PALU – Lembaga Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman RI Perwakilan Sulteng, menyatakan  siap mengawasi jalannya proses penjaringan bakal calon legislatif (caleg) di tingkat partai politik (parpol). Fokus pengawasan adalah figur yang akan diusung oleh parpol, apakah layak dan memiliki kompetensi dalam menjalankan tugasnya nanti, atau tidak.

Diketahui, para calon legislatif yang terpilih nanti, akan duduk di lembaga yang menjadi pelayan dan pembawa aspirasi publik. Mereka berasal dari organisasi bernama partai politik yang notabene memperoleh suntikan dana pembinaan dari APBN atau APBD.

Suntikan dana dari negara/daerah inilah yang menjadi pintu masuk Ombudsman untuk melakukan pengawasan, salah satunya dalam proses pencaleg-kan.

“Satu hal, partai harus mengusulkan caleg yang paham tentang pelayanan publik. Selain itu, banyak juga anggota dewan sekarang yang hanya paham fungsi budgeting atau anggaran. Kalau ada lagi yang begini, jangan dipilih, tidak boleh lagi duduk sebagai anggota dewan,” tegas Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulteng, Sofyan Farid Lembah, pekan lalu.

Dia mengatakan, masing-masing anggota dewan memiliki dana aspirasi, tapi tidak dimanfaatkan dengan baik untuk menampung aspirasi konstituennya.

“Tapi kalau sudah membahas anggaran, kendati berkelahi,” katanya.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulteng, Sofyan Farid Lembah

Dia menambahkan, selain anggaran, masih ada fungsi lainnya, yakni pengawasan dan legislasi.

“Apalagi fungsi legislasi, ada salah satu DPRD di Sulteng yang hanya mampu menghasilkan satu Perda dalam setahun. Tapi setelah dikritik Ombudsman, tiba-tiba langsung menetapkan tiga Perda sekaligus pada tanggal 31 Desember,” katanya.

Pekan lalu, Ombudsman RI Perwakilan Sulteng menggelar kegiatan Trainng of Trainer (ToT) Bagi Ormas dan Media Massa se-Kota Palu. Kegiatan tersebut dalam rangka pelibatan elemen masyarakat dalam mengawasi pelayanan public.

Menurut Sofyan, pengawasan pelayanan publik melibatkan pihak internal dan eksternal. Internal melibatkan pihak birokrasi, sedangkan eksternal melibatkan DPRD, Ombudsman dan masyarakat.

“Ini yang terjadi saat ini dan banyak yang tidak tahu. Ternyata dalam hal pengawasan, posisi masyarakat itu setara dengan DPRD dan ombudsman. Makanya, masyarakat yang sering menyampaikan aspirasi memprotes kebijakan pemerintah sering dipandang sebagai provokator,” katanya.

Olehnya, dia mengajak kepada masyarakat untuk berperan aktif mengawasi proses pelayanan public, termasuk berani melaporkan kepada ombudsman jika mendapati kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan pejabat atau instansi pelayanan public.

Asisten Ombudsman Perwakilan Sulteng, Rus’an Yasin menyampaikan, masyarakat mempunyai hak atas pelayanan publik dan karenanya berhak menuntut pelayanan yang seharusnya.

“Masyarakat sesungguhnya bukan hanya sekadar pengguna melainkan turut mengambil bagian atau terlibat dalam membuat dan merumuskan kebijakan,” katanya.

Dalam pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, masyarakat dapat berperan melakukan pendampingan kepada pelapor dugaan maladministrasi pada suatu instansi publik.

“Tujuan pendampingan adalah membangun kemampuan pelapor untuk mengenali permasalahan terkait maladm