DALAM khazanah budaya Islam di Indonesia, penobatan kepada tokoh agama cukup beragam. Kita mengenal kata kiai, buya, haji, ustadz, syekh, sayid dan yang paling banyak kita dengar sebelumnya dan akhir-akhir ini adalah Habib atau Habaib.
Habib atau Habaib sendiri adalah istilah yang digunakan kepada zuriat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Habib secara harafiah berarti yang dicintai; kekasih. Ini adalah gelar kehormatan yang ditujukan kepada para keturunan Nabi Muhammad yang tinggal di daerah lembah Hadramaut Yaman. Di Indonesia, habib semuanya memiliki moyang yang berasal dari Yaman, khususnya Hadramaut.
Tapi apakah hanya mereka yang menyandang Habib keturunan Nabi Muhammad? Sebab hampir tidak ditemukan gelar kehormatan yang sekufu (setara) dengan gelar kehormatan ini. Namun rupanya bukan hanya habaib berasal dari keturunan nabi, tapi mereka yang di belakang namanya, ada nama Azmatkhan. Walaupun ada sebagian Habaib di Nusantara menggunakan gelar Habib di depan namanya dan Azmatkhan juga di belakang namanya. Ya Azmatkhan juga adalah keturunan Nabi Muhammad SAW, juga dari jalur Ibnu Fatimatu Zahrah binti Rasulullah Muhammad Saw, Sayyidina Husein Radhiallahu ‘anhu.
Mungkin Azmatkhan masih asing di telinga warga Nusantara. Namun konon walisongo dan beberapa kesultanan Islam nusantara seperti kesultanan Demak, Banten, Cirebon, Palembang serta kesultanan-kesultanan di Indonesia lainnya adalah keturunan nabi yang leluhurnya konon adalah Azmatkhan.
MAL Online mencoba mengutip secara tersebut, disari dari Jurnal “Asal Usul Nama Azmat Khan (Leluhur Walisongo), yang disusun oleh Rabithah Azmatkhan, dalam catatan ilmiah tersebut dituliskan sejarahnya sebagai berikut:
Sejarah Azmatkhan telah banyak ditorehkan dalam tulisan oleh beberapa sejarawan Islam nusantara dan juga beberapa ahli nasab yang konsen akan perkembangan nasab di nusantara ini.
Dari mana awal Azmatkhan ini? Seperti tradisi pada bangsa Arab dan juga di beberapa negara lainnya termasuk Indonesia, sangat memperhatikan nama panggilan (kuniyah) ataupun gelar (laqob) selalu saja ada latar belakangnya. Kuniyah sendiri adalah salah satu karakteristik memanggil seseorang melalui ayahnya ibunya atau anaknya seperti menggunakan nama-nama ayah atau leluhur terkait dengan nama seseorang. Sedangkan untuk gelar (laqob) sering berkaitan dengan sebuah keistimewaan yang terdapat pada orang tersebut, baik itu berhubungan dengan karakter, jabatan, keilmuan adat-istiadat, keahlian dan lain sebagainya.
Pada masa-masa awal berkembangnya keturunan ahlul bait Rasulullah SAW, khususnya keturunan Sayyidina Husein kebanyakan nama-nama yang muncul sebelum menjadi marga. Nama-nama panggilan (Kuniyah) atau gelar (laqab) masih terbatas pada pemilik nama tersebut.
Seperti misalnya Imam Ali As- Sajjad, Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Jakfar Shodiq Imam Musa Al-Kadzim, Imam Al Uraidhi, Imam Ahmad Al-Muhajir dan lain-lain. Ke semua nama tersebut ini nama panggilan atau gelar mereka kebanyakan ke bawahnya tidak menjadi marga.
Marga sendiri berfungsi sebagai identitas khusus yang dimiliki oleh setiap masing-masing keturunan dalam jumlah cukup besar. Di beberapa negara sebuah marga jumlah pemakaiannya ribuan dan itu terdapat pada masing-masing rumpun keluarga.
Untuk Imam Musa Al-Kadzim sendiri, sepengetahuan kami nama beliaulah di kemudian hari dijadikan marga, keturunan beliau banyak di Iran dan Irak dengan marga Al Musawi. Sedangkan nama-nama lain terutama nama panggilan jarang menjadi marga.
