SIGI – Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Dr Sahran Raden, menjadi narasumber penyuluhan hukum yang dilaksanakan oleh mahasiswa KKN Tematik UIN Datokarama, di Desa Bora, Kabupaten Sigi, Senin (19/05).

Di hadapan para peserta yang terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh pemuda, para remaja dan siswa itu, Sahran menyampaikan materi mengenai “Aspek Hukum Bullying dan Tindakan Kekerasan Terhadap Anak”.

Sahran mengatakan, secara umum, tindak pidana bullying atau perundungan dikenal sebagai tindakan kekerasan terhadap anak yang terjadi di sekolah.

“Bullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakitinya,” kata Sahran, mengawali materinya.

Kata dia, bullying dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti fisik (penganiayaan fisik), verbal (penghinaan, ejekan), dan sosial (pengucilan, menyebarkan rumor).

“Tujuan dari bullying biasanya untuk memberi rasa dominasi, mengintimidasi, atau merendahkan korban,” ujarnya.

Menurutnya, kekerasan terhadap anak dapat terjadi di berbagai lingkungan, termasuk di rumah, di sekolah, dan dalam masyarakat.

Kepada peserta yang hadir, Sahran menawarkan sejumlah mitigasi yang bisa dilakukan, antara lain pembemtukan satgas tindak kekerasan anak di masyarakat dan sekolah, memperbanyak sosialisasi dan literasi anti bullying.

Selanjutnya, pembuatan kurikulum anti kekerasan disertai dengan metode pembelajaran yang lebih merespon kecakapan perdamaian dan toleransi pada siswa, penyelesaian melalui restorasi justice pada pihak kepolisan, dan penyelelesaian melalui lembaga adat di desa.

“Solusi ini sebagai tawaran adanya tindak pidana bullying dan kekersan terhadap anak setiap tahun terjadi dinamika, kadang naik dan turun di Kabupaten Sigi,” katanya.

Olehnya, kata dia, kondisi ini harus menjadi tanggung jawab semua pihak, termasuk negara, masyarakat, juga orang tua dan keluarga.

“Dalam hal tidak adanya keberadaan dari orang tua, tidak diketahui keberadaannya, ataupun karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawabnya dapat beralih kepada keluarga yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

Selanjutnya, kata dia, tanggung jawab tersebut juga menjadi kewajiban pihak sekolah.

Menurutnya, sekolah sebagai tempat pendidikan memiliki kewajiban untuk mencegah terjadinya bullying, baik secara etis dan moral maupun secara hukum.

“Hal ini karena ketika para siswa berada di sekolah, sekolah bertindak sebagai “orang tua pengganti”, yang memiliki tugas untuk mendidik dan melindungi para siswa semaksimal mungkin dari segala bentuk kekerasan,” katanya. */RIFAY