PALU- Dee Lubis, selaku Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Donggala pada 2019 dan Plt. Inspektur Inspektorat Kabupaten Donggala dan Mardiana, Direktur CV. Mardiana Mandiri Pratama masing-masing dituntut 4 tahun dan 6 bulan penjara atau 4,5 tahun penjara

Selain hukuman penjara, keduanya diwajibkan membayar denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp462 juta bagi terdakwa Dee Lubis dan Rp774.198.727 bagi terdakwa Mardiana subsider 2 tahun 3 bulan penjara.

Tuntutan tersebut di bacakan dalam masing-masing berkas terpisah oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mutiara Ayu pada sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Chairil Anwar, turut dihadiri oleh masing-masing kuasa hukum terdakwa di Pengadilan Negeri Kelas 1 A PHI/ Tipikor/Palu, Jalan Samratulangi, Kota Palu, Selasa (17/12) dan Rabu (18/12).

Dalam tuntutanya Mutiara Ayu menyatakan terdakwa secara sah bersalah sebagaimana dakwaan subsider Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Terdakwa Dee Lubis menerima uang senilai Rp462 juta dan Mardiana Rp774.198.727, untuk kepentingan pribadi,” katanya.

Dalam tuntutan juga Mutiara menguraikan Aliran dana sebesar Rp462.191.100 masing-masing kepada 3 orang camat sebesar Rp8 juta, kepada Andi Rp56 juta, kepada desa-desa sebesar Rp83.150.000, sebagian besar diterima oleh camat sebesar Rp332 juta. Aliran dana kepada 7 orang camat lainnya sebesar Rp65 juta.

Mutiara mengatakan, hal memberatkan diantaranya terdakwa Dee Lubis tidak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit serta tidak menyesali perbuatannya.

Usai pembacaan tuntutan, Ketua Majelis Hakim Chairil Anwar memberikan kesempatan kepada terdakwa dan penasihat hukumnya mengajukan pembelaan pada Senin 23 Desember bagi terdakwa Dee Lubis dan Selasa 24 Januari bagi terdakwa Mardiana.

Dee Lubis melalu kuasa hukumnya Abdul Muin mengatakan, tuntutan Jaksa terhadap kliennya berat.

Sebab menurutnya sesuai fakta persidangan tidak terbukti menerima atau memakai uang tersebut, adanya kliennya “dikambinghitamkan”.

Namun demikian atas tuntutan Jaksa tersebut kata Muin, pihaknya tetap mengajukan pembelaan secara tertulis. Lalu majelis hakim menilainya. Kalaupun terbukti, pihaknya mengajukan upaya hukum.

“Tapi semua kembali kepada kliennya,” kata Muin dari kantor hukum Gita dan Parners beralamat di Jalan KH. Wahid Hasyim, Kota Palu, usai pembacaan tuntutan.

Muin menambahkan,dalam perkara dugaan korupsi TTG ini sebenarnya ada aktor utama menungganginya, dirinya tidak bisa merincikan secara detail siapa aktor utama tersebut, sebab bukan menjadi kewenangannya, tapi kewenangan aparat penegak hukum (APH) menelusuri dan menyelidiki lebih lanjut serta adanya laporan masyarakat.

Dee Lubis bersama Mardiana, terlibat dalam kasus pengadaan Alat Teknologi Tepat Guna (TTG) di 116 desa Kabupaten Donggala. Kegiatan tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.873.509.827 berdasarkan hasil audit BPK.

Terdakwa Dee Lubis meminta Mardiana menaikkan harga TTG sebesar 15% ditambah PPN dan PPh dalam proposal pengadaan, yang kemudian direvisi sesuai instruksinya.

Dee Lubis juga mewajibkan penerbitan rekomendasi pencairan Dana Desa Tahap III sebagai syarat pengadaan TTG. Ketentuan ini digunakan untuk memaksa kepala desa agar menganggarkan dan membayar TTG meskipun bukan syarat resmi pencairan dana.

Akibatnya, 41 desa menganggarkan TTG di APBDes 2020 dan 71 desa di APBDes Perubahan 2020. Beberapa desa bahkan diwajibkan menandatangani perjanjian untuk menganggarkan dan membayar TTG pada tahun berikutnya.

Dari total pembayaran sebesar Rp 5.454.022.327 untuk pengadaan TTG, Mardiana tidak mengirimkan barang ke 6 desa meskipun telah menerima pembayaran lunas sebesar Rp 300 juta. Selain itu, pelatihan TTG yang dijanjikan hanya diberikan kepada 27 desa dengan biaya Rp 48.170.000, meskipun 108 desa sudah membayar biaya pelatihan.

Dalam proses pencairan dana, Dee Lubis mewajibkan desa membawa dokumen tambahan dan rekomendasi dari Inspektorat Kabupaten Donggala. Jika desa tidak menganggarkan TTG, maka dana desa tahap III tidak bisa dicairkan. Hal ini memaksa desa-desa mengikuti pengadaan TTG yang diadakan oleh CV. Mardiana Mandiri Pratama.

Dari pembayaran pengadaan tersebut, Dee Lubis menerima Rp 131 juta yang digunakan untuk kepentingan pribadinya. Selain itu, sejumlah camat dan pejabat turut menerima nominal antara Rp 3 juta hingga Rp 17 juta, dengan total Rp 83.150.000.

Perbuatan ini memperkaya diri sendiri, Mardiana, serta pihak-pihak terkait lainnya.
Selama periode 2019 hingga 2022, Dee Lubis bersama Mardiana menjalankan pengadaan TTG tanpa berpedoman pada aturan pengadaan barang/jasa desa.

Reporter: IKRAM/Editor: NANANG