Adanya nama panggilan atau gelar kemudian hari menjadi marga terutama berhubungan dengan keturunan Imam Ahmad Al Muhajir justru terjadi setelah era cucunya yaitu Al-Imam Alwi Mubtaqir Bin Imam Ubaidillah Shohibul Aradh.
Al-Imam Ahmad Al-Muhajir adalah pelopor pertama dari ahlul bait yang hijrah dari Basrah Irak menuju Hadramaut Yaman. Beliau hijrah dari Basrah Irak guna menghindari banyaknya fitnah terjadi pada masa itu baik dari segi kekuasaan maupun akidah. Dari Basrah Irak Kemudian beliau hijrah dan menetap di Hadramaut Yaman hingga akhir hayatnya.
Di Hadramaut ini beliau mempunyai anak bernama Imam Ubaidillah/Abdullah yang kemudian mempunyai anak bernama Imam Alwi Al Mubtakir. Di era Imam Alwi Mubtakir inilah terutama para keturunannya julukan ataupun gelar banyak menjadi marga.
Keturunan Imam Alwi Al akhir atau Alwi Al Awwal (Alwi yang pertama) ini di kemudian hari menjadi sebuah keluarga besar menyebar ke seantero Hadramaut Yaman dan dunia. Mereka disebut ” Bani Alawi ” atau keluarga besar ” Alawiyyin” (berasal dari nama Imam Alwi Al Mubtakir). Dari bani Alawi ini Kemudian pada masing-masing keluarga tertentu mempunyai nama gelar atau julukan kemudian hari menjadi marga seperti Assegaf, Al Attas, Al Habsyi, Al Idrus, Al Muhdor, Al Aidit, Al-Haddad, Basyaiban, Jamalulail, Bin Syekh Abu Bakar, Bin Jindan, Al- Hamid, Ba’abud, Al-Jufri, Al- Hadar dan masih banyak ratusan marga lainnya.
Nah bagaimana dengan nama Azmatkhan itu sendiri ? Dalam sejarah keturunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (SAW) khususnya keluarga besar Alawiyyin yang ada di Hadramaut Yaman, nama Azmatkhan sebenarnya telah masuk sebagai salah satu cabang keturunan dari Al-Imam Alwi AL Mubtakir bin Al Imam Ubaidillah Sohibul Aradh bin Imam Ahmad Al Muhajir Al Husaini itu tercatat di beberapa kitab rujukan nasab digunakan oleh beberapa lembaga nasab di nusantara ini seperti kitab Syamsu Zahira dan Khidmatul Asyirah.
Disandingkan dengan nama-nama marga dipakai oleh keluarga besar Alawiyyin ada di Hadramaut Yaman atau mereka berada di negara lain nama Azmatkhan memang memiliki perbedaan dan karakter cukup khas dan unik ini disebabkan karena marga Azmatkhan tidak muncul di Hadramaut Yaman Pada masa itu.
Nama Azmatkhan justru muncul di negeri India, bagi mereka tidak mempelajari sejarah Islam di India secara mendalam akan menyangka jika di India akar keislamannya tidak ada hubungan dengan keluarga besar Alawiyyin, padahal kenyataannya peran serta keluarga besar Alawiyyin dalam menyebarkan agama Islam di India sangatlah besar termasuk keluarga Azmatkhan.
Mengenai hal tersebut Sayyid Alwi Bin Thohir Al Haddad (2001:164) mencatat jika keluarga besar berkaitan dengan Azmatkhan ini semula berada di Hadramaut menjadi terputus dari tanah airnya, sehingga di Hadramaut Yaman tidak terdapat lagi keluarganya termasuk keluarga besar Al Qadri, Bafaraj, Khaneman.
Oleh karena itu sangatlah wajar jika sampai ini, masih banyak keluarga besar Alawiyyin merasa asing dengan nama Azmatkhan.
Pada 569-575 Hijiriah wilayah Hadramaut Yaman pernah mengalami berbagai politik dan kekuasaan. Pada masa itu suasana sangat mencekam apalagi setelah ditaklukannya Kota Tarim oleh pasukan Turansyah Al Ayyubi.
