memberi pengertian kampanye pemilihan yang selanjutnya disebut kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi dan program calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon walikota dan calon wakil walikota.
Dimaksud kampanye itu harus memenuhi kualifikasi dalam pasal 1 ayat 21 diatas. Selain itu tugas selanjutnya menentukan kualifikasi apa yang disebut kaidah sebagai pasangan calon, tentunya untuk memenuhi kualifikasi ini keabsahan harus dinilai dari segi hukum itu sendiri, dalam teori ilmu hukum menentukan kapan subjek itu dipandang memiliki hak dan kewajiban.
Sebagaimana menurut Ahli Hukum Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum.
Pandangan di atas menunjukan bahwa untuk menentukan Person atau orang tolak ukurnya selalu melihat dari segi hukum itu sendiri. Sehingga keabsahan hak dan kewajiban pasangan calon harus dinilai melalui kaca mata hukum.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati Pasal 51 dan 52 ayat 1 dan 2 yang mengatur tentang penetapan calon yang harus dilakukan oleh KPU sesuai dengan tingkatanya.
Pasal di atas sangat jelas mengatur adanya kaidah hukum yang menjadi pintu masuk person/orang dapat dianggap memiliki keabsahan atau dianggap sebagai pasangan calon yaitu ketika ditetapkan oleh KPU.
Penetapan merupakan prodak hukum administrasi yang dikeluarkan oleh KPU sesuai dengan tingkatanya. Sehingga pada saat ditetapkan maka segala hak dan kewajiban sebagai pasangan calon telah melekat.
Yang terakhir adalah pada Pasal 70 ayat 1 di atas, terkait danya kaidah dilarang melibatkan. Pada kaidah ini memberikan informasi perbuatan yang dilarang.
Menurut pasal 70 ayat 1 larangan itu diberlakukan kepada Polri, Tni, ASN, Kepala Desa dan Lurah. Yang mana perbuatanya adanya upaya dari pasangan calon untuk melibatkan.
Terkadang indikasi perbuatan bervariasi mulai dari mengundang, imbauan atau mengajak TNI, POLRI, ASN, Kepala Desa dan Lurah untuk menyatakan dan mendukung pasangan calon.
Sehingga, jika kualifikasi dari ketentuan diatas terpenuhi maka kewenangan untuk melakukan penanganan pelanggaran berada pada kewenangan Bawaslu sesuai dengan tingkatanya.
Lain hal, di luar dari ketentuan yang diatur dalam UU Pilkada diatas Larangan terhadap ASN juga berlaku ketentuan dalam Pasal 9 ayat 2 (UU Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara) Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
Dalam ketentuan lain Pasal 52 ayat 3 (UU Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara) huruf j mengatur pemberhentian ASN ketika menjadi anggota dan pengurus partai politik, dan juga diatur dalam dalam SKB 5 Menteri dan lembaga yang mengatur tentang pedoman pembinaan dan pengawasan netralitas ASN dalam pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan yang mengadopsi PP Nomor 42 tahun 2004 pasal 11 huruf c ASN Menghadiri deklarasi/kampanye bakal calon dan memberikan tindakan dukungan
secara aktif.
Namun problem yang dihadapi oleh Bawaslu sendiri apakah ketika terjadi dugaan pelanggaran ASN yang melanggar ketentuan UU dan Peratruan Pemerintah diatas menjadi kewenangan Bawaslu atau tidak?
Untuk menjawab ini tentunya harus diperhatikan bahwa kewenangan itu harus didapatkan melalui Peraturan Perundang-Undangan sehingga jelas dan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
Pasal 29 ayat 1 (UU Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara) huruf a s.d huruf e menjelaskan selain Presiden sebagai pemegang kekuasaan dalam pembinaan kepegawaiaan juga pembinaan itu ada pada menteri, pimpinan kelembagaan, pimpinan sekretariat, gubernur, bupati dan walikota.
Jika dicermati ketentuan dalam UU ini tidak lagi mencantumkan KASN sebagai lembaga yang melakukan pembinaan kepegawaian sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Namun perlu diketahui dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 Menteri dan Lembaga masih memberikan kewenangan kepada KASN sebagai lembaga sampai dengan saat ini masih aktif melakukan pembinaan kepegawaian.
Dan pembinaan serta pemberian sanksi kepada ASN yang melakukan pelanggaran terhadap UU Nomor 20 Tahun 2023 Tentang ASN harus memperhatikan ketentuan pasal 29 ayat 1.
Sementara terhadap Kepala Desa sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat 4 huruf g (UU Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan kedua UU Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa) dalam melaksanakan tugas kepala desa berkewajiban mengundurkan diri sebagai kepala desa apabila mencalonkan diri sebagai lembaga perwakilan rakyat, kepala daerah atau jabatan lain. dalam Pasal 29 huruf j UU Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa melarang kepala desa ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah dan huruf g menjadi pengurus partai politik.
Pada ketentuan pasal yang mengatur kepala desa berlaku larangan terhadap tiga keadaan, pertama, mungundurkan diri jika mencalonkan sebagai lembaga perwakilan rakyat, kepala daerah dan jabatan lain, yang kedua, larangan ikut serta pada kampanye pemilu dan pilkada, dan ketiga, menjadi pengurus partai politik.
Ketentuan di atas jika dugaan pelanggaran tersebut terjadi disaat sebelum adanya penetapan calon oleh KPU maka penangananya harus dikembalikan kepada instansi yang diberikan kewenangan oleh UU.
Jika dicermati UU Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa dalam pasal 40 ayat 1, 2 dan 3 kewenangan itu diberikan kepada Bupati/Walikota. Sangat jelas ketentuan ini memberikan kewenangan kepada Bupati/Walikota untuk memberikan pembinaan kepada Kepala Desa jika perbuatan yang dilakukan melanggar ketentuan UU yang mengatur tentang desa.
Lain hal, jika perbuatan atau dugaan pelanggaran itu beririsan dengan ketentuan larangan dalam UU Pilkada maka yang menjadi kewenangan Bawaslu akan melakukan penanganan dugaan pelanggaran pemilihanya sementara untuk pelanggaran yang bertentangan atau melanggar ketentuan UU ASN dan UU Desa akan di teruskan pada instansi yang diatur dalam UU tersebut.
*Penulis adalah adalah Koordinator Divisi PP & Datin Bawaslu Kabupaten Parigi Moutong