OLEH: La Ode Muhammad Arfada*

Universitas Sembilanbelas November (USN) Kolaka merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri Baru (PTNB) di Indonesia yang kini melakukan transformasi, berbenah, dan bersiap maju sebagaimana kampus-kampus negeri lainnya di Indonesia.

Kampus berstatus negeri pada 2014 ini telah menarik minat mahasiswa dari berbagai daerah untuk menimba ilmu, termasuk mahasiswa yang berasal dari Sulawesi Tenggara.

Penulis adalah satu di antara mahasiswa yang menyatakan ketertarikannya di sini.

Sebagai orang yang lahir dari daerah pelosok, yakni Desa Waulai, Kecamatan Barangka, Kabupaten Muna Barat, penulis tidak serta merta segera mendaftar melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Ada kekhawatiran jika suatu saat tidak dapat melanjutkan kuliah dikarenakan faktor ekonomi keluarga. Beruntung saat itu, seorang guru memotivasi penulis untuk melanjutkan kuliah di USN Kolaka. Diyakinkannya, jika kampus yang dulunya bernama Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) 19 Nopember ini telah  banyak menghasilkan lulusan dan memiliki program studi yang mumpuni. Ia pun berharap, kami, anak-anak didiknya, bisa kuliah dan tumbuh mandiri, asal mau berkerja keras dengan segala kemampuan yang ada.

Alhamdulillah, niat baik itu mendapat respons dari orang tua. Orang tua bahkan memberikan dukungan dengan membekali sapi jantan sebagai modal untuk merantau ke Kolaka.

Saat ini penulis telah memasuki semester lima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dengan sabar kami mengikuti proses perkuliahan dan pembelajaran secara mandiri. Sembari itu, untuk menutupi Uang Kuliah Tunggal (UKT), penulis bekerja sambilan di sekitar kampus yang baru, tepatnya di Desa Popalia, Kecamatan Tanggetada, Kabupaten Kolaka.

Pandemi Covid-19 juga membawa pengaruh terhadap pelaksanaan perkuliahan di kampus. Sejak beberapa waktu lalu, tatap muka antara dosen dan mahasiswa berlangsung secara online atau dalam jaringan (daring).

Kondisi ini secara tidak langsung memberikan dampak terhadap pengeluaran mahasiswa. Selain biaya hidup sehari-hari, mahasiswa juga harus menyediakan alokasi anggaran baru untuk membeli paket data internet agar dapat hadir di kelas-kelas daring.

Sebagian besar mahasiswa meninggalkan kos-kosan mereka di sekitar kampus dan menuju rumah masing-masing. Cara ini adalah opsi rasional sebab dengan begitu mahasiswa bisa mengalihkan beban sewa kos ke biaya pulsa.

Penulis sendiri awalnya memilih bertahan di sekitar kampus dengan harapan Covid-19 tidak belangsung lama dan kuliah tatap muka dapat normal kembali.

Namun, apa hendak dikata, pandemi ini masih tetap berlangsung. Satu kesyukuran kami sebagai mahasiswa, adalah perhatian yang diberikan rektor dengan memberikan bantuan UKT bagi mahasiswa terdampak Covid-19.  Kesempatan ini dimanfaatkan pula oleh penulis.

EKONOMI TERDAMPAK

Kepulangan mahasiswa ke keluarganya untuk sementara waktu ternyata berpengaruh terhadap geliat ekonomi di sekitar kampus. Pengamatan langsung di lapangan menunjukkan, perputaran roda ekonomi di Desa Popalia, sudah terdampak sejak tiga bulan di masa awal pandemi.

Pemilik kos-kosan menahan diri untuk menambah petak kosnya. Akibatnya, pekerjaan sambilan sebagai pekerja bangunan yang dilakukan penulis juga mengalami dampak. Pemilik kos-kosan untuk beberapa bulan terakhir juga belum menerima setoran bulanan karena sebagian besar kos-kosan tak berpenghuni.

Kondisi lain juga dialami usaha kios. Penulis sempat membeli mi instan  yang ternyata telah mengalami tenggat konsumsi. Penulis bahkan beberapa kali berpindah tempat untuk mendapatkan mi instan yang masih sesuai izin edar.

Kondisi ini mengisyaratkan jika kios juga mengalami minim pembeli, yang selama ini kebanyakan berasal dari mahasiswa. Tentu penyedia warung makan juga ikut terpukul dengan keadaan ini.

Dalam hati penulis bergumam, Ya Allah, begitu besar dampak Covid-19 ini. Penulis berharap Covid-19 ini cepat berlalu sehingga mahasiswa kembali meramaikan kampus USN Kolaka dan berbelanja di kios-kios sekitar kampus. Karena dari belanja mi instan saja, ada harapan untuk meneruskan hidup bagi lebih banyak orang. ***

*Penulis adalah mahasiswa Ekonomi Pembangunan, USN Kolaka