Pasukan Turansyah dipimpin oleh Utsman bin Ali Al Zanjiliat Tikriti haus kan darah telah banyak membunuh para ulama dan fuqaha di Kota Tarim. Salah satu tokoh diincar untuk dibunuh adalah Imam Alwi Ammu Faqih Bin Imam Muhammad Shohib Mirbath.
Siapa Imam Alwi Ammu Faqih ini ? Ia adalah satu ulama besar di Tarim pada masa itu, seorang yang alim kaya dan dermawan. Imam Alwi Ammu Faqih adalah paman Al Faqih Muqoddam atau Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath. Al Faqih Muqoddam salahsatu Imam Alawiyyin namanya banyak disebut-sebut hingga kini oleh keturunannya.
Dalam keterangan tentang Imam Alwi Ammul Faqih ini, ayah dari Al Imam Abdul Malik Azmatkhan adalah Al-Imam Alwi Bin Muhammad Shohib Mirbath lahir di Tarim. Ia seorang ulama besar pemimpin kaum Arifin, hafizhul Quran selalu menjaga lidahnya dari kata-kata tidak bermanfaat, dermawan, cinta kepada fakir miskin dan memuliakannya, banyak senyum.
Imam Alwi Bin Muhammad Shohib Mirbath dididik oleh ayahnya dan belajar kepada beberapa Ulama di antaranya Syaikh Salim Bafadhal, As- Sayyid Salim bin Basri, Syaikh Ali bin Ibrahim Al Khatib. Ia wafat pada hari Senin bulan Dzulqaidah 613 Hijiriah di Tarim dan dimakamkan di perkuburan Zanbal Tarim Hadramaut Yaman.
Pada masa Imam Alwi Ammul Faqih ini, menurut Sayyid Ahmad bin Abdullah Assegaf (1964 : 1) Iya mempunyai anak bernama, Abdul Malik (lahir di Tarim Hadramaut Yaman), Abdullah, Abdurrahman dan Ahmad.
Di antara 4 orang anak ini anak pertama bernama Imam Abdul Malik telah melakukan hijrah ke negeri India Imam Abdul Malik ini melakukan hijrah setelah melihat bencana dan kezaliman menghawatirkan dilakukan penguasa saat itu. Hadramaut Yaman terutama Kota Tarim dirasa Pada masa itu kurang menguntungkan untuk keluarga besar Imam Abdul Malik. Oleh karenanya demi untuk menyelamatkan aqidah dan juga keluarga besar Maka Ia memutuskan hijrah ke negeri India.
Hijrahnya Iyla ke India ini sangat jelas mengikuti jejak dan langkah dari Imam Ahmad Al-Muhajir sehingga sangat layak jika Imam Abdul Malik disebut Al Muhajir Tsani (Al-Muhajir 2). Dalam tulisan Fairuz Khoirul Anam (2010:132) Imam Abdul Malik dikenal dengan gelar Al Muhajir Ilallah, karena ia hijrah dari Hadramaut ke India untuk berdakwah sebagaimana kakeknya Al Imam Ahmad bin Isa yang juga digelari Al-Muhajir karena beliau hijrah dari Irak ke Hadramaut untuk berdakwah.
Imam Abdul Malik hijrah ke satu tempat yang Islamnya pada itu masih belum begitu besar sama seperti Imam Ahmad Al-Muhajir ketika hijrah ke Hadramaut Yaman kondisi umat Islam yang tidak sebaik seperti sekarang ini pada masa itu masih banyak penganut aqidah-aqidah menyimpang dari Islam.
Namun berkat pendekatan cerdas dari Imam Ahmad al-muhajir banyak dari masyarakat berada di Hadramaut Yaman tersadarkan dan akhirnya menjadi pengikut Imam Ahmad Al Muhajir.
Menurut KH Abdulah Bin Nuh (1963:158) Imam Abdul Malik lahir di Tarim Ia adalah seorang sholeh dan banyak ibadah. Imam Abdul Malik tumbuh dalam asuhan ayahnya sehingga ia menjadi seorang ulama besar pada zamannya. Ia hijrah Ke luar dari Hadramaut ke India Imam Abdul Malik hijrah pada awal abad ke-7 Hijiriah.
