PALU – Kemajuan teknologi yang tidak dibarengi dengan literasi, menjadi salah satu penyebab tingginya potensi radikalisme dan terorisme.
“Distrupsi informasi menjadikan masyarakat yang tidak sikap, menjadi gagap, kesulitan membedakan informasi benar dan salah,” ungkap Direktur Pencegahan BNPT Ahmad Nurwakhid dalam sambutannya yang dibacakan Kasubdi Pengawasan, Moch Chairil Anwar dalam kegiatan pelibatan aparatur kelurahan/desa tentang literasi informasi bertajuk “Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia (Ngopi Coi)”, di Palu, Kamis (10/09).
Ia menyebutkan, situasi itu menjadi semakin parah karena adanya budaya latah. Masyarakat dengan mudah membagikan informasi yang didapatnya tanpa melakukan penyaringan dan telaah.
“Kondisi ini apabila tidak diantisipasi dengan baik, dapat ditunggangi oleh pelaku terorisme untuk ikut menyebarluaskan apa yang diyakininya dan membangkitkan kebencian terhadap negara dan masyarakat lainnya,” terangnya.
Karena itu, sebut dia, dibutuhkan kedewasaan pada diri kita semua untuk bijak dalam memanfaatkan kemajuan teknologi, membuka diri pada setiap informasi, dan telah memverifikasi setiap kabar yang didapat.
Oleh karena itu, kata dia, penanggulangan terorisme tidak bisa dilaksanakan hanya oleh aparatur keamanan semata. Dibutuhkan sinergitas yang kuat antara aparatur keamanan dan masyarakat.
“Karena bahaya terorisme menyasar tanpa memandang pangkat, jabatan, dan status sosial. Dalam konteks inilah pelibatan aparatur kelurahan dan desa, babinsa dan babinkamtibmas, pegiat media sosial, pers menjadi sangat vital,” imbuhnya.
Reporter : Faldi
Editor : Rifay