PALU- Dua tahun pasca bencana masalah hunian dan dana stimulan masih menjadi problem belum terselesaikan bagi sebagian penyintas daerah terdampak, Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan Parimo.

“Hal ini menjadi titik awal terjadi berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di wilayah pengungsian,” kata Ketua Yayasan Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKP- ST) Soraya Sultan dalam konferensi pers Catatan Tahunan KPKP-ST 2020, di kantor KPKP- ST Jalan Jambu, Kota Palu, Jum’at (7/1).

Soraya mengatakan, hunian layak akan men-support tumbuh kembang anak, termasuk meminimalisir kasus perkawinan anak hamil di luar nikah karena faktor lost kontrol orang tua.

Soraya menyebutkan, permasalahan terbesar dihadapi penyintas khususnya perempuan paska bencana adalah penuntasan hak atas hunian dan dana stimulan.

“Dari sebagian perempuan yang ditemui di enam titik rumah ramah perempuan (RPP) daerah menjadi pendampingan KPKP-ST, mereka belum menerima Huntap dan dana stimulan menjadi hak mereka,” kata Aya panggilan akrabnya.

Aya mengatakan, dalam pandangan perempuan penyintas, pemulihan seutuhnya itu belum ada, selama penuntasan hunian maupun dana stimulan belum dilaksanakan.

“Pemulihan dalam arti kata sesungguhnya terletak pada tersedianya hunian yang nyaman aman bagi mereka guna melanjutkan hidupnya secara ekonomi dan psikis serta hal lainnya,” pungkasnya.

Reporter: Ikram
Editor: Nanang