TATAPANNYA terlihat sendu, sesekali ia menengok ke kiri dan ke kanan. Di depannya bungkusan kripik pisang yang dijualnya masih menumpuk. Jalan Maleo, tempat dirinya berjualan kripik pisang Selasa tadi (5/4) tampak lengang.
Adalah Pak Zainuddin (51 tahun) warga Tanjung Manimbaya Masomba Palu Selatan. Penjual kripik pisang yang memulai jualannya sejak 2018 usai tsunami.
Harga kripik pisang yang dijualnya terbilang cukup murah, sebungkus hanya 5 ribu rupiah. Pisang itu dikemas dengan rapi dan bersih. Ada dua rasa, original dan rasa bumbu balado.
“Saya sudah lama berjualan kripik pisang. Sebenarnya saya ini buruh bangunan, karena tidak ada proyek bangunan terpaksa saya jualan kripik pisang lagi. Biasanya istri saya yang berjualan di sini kalau saya lagi ada kerjaan,” ungkap Zainuddin kepada MAL Online, Selasa (5/4).
Menurutnya, setiap hari dia memproduksi keripik pisang ini. Setandan pisang sepatu bisa menghasilkan 60 hingga 70 bungkus.
“Berapa juga keuntungan dari kripik pisang ini. Apalagi harga minyak goreng lagi mahal. Setandan pisang hanya bisa meraup keuntungan 100 ribu,” ujarnya.
Kadang kala Zainuddin berangan mau berjualan di toko sendiri tanpa harus berjualan dipinggir jalan yang panas dan berdebu. Namun tempat tinggalnya sendiri bersama istri dan kedua anaknya masih kontrak.
Sebenarnya, tanggungan hidupnya tidak banyak, hanya saja anak pertamanya sudah kuliah, sehingga berbagai kebutuhan mendadak yang tak terduga selalu saja menyeret isi dompetnya.
“Saya berharap semoga di bulan suci Ramadhan ini jualannya laris, mendapat berkah dari Allah, sehingga saya bersama keluarga bisa juga menikmati indahnya Hari Raya Idul Fitri dengan pakai baju baru dan makanan enak,” ujar Zainuddin tersenyum malu-malu.
Reporter: IRMA
Editor: NANANG