Lembaga pendidikan itu bernama YPPI (Yayasan Pendidikan dan Pengajaran Islam), sebuah sekolah swasta di Kota Donggala yang tercatat telah menghasilkan ribuan alumni, kelak di antaranya akan menjadi pemimpin Sulteng di periode mendatang, Rusdy Mastura.
Ya, Rusdy Mastura alias Cudi, sesaat lagi akan ditetapkan sebagai Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) setelah meraup suara terbanyak pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng, 9 Desember 2020 lalu.
Sayangnya, sekolah ini nyaris mengalami kemunduran yang cukup jauh, bahkan bisa disebut mulai terlupakan.
Di tengah kerentaan bangunan-bangunan tua di Kota Donggala, bangunan dengan papan pengenal logo bulan bintang YPPI ini masih bertahan.
Bangunan induk sekolah berlantai dua tersebut terletak di alur Jalan Pettalolo, Kelurahan Boya, tak jauh dari arah barat pelabuhan.
Sepintas, sekolah ini tak jauh beda dengan sekolah dasar lainnya, namun yang membedakan mungkin lebih pada sejarah berdirinya yang penuh kenangan.
Didirikan para tokoh masyarakat yang disokong para saudagar, mandor dan kaum buruh pelabuhan, YPPI pada jamannya terbilang berkembang cukup pesat, mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), hingga Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI).
Tetapi ketika pelabuhan tak bergairah sejak akhir dekade 1980-an, geliat sekolah ini seakan surut. Bahkan sejak awal dekade 1990-an, SMPI yang telah menamatkan banyak siswa itu akhirnya tutup karena berkurangnya peminat.
Padahal di masanya, bukan hanya anak-anak di Kota Donggala yang datang menimba ilmu, tapi juga dari Pantai Barat Donggala. Mereka datang dengan menumpang kapal pemuat kopra dan tinggal di rumah-rumah penduduk dan pulang ke kampung halaman sekali dalam setahun, bila libur panjang.
“Sebagai kepala sekolah, harapan saya adalah sekiranya para alumni tersebut bisa memberi perhatian khusus untuk bangkitnya kembali sekolah ini yang seharusnya lebih jaya ketimbang sebelumnya,” harap Hj. Rosmini Yunus, ketika masih menjabat Kepala Sekolah YPPI, beberapa waktu lalu.
Rosmini mengaku mengetahui bagaimana perkembangan dan jasa sekolah tersebut. Ia pun mengusulkan agar alumni menggagas sebuah reuni akbar untuk duduk bersama memikirkan dan mencari solusi kemajuan sekolah.
Baginya, sekolah ini bukan saja menjadi salah satu peletak dasar pengajaran Islam di Donggala, tapi juga memiliki nilai sejarah sosial dalam perannya mendidik anak-anak.
Keprihatinan serupa pernah diungkapkan mantan Kepala TK YPPI, Ulfah. Ia pun menyayangkan mundurnya sekolah ini, di tengah perkembangan zaman saat ini.
Menurut Ulfah, YPPI adalah saksi dan kenangan masa lalu, bagaimana para tokoh masyarakat, mandor dan buruh-buruh pelabuhan memberi sumbangsih dalam memajukan sekolah.
Setiap bulan, kata dia, para buruh menyisihkan gajinya untuk kemajuan YPPI.
Ladudin adalah salah satunya. Ia merupakan salah satu tokoh buruh yang dianggap sangat berperan memajukan YPPI, terutama dalam kesejahteraan guru dan staf administrasi.
YPPI dirintis tahun 1952. Mulanya tingkat Ibtidaiyah atau setara sekolah dasar. Tahun 1955 dibuatkan akte pendirian sebagai pengakuan status dalam bentuk badan hukum yang terealisasi pada tahun 1959.
Dua tokoh yang namanya tercatat dalam akte yaitu Palangkey yang bertindak sebagai kepala sekolah dan Husen Badjamal selaku tokoh masyarakat.
“Sejak itu orang-orang kaya yang memiliki akses di pelabuhan menjadi pengurus dan donator untuk sekolah, di antaranya mandor Asli dan Ladudin yang dikenal cukup bepengaruh di kalangan kaum buruh waktu itu,” cerita Ulfah.
YPPI SAAT INI
SD YPPI dalam satu dekade terakhir mengalami pasang surut. Kadang jumlah siswanya banyak dan kadang menurun drastis.
Dalam perkembangannya, sekolah ini malah kehilangan SMP pada akhir 90-an. Padahal SMP yang dibentuk tahun 1959, menjadi kebanggaan para orang tua siswa. Mereka berlomba-lomba memasukkan akannya sekolah di sana.
Dulu, yayasan ini memang pernah dirancang untuk lebih maju sampai ke tingkat SMA, mengingat di masa jayanya tahun 1950-an dan 1970-an, cukup banyak donatur yang bersedia menyisihkan hartanya.
Selain masalah pendidikan agama Islam dan pengetahuan umum di sekolah ini, dulu juga aktif pembinaan kesenian tari dan drama.
Pertunjukan dilakukan untuk pencarian dana, bahkan pernah tiga malam pertunjukan diadakan di sekolah dan penonton masuk setelah membayar karcis.
Dana yang terkumpul itu dipakai untuk membangun sampai tiga ruangan kelas baru yang tentunya juga tambahan dana dari para donator.
Dana yang dikumpulkan tidak lepas dari kerja keras seorang wanita yang akrab disapa Ibu Budiman, istri kepala sekolah Palangkey. Dia selalu proaktif menggalang dana masayarakat dan rajin membuat kegiatan sosial untuk kemajuan dan kesejahteraan guru dan tata usaha YPPI.
Selain dapat donator, para siswa setiap pagi diimbau membawa dua atau tiga buah batu untuk dibawa ke sekolah secara sukarela. Batu-batu yang terkumpul itu lama kelamaan cukup banyak, sehingga bisa dijadikan bahan bangunan untuk ruang belajar.
Pada akhirnya, sekolah ini mengalami tantangan. Ketika aktivitas utama pelabuhan Donggala dipindahkan ke Pantoloan, sekolah YPPI mengalami kemunduran sejak akhir dekade 90-an dan berangsur-angsur mulai tergerus dengan munculnya sekolah-sekolah negeri yang lebih banyak mendapat perhatian pemerintah.
Reporter : Jamrin AB
Editor : Rifay