Pada masa itu negeri India dikuasai oleh Muhammad bin Dan Al Ghurri dengan kesultanan Delhi, Pada masa itu sedang membangun kekuatan Negara Islam cukup disegani.
Setelah Imam Abdul Malik hijrah ke negeri India maka kemudian langkah ini disusul oleh keluarga besar Alawiyyin lainnya. Tidak heran hingga kini di beberapa daerah India banyak keturunan dari keluarga besar Alawiyyin ini.
Pada masa awal ke-7 ini Imam Abdul Malik mulai melakukan dakwah islamiyah Imam Abdul Malik dalam dakwahnya telah menjalin komunikasi beberapa penguasa India Pada masa itu. Sayyid Idrus Alwi Al Masyhur (2012 :150) mencatat bahwa dia Ahmad abad Imam Abdul Malik setelah diangkat menjadi salah satu tokoh sufi yang menjadi rujukan Sultan dan masyarakat setempat.
Sehingga dengan kapasitas keilmuannya di bidang fiqih dan tasawuf mumpuni, Ia mempunyai hubungan baik dengan sultan penguasa setempat bernama Nashiruddin Syah Iltutmisy. Bahkan setelah mengetahui Imam Abdul Malik seorang Syarif yang silsilah nasabnya bersambung kepada ahlul bait Sultan Nashiruddin Syah memberikan gelar ” Amir ” kepada Imam Abdul Malik. Imam Abdullah wafat sekitar 650 Hijiriah di India.
Hijrahnya Imam Abdul Malik ke negeri India ini telah banyak menginspirasi keluarga besar Alawiyyin lainnya. Sehingga pada masa itu banyak para ulama , sufi menjadi guru yang datang dari Hadramaut Yaman untuk kemudian membentuk perkampungan-perkampungan Arab seperti keluarga besar Alaidrus Idrus dan Basyaiban.
Kota-kota Islam di India terkenal pada masa itu sering disinggahi para pelajar dan ulama adalah Ahmadabad, Haydarabat, Nashrabad atau sebagian wilayah Gujarat. Sampai saat ini daerah Ahmadabad, Haydarabat, Nashrabad , masih bertahan dengan akar keislamannya.
Dan itu karena adanya kerjasama antara keluarga besar alawiyin dengan penguasa setempat saat itu memang sangat peduli dengan perkembangan ilmu pengetahuan Islam. Ada tiga kota pada masa Imam Abdul Malik dan juga yang lainnya banyak terdapat madrasah-madrasah, majelis taklim dan khaloqah-khaloqah terutama kota Ahmadabad pada masa itu kota ini tidak jauh berbeda dengan Kota Tarim Hadramaut Yaman sekarang ilmu pengetahuan Islam bertaburan dimana-mana dapat di katakan bahwa kota Ahmadabad adalah kota ilmu disamping juga Haedarabad dan Nashrabad.
Tentang bagaimana profil seorang Imam Abdul Malik, seorang ulama besar Hadramaut yaitu As Sayyid Abu Bakar Al Adni bin Ali Masyhur (2011 :57) dalam menulis bahwa Imam Abdul Malik tinggal di daerah (Bruj) India, riwayat hidupnya bagus dan memiliki keturunan di India.
Hal ini menandakan jika Imam Abdul Malik merupakan tokoh dipandang cukup terhormat di kalangan ulama Hadramaut sekali pun kakeknya lebih banyak hidup di India dan wafat di sana. Fairuz Khoirul Anam (2010: 131) menambahkan jika keturunan Abdul Malik bin Alwi Ammul Faqih ini mempunyai pengaruh besar di India dan Asia Tenggara.
Mereka datang dari Hadramaut ke India pada akhir abad 6 Hijriah. Imam Abdul Malik bahkan mempunyai hubungan baik dengan kerajaan India para pembesar dan para ulama di sana tak heran bila keluarga besar dapat menyebar ke seluruh penjuru India keluarga ini bahkan mempunyai nilai penting bagi masyarakat muslim India.
Imam Abdul Malik di samping tinggal di Ahmadabad , sejarahnya Ia juga pernah lama menetap di Nashrabad. Dalam catatan HMH Al-Hamid Al-Husaini (2010: 773), ketika ia pergi meninggalkan Hadramaut Yaman sekitar 574 Hijriyah di India ia bermukim di Nashrabad.
Di Nashrabad Ia mempunyai beberapa orang anak laki dan perempuan di antaranya Sayyid Abdullah merupakan anak kedua. Saat menetap di Nashrabad inilah muncul nama azmatkhan dinisbatkan kepada keluarga besar Imam Abdul Malik. Memang dari beberapa data telah terjadi perbedaan pandangan dalam menentukan Kepada siapakah nama ini sebenarnya dilekatkan.
Menurut Idrus Alwi Al Mansyur (dalam Muhammad bin As-Syatri 2012: 155) atau julukan Azmatkhan muncul pada masa Imam Abdullah bin Abdul Malik, bahwa nama Azmatkhan justru muncul setelah terjadinya pernikahan antara Putri Sultan Nashrabat dengan Imam Abdul Malik.
Keterangan tentang menikahnya Imam Abdul Malik dengan salah satu Putri bangsawan kesultanan Nashrabar terdapat pada tulisan Yosef Iskandar (1997: 270k ) di mana salahsatu leluhur Fatahillah adalah Sayyid Abdul Malik yang menikah dengan seorang bangsawan India kemudian Imam Abdul Malik mendapatkan gelar Azmatkhan.
Kedua pendapat ini telah saling menguatkan dan saling melengkapi, kenapa ? karena menurut analisa kami pada saat Imam Abdul Malik hijrah ke India terutama wilayah Nashrabat dan menikah dengan Putri bangsawan Nashrabad, nama azmatkhan secara ilmu nasab memang lebih tepat diberikan kepada Imam Abdul Malik apalagi Ia adalah orang pertama hijrah dari Hadramaut ke India.
Tentu sebagai orang pertama ia akan mendapatkan penghargaan terlebih dahulu di bandingkan dengan anaknya. Diberikannya namanya dengan ditambah gelar Azmatkhan ini karena kemungkinan besar Sultan Nashrabat sudah mendengar bahwa Imam Abdul Malik ini adalah seorang ahlul bait kapasitas keilmuannya sudah terkenal di beberapa wilayah kesultanan Delhi Pada masa itu.
Sehingga sangat wajar jika keberadaannya pun harus dihormati termasuk dalam pemberian gelar baik itu gelar rohani bangsawan ataupun gelar keturunan. Mengenai kebangsawanan Imam Abdul Malik ini juga dicatat oleh DR. Madjid Hasan Bahafdullah (2010:266) dikenal dengan nama Azmatkhan.
Dalam bukunya tersebut ia memberikan porsi khusus mengenai keluarga besar keturunan Imam Abdul Malik Azmatkhan.
Setelah Imam Abdul Malik wafat maka pada masa Sayyid Abdullah bin Abdul Malik gelar ataupun nama Azmatkhan itu telah dikukuhkan atau diresmikan oleh kesultanan Nashrabat untuk kemudian dipakai oleh keluarga besar Sayyid Abdullah tersebut.
Dikukuhkannya nama Azmatkhan dalam kesultanan Nashrabat adalah untuk membedakan dengan gelar bangsawan lainnya. Artinya jika sebuah kesultanan sudah menetapkan bahwa nama itu milik keluarga besar tersebut pihak lain tidak boleh memakai gelar atau julukan tersebut apalagi jika julukan tersebut berkaitan dengan garis keturunan.
Ditetapkannya Sayyid Abdullah dengan julukan Azmatkhan bukan berarti adiknya Sayyid Alwi tidak boleh memakai nama Azmatkhan. Oleh karena itu keturunan Sayyid Alwi azmatkhan sepengetahuan kami tetap memakai gelar atau julukan Azmatkhan.
Memang antara Sayyid Abdullah dan Sayyid Alwi berbeda latar belakangnya jika Said Abdullah lebih konsen pada masalah tata negara Islam dan pemerintahan maka Sayyid Alwi lebih konsen pada masalah hukum-hukum Islam sehingga kelak Said Ali di belakang namanya ditambah dengan gelar Faqih (Alwi Faqih Azmatkhan). Bersambung