YLC Peradi Gelar Webinar Bahas PKPU First Travel

oleh -
Dari kiri Moh.Amin Khoirani, S.,Sy, Ketua DPC PERADI Palu Dr.Muslim Mamulai,Ketua LYC PERADI Palu, Ilyas M Timumun, S.H.,M.H saat mengikuti webinar. Ahad (12/2). Foto : Ist

PALU- Young Lawyers Committee (YLC) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Palu menggelar kegiatan Webinar Nasional dengan Tema Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) First Travel “Antara Putusan Pidana Versus Putusan Niaga”. Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid luring (luar jaringan) dan dalam jaringan (daring), dan diikuti sekitar 200 peserta dari 500 kuota peserta disiapkan.

Hadir dalam webinar para ahli di bidangnya antara lain, Dr (cand) Mustolih Siradj selaku pemateri, Jamaslin James Purba selaku pembanding dengan keynote speaker Dr.Muslim Mamulai selaku Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PERADI Palu.

Dalam pemaparan materi, Mustolih Siradj memaparkan, perkara pidana money laundering (pencucian uan) dan penipuan melibatkan Pengurus First Travel Andika Surrachman dan istrinya Anniesa Hasibuan dalam putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung menyita aset first travel dan pengurus first travel diperintahkan membagikan hasil penjualan aset kepada para jamaah haji dan ibadah umrah (mereka ini adalah kreditur).

Ia lalu menyebutkan, dalam perkara pidana, eksekutor adalah jaksa, maka Jaksa akan menjual semua aset sudah disita tadi untuk dibagikan kepada para jamaah haji.

“Lalu, bagaimana dengan nasib para kreditur di luar jamaah haji? Tentunya tidak kebagian, karena putusan MA memerintahkan diberikan kepada jamaah haji,” katanya.

Selanjutnya, ia memaparkan First Travel dan para krediturnya (termasuk jamaah haji) sudah sepakat berdamai di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Isi Perdamaian kemudian disahkan (di homologasi) oleh pengadilan dalam bentuk putusan pengadilan.

BACA JUGA :  Menkumham Supratman Andi Agtas Akan Kunjungi Palu dalam Rangka HUT Kota dan Tinjau UPT

Pun putusan ini sudah sah dan mengikat bagi First Travel dan semua jamaah dan para krediturnya (sesuai Ketentuan Pasal 286 UU Kepailitan no. 37 tahun 2004. 

“Isi perdamaian dalam PKPU mengikat sifatnya kecuali sudah di batalkan oleh Pengadilan berdasarkan Pasal 291 UU Kepailitan,” urainya. 

Sementara pemaparan pembanding oleh, Jamaslin James Purba mengatakan, putusan pidana memerintahkan melakukan pembayaran tagihan jamaah melalui penjualan aset First Travel.

“Kreditur diluar jamaah haji termasuk kreditur negara (tagihan pajak) tidak akan di bayarkan jaksa karena perintah dari putusan MA, hanya kepada para jamaah,” paparnya.

Seandainya jaksa kata dia, sudah membayarkan tagihan para jamaah (baik sebagian maupun seluruhnya (jika asset cukup), maka bagaimana status tagihan para jamaah dalam kasus PKPU? Apakah otomatis di hapuskan dan mereka keluar dari PKPU? Kalau tagihannya lunas, tentu tidak masalah di coret dari daftar kreditur di KPU. 

“Jika tagihan para jamaah hanya sebagian kecil yang terbayarkan, maka tentu para jamaah masih berharap mendapatkan pemenuhan hak nya dari First Travel,” katanya. 

BACA JUGA :  Anwar Hafid Optimis, Dukungan Masyarakat Poso Jadi Kekuatan Memenangkan Pilgub

Kalau First Travel tidak melaksanakan Perjanjian Perdamaian dalam PKPU, maka menurutnya, kreditur berhak mengajukan Permohonan Pembatalan Perdamaian ke Pengadilan NIaga (Pasal 291 UU Kepailitan).

“JIka Pengadilan menerrima permohonan pembatalan maka First Travel di nyatakan pailit dan diangkatlah Hakim Pengawas dan Kurator untuk mengurus dan membereskan harta harta First Travel,”bebernya.

Ia menguraikan, dengan terjadinya kepailitan maka berlaku lah Sita umum atas semua asset milik First Travel (tidak termasuk asset pemilik First Travel, kecual dia juga ikut di nyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga).

“Sita umum dalam kepailitan akan berhadapan dengan Sita Pidana dalam kasus pidana tadi,”katanya.

Konsekuensi hukum lain dari terjadinya kepailitan, lanjutnya kurator mengambil alih semua kewenangan Debitur Pailit (First Travel), termasuk mengeksekusi ataupun menjual seluruh asset dan nantinya di bