PALU – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Provinsi Sulteng menggelar Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) di salah satu hotel di Kota Palu, Selasa (19/12).
Mukerwil tersebut dibuka Ketua Umum DPP PAN, Zulkifli Hasan, dihadiri Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN Eddy Soeparno, Wakil Sekjen yang juga Wakil Wali Kota (Wawali) Palu, Sigit Purnomo Said dan Ketua DPW PAN Sulteng Oskar Paudi, jajaran pengurus PAN lainnya, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, beserta Gubernur Sulteng yang diwakili Sekretaris Provinsi (Sekprov) Hidayat Lamakarate.
Pembukaan Mukerwil juga turut dihadiri perwakilan dari partai politik lain, seperti PKS, PKB, Gerindra dan lainnya.
Zulkifi dalam kesempatan itu menguraikan secara ringkas perihal tema yang diambil dalam Mukerwil, yakni “Menjahit Kembali Merah Putih”.
Menurutnya, banyak fenomena selama ini yang terkesan memecah belah persatuan. Ada yang membawa-bawa nama agama, suku dan ras. Bahkan, kata dia, dalam satu agamapun saling serang.
“Makanya merah putih kita terkoyak-koyak, biasanya juga gara-gara Pilkada dan lainnya. Jadi ada politik belah bambu membawa suku dan lainnya. Maka PAN harus pelopor menjahit kembali merah putih. Ajak partai-partai yang lain,” tutur Ketua MPR RI itu.
Selain dalam urusan politik, kasus-kasus korupsi juga menjadi salah satu penyebab yang “mengoyak” merah putih. Saat ini kata dia, dalam sehari paling kurang ada lima sampai enam kepala daerah yang terseret kasus korupsi, beberapa diantaranya terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Soal korupsi, Pasha (Wawali), hati-hati,” katanya.
Ketum juga menyinggung adanya kesenjangan perhatian pemerintah pusat antara satu daerah dengan daerah lain. Di Sulteng kata dia, dana yang dialokasikan dari APBN hanya dalam kisaran Rp2 triliun, sangat jauh berbeda dengan daerah yang ada di wilayah Pulau Jawa.
“Jakarta R080 triliun, Surabaya Rp11 triliun, Bandung Rp10 triliun. Kapan bisa ngejarnya? Kesenjangan banyak hasilkan pengangguran. Di tambang jastru banyak pekerja dari Tiongkok, maka lahirkan social distrust (ketidakpercayaan sosial),” katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam rangka “menjahit merah putih” maka yang dikedepankan terlebih dahulu adalah Negara, bukan kelompok atau partai.
“Jadi Indonesia dulu baru partainya. Jangan partainya yang diatas. Ajak yang lain untuk perkuat persatuan. PAN jangan pake isu sara, agama dan suku. Kita adu konsep, adu gagasan dan fastabiqulkhairaat, berlomba-lomba dalam kebaikan,” imbaunya.
Kepada kader dia berpesan agar tidak hanya sekadar menjadi kader transaksional yang hanya mau mengikuti agenda partai karena iming-iming uang. Para kader, kata dia, harus mampu membuat gerakan-gerakan yang bisa mempererat persatuan.
Selain itu, harus pula mengenal dan mencintai daerahnya masing-masing agar bisa mengetahui apa saja yang dibutuhkan.
“Kepada para anggota DPRD, ayo bicara jika melihat ada kebijakan yang tidak sesuai. Anggota DPRD harus bisa mempengaruhi kebijakan yang yang tidak sesuai. Kalau ada gerakan kejahatan kemanusiaan, kader PAN mesti ngomong,” tekannya.
Sekaitan dengan itu, dia menyentil tidak adanya peran strategis dari Wawali maupun Ketua DPW untuk menyikapi kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Palestina saat ini.
“Dari Sulteng mana? Saya pantau tapi nggak pernah liat. Begitu juga saat pengusiran Ustadz Abdul Somad di Bali, apa yang sudah dilakukan oleh PAN di Sulteng. Mestinya sebagai kader, bicara dan menjelaskan ke public bahwa tidak semua orang Bali seperti itu, agar bisa membuat masyarakat tenang,” imbuhnya.
Sementara Ketua DPW PAN Sulteng, Oskar Paudi, mengatakan, saat ini bukan lagi berbicara visi misi atau program.
“Tapi langsung eksekusi untuk bisa mendapatkan kursi di DPR RI. Sekarang kuota kursi Sulteng di DPR RI sudah bertambah menjadi tujuh, maka PAN harus bisa memperoleh satu kursi, minimal bisa berada di posisi kursi kelima. PAN ini kecil di Barat, tapi besar di Timur, maka itulah yang harus kita manfaatkan,” tutupnya. (RIFAY)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.