PALU – Sebanyak 28 advokat dari Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang tergabung dalam Tim Pembela Profesi Advokat (TPPA) mengajukan uji materiil (judical review) pasal 458 ayat 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tantang Pemilu, ke Mahkamah Konstitusi (MK), pekan lalu.
Pasal tersebut berisi “Penyelenggara Pemilu yang diadukan harus datang sendiri dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain”.
Permohonan itu telah diterima Kepaniteraan MK dengan Nomor: 1865/PAN.MK/III/2019.
Uji materil itu sendiri diajukan oleh pemohon Petrus Bala Pattyona. Salah satu advokat yang diberi kuasa untuk melakukan uji materil itu adala Ketua DPD KAI Sulteng, Riswanto Lasdin.
Petrus selaku pemohon mendalilkan ketentuan dalam Pasal 458 ayat 6 UU Pemilu telah merugikan, tidak memberikan kepastian hukum.
Sebab kata dia, Majelis DKPP pernah menolaknya dalam persidangan yang berlangsung di Gedung Arsip Banda Aceh tanggal 5 Desember 2018, saat dirinya mendampingi empat komisioner KIP Nagan Raya, selaku Penyelenggara Pemilu.
Atas penolakan tersebut, Petrus merasa sebagai advokat telah mengalami kerugian konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 1, ayat 2 dan Pasal 28 ayat 1 dan 2 UUD 45.
Salah satu kuasa hukum, Riswanto Lasdin, pekan lalu, mengatakan, adanya ketentuan dalam pasal 458 ayat 6 tersebut telah merugikan dan membatasi profesi advokat serta merupakan pembatasan hak-hak konstitusional para advokat.
“Sehingga MK harus menyatakan ketentuan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,” kata Riswanto.
Menurutnya, frasa tidak dapat menguasakan kepada orang lain harus dibatalkan karena MK pernah membatalkan suatu frasa sebagaimana dalam putusan Nomor: 01/PUU-XI/2013 tanggal 16 Januari 2014.
Saat itu, kata dia, MK membatalkan frasa suatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan sebagaimana dalam Pasal 335 KUHP.
“Ketentuan tersebut merupakan norma yang tidak jelas, bias, multi tafsir, perlakuan yang tidak adil dan tidak ada kesamaan di hadapan hukum,” terangnya.
Dia menambahkan, permohonan uji materi yang sedang dilakukan itu merupakan ikhtiar yang bisa dikatakan mewakili advokat di Indonesia.
Di mana, kata dia, para advokat menginginkan Pemilu harus dijalankan dengan tidak menyimpangi hak-hak konstitusional advokat dalam menjalankan profesinya. (IKRAM)