BALUT – Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Laut (Balut), resmi menyalurkan bahan bakar pertalite sekitar pekan ketiga Januari.

Sebelumnya SPBU Banggai tidak menyalurkan pertalite sebab tidak termasuk dalam program BBM 1 harga.

Di Kabupaten Balut sendiri, yang masuk dalam program BBM 1 harga yakni SPBU Kecamatan Banggai Tengah (Timbong), Banggai Utara (Kendek), Bokan Kepulauan (Kaukes), Labobo (Paisulamo), dan Bangkurung.

BBM pertalite juga masuk ke Banggai Laut pada April 2022, tetapi hanya di SPBU Timbong) dan SPBU Kendek.

SPBU Timbong kemudian menjadi lokasi terdekat jika masyarakat Banggai ingin mengakses pertalite.

Hal tersebut menyebabkan ketersediaan pertalite di SPBU tersebut lebih cepat habis, dan seringkali terlihat antrian panjang.

Kepala Bagian Ekonomi Pembangunan Setda Balut, Sumarto, Selasa (24/01), mengatakan, pertalite di SPBU Banggai sudah masuk, Pemerintah daerah melalui Bupati telah mengusul di bulan Desember dan Januari ini sudah mulai rutin disalurkan sekali sepekan dengan kuota kurang lebih 25 ton masing-masing SPBU.

“Walaupun kecil dan besar SPBU-nya, tetap mendapatkan jumlah kuota yang sama. Hanya memang di Kendek itu tangkinya kecil, kapasitasnya hanya 8 KL, sehingga kapal yang ngantar ke Bokan itu harusnya sudah berangkat, tetapi menunggu penyaluran dulu. Biasanya tenggat waktunya satu hari selesai yang di SPBU Kendek, baru kapal berangkat ke Bokan. Berbeda dengan SPBU Banggai yang cukup sekali dua kali ngangkut, karena tangkinya 30 ton,” jelas Sumarto.

Sumarto juga menerangkan mengenai oknum yang membeli BBM secara berlebihan, harusnya mendapatkan pengawasan dari Dinas ESDM, tetapi tidak ada di Balut. Oleh karenanya yang mengawasi sesuai mandat Kapolri adalah penegak hukum.

“Tapi sampai sekarang tidak ada yang mengawasi. Kalau sesuai ketentuan, tidak diperbolehkan untuk mengantri pakai jerigen. Tapi sesuai dengan ketentuan BPH Migas Nomor 17 Tahun 2019, kalau tidak salah, itu dikasih rekom dari pemerintah sesuai kebutuhannya melalui OPD masing-masing. Misalnya kalo nelayan itu di perikanan. Karena nelayan itu belum ada SPDN-nya dan mereka itu berhak mendapatkan harga subsidi. Itu legal,” tandasnya.

Reporter : Iker
Editor : Rifay