OLEH : Efendi Kindangen*

Pernahkah kita merasa air wudu terbuang percuma? Rasulullah ﷺ telah mengajarkan prinsip “Hidromatris” — kebijaksanaan dalam menggunakan air — melalui sabdanya yang begitu dalam.

Suatu hari, Nabi Muhammad ﷺ menegur sahabatnya, Sa’d, yang sedang berwudu dengan air berlebih. Sa’d bertanya, “Apakah dalam air (untuk wudu) ada pemborosan?”

Beliau menjawab, “Iya, meskipun kamu melakukannya di sungai yang mengalir.” (HR. Ibnu Majah).

Hadis ini menjadi pengingat sekaligus pelajaran ekologi spiritual yang sangat relevan bagi umat Islam masa kini.

Apa Itu Wudu yang Hidromatris?

Semua kita tahu apa itu wudu. Namun, “hidromatris” mungkin terdengar baru di telinga.

Istilah ini saya rangkai dari dua kata: hydro (air) dan matris (dari kata matrix atau kebijaksanaan). Jadi, “hidromatris” berarti kearifan dalam menggunakan air. Rasulullah ﷺ adalah teladan utama dalam hal ini.

Hidromatris bukan berarti pelit air, melainkan tepat air — efisien tanpa kehilangan makna, cukup tanpa merasa kekurangan.

Nabi ﷺ berwudu sempurna hanya dengan satu mud air (sekitar satu cangkir penuh). Ini membuktikan bahwa kesucian tidak diukur dari banyaknya air, melainkan dari ketepatan niat dan tata cara yang benar.

Prinsip Hidromatris Nabi

Prinsip yang diajarkan Rasulullah ﷺ sederhana namun sangat dalam:

  1. Prinsip Kecukupan (The Principle of Adequacy)

    “Satu mud air cukup untuk wudu yang sempurna.” Ini tentang mengenal batas cukup.
  2. Prinsip Keberlanjutan (The Principle of Sustainability)

    “…Meskipun di sungai yang mengalir.” Ini menegaskan visi jangka panjang: kelimpahan hari ini bukan jaminan bagi esok.
  3. Prinsip Kesadaran (The Principle of Mindfulness)

    Dengan air yang secukupnya, kita lebih sadar pada setiap gerakan dan usapan. Wudu pun menjadi meditasi yang khusyuk.

Psikologi “Guyuran” vs. Kesadaran “Usapan”

Ada bias psikologis dalam diri banyak orang: semakin banyak air, semakin suci. Guyuran deras memberi sensasi bersih secara fisik, seolah dosa ikut hanyut bersamanya. Padahal, kesucian sejati terletak pada niat dan ketepatan tata cara.

Dengan air yang secukupnya, kita justru dilatih untuk khusyuk, sadar pada setiap usapan, dan lebih intim dengan makna spiritual wudu itu sendiri.

Mengapa Ini Penting?

  1. Wujud Syukur: Menghemat air adalah bentuk syukur atas nikmat Allah yang sering kita abaikan.
  2. Meneladani Nabi: Ini praktik sunnah yang nyata dan mudah dilakukan setiap hari.
  3. Peduli Lingkungan: Setiap tetes air yang kita hemat adalah kontribusi kecil untuk menjaga keseimbangan bumi. Bayangkan dampaknya jika dilakukan oleh jutaan Muslim setiap hari!

Tips Praktis Menerapkannya

  1. Gunakan gayung atau gelas. Alirkan air hanya saat membasuh anggota wudu, jangan biarkan keran mengalir terus.
  2. Rasakan batas cukup-nya. Basuh tiap anggota wudu sesuai sunnah — tiga kali adalah batas maksimal, sekali atau dua kali sudah cukup bila telah bersih.
  3. Tampung air sisa wudu. Gunakan kembali untuk menyiram tanaman atau membersihkan lantai.

Penutup

Wudu bukan sekadar ritual penyucian diri, tetapi juga bentuk kasih kita kepada bumi.

Dari segenggam air, kita bisa meneladani Rasulullah ﷺ dan mewariskan kebijaksanaan ekologis untuk generasi mendatang.

*Penulis adalah Pendiri Pesantren Lansia Emas (Edukasi untuk Masyarakat Senja) dan Komunitas Pembelajaran Seumur Hidup