PALU – Kementerian Sosial (Kemensos) RI sebagai penanggung jawab utama pembentukan dan penyelenggaraan sekolah rakyat, secara resmi membuka Kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Sekolah Rakyat yang masuk Tahap 1 B pada Agustus 2025.
Salah satu sekolah yang memulai MPLS, Jumat (15/08), adalah Sekolah Rakyat Terintegrasi (SRT) 20 Palu.
Sebelumnya, Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 22 Sigi, yang berlokasi di Sentra Nipotowe Palu, juga telah memulai MPLS sejak 14 Juli lalu.
Hingga kini, terdapat dua sekolah rakyat yang telah resmi beroperasi di Provinsi Sulawesi Tengah.
Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, menyampaikan, sejak 14 Juli 2025, 63 dari total 100 Sekolah Rakyat yang masuk Tahap 1 A telah memulai proses belajar mengajar.
Sementara 37 sekolah sisanya dibuka secara bertahap sepanjang Agustus, termasuk SRT 20 Palu, Sulawesi Tengah, yang masuk Tahap 1 B.
“Kami menargetkan tahun ini 159 Sekolah Rakyat beroperasi, mencakup Tahap 1A, 1B, dan 1C,” kata Gus Ipul, sapaan akrabnya.
Kata dia, beberapa lokasi masih dalam proses renovasi. Tidak menutup kemungkinan jumlahnya bertambah.
“Program ini adalah bukti nyata komitmen pemerintah untuk membuka akses pendidikan yang adil bagi anak Indonesia,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa anak-anak dari keluarga miskin memiliki hak yang sama untuk bermimpi, belajar, dan berkembang.
“Sekolah Rakyat hadir untuk memberi kesempatan itu. Kami percaya bahwa kemiskinan bukan takdir. Dengan pendidikan yang tepat, setiap anak dapat meraih masa depan yang lebih baik,” ungkap Gus Ipul.
Dibanding dengan SRMP 22 Sigi yang menampung 50 Siswa, SRT 20 Palu yang berlokasi di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Daerah Provinsi Sulawesi Tengah menampung lebih banyak siswa dengan jumlah delapan rombel atau 200 siswa yang berasal dari berbagai kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tengah.
Dari total 200 siswa tersebut, 125 orang berada di jenjang Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA/SMA) dan 75 orang di Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP/SMP).
Sebagian besar siswa berasal dari Kota Palu (148 siswa), sementara sisanya berasal dari Poso (21 siswa), Sigi (19 siswa), Banggai Kepulauan (4 siswa), Donggala (4 siswa), Parigi Moutong (3 siswa), dan Buol (1 siswa).
Di jenjang SMA, tercatat 58 siswa laki-laki dan 67 siswa perempuan. Sementara di jenjang SMP, terdapat 37 siswa laki-laki dan 38 siswa perempuan.
Siswa-siswi memiliki keragaman demografis dan keberagaman agama yang menjadi ciri khas Sekolah Rakyat, yang menekankan prinsip inklusivitas dan pemerataan pendidikan.
Pada pembukaan MPLS SRT 20 Palu, Wakil Gubernur Sulawesi Tengah dr. Reny A. Lamadjido, menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang mewujudkan Sekolah Rakyat Terintegrasi 20 Palu.
Ia menegaskan, sekolah ini adalah wujud kepedulian pemerintah terhadap anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem, yang terselenggara melalui kerja sama Kemensos, pemerintah provinsi, Kementerian Pekerjaan Umum, Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah, dan berbagai instansi terkait lainnya.
“Sekolah ini memberikan kesempatan setara untuk belajar, mengembangkan karakter, keterampilan, dan nilai kebersamaan. Pendidikan dianggap sebagai jembatan emas menuju masa depan,” ungkapnya.
Wakil Gubernur Sulawesi Tengah juga mengajak para orang tua untuk aktif mendukung pendidikan anak-anak, tidak hanya selama menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat, tetapi juga hingga melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Ia menegaskan bahwa dukungan keluarga adalah kunci keberhasilan anak dalam meraih masa depan yang lebih baik.
Kepala Sentra Nipotowe Palu sekaligus PIC SRT 20 Palu, Diah Rini Lesmawati, menegaskan, MPLS menjadi momen penting bagi siswa untuk beradaptasi dengan lingkungan sekolah, memahami budaya belajar, dan membangun rasa kebersamaan lintas daerah.
“Kami berharap seluruh siswa dapat memanfaatkan MPLS ini untuk menumbuhkan semangat belajar, membangun karakter, dan menjalin persaudaraan,” ujarnya.
Diah mendorong semua pemangku kepentingan untuk membangun lingkungan belajar yang inklusif dan ramah anak di Lingkungan Sekolah Rakyat.
Ia juga mengajak guru, tenaga kependidikan, wali asuh dan wali asrama untuk memelihara semangat, kesabaran, ketulusan, dan dedikasi dalam mendidik dan membina siswa Sekolah Rakyat.
“Setiap siswa adalah permata yang belum dipoles. Kita wajib membimbing mereka untuk percaya diri dan berani bermimpi,” ujarnya.
Kepala Sekolah Rakyat Terintegrasi 20 Palu, Anita, mengaku merasa terhormat dapat memimpin SRT 20 Palu.
“Tugas kami bukan hanya menyampaikan pelajaran, tetapi juga membimbing anak-anak untuk tumbuh menjadi generasi yang tangguh dan memastikan keamanan dan perlindungan mereka karena semua siswa sekolah rakyat tinggal di asrama,” katanya.
Kegiatan MPLS dirancang berlangsung selama dua minggu dan dilanjutkan dengan kegiatan matrikulasi.
Kurikulum Sekolah Rakyat dirancang secara khusus dan kontekstual (tailor-made) untuk menyesuaikan kebutuhan siswa dan konteks sosial di sekitarnya, dengan memadukan standar nasional dan kekhasan lokal. Terdiri dari tiga muatan utama kurikulum persiapan, kurikulum sekolah formal dan kurikulum asrama (boarding).
Salah seorang orang tua siswa, Jumiati, sangat bangga anaknya diterima di jenjang SMP Sekolah Rakyat Terintegrasi 20 Palu, ditengah-tengah keterbatasan ekonomi yang dihadapi keluarga.
Suaminya bekerja sebagai buruh harian lepas, sementara Jumiati sendiri adalah ibu rumah tangga yang saat ini sedang hamil dan sudah memiliki empat anak.
“Kami sangat bersyukur anak saya bisa bersekolah di Sekolah Rakyat, ini sekaligus membantu meringankan beban ekonomi keluarga kami,” ungkapnya dengan haru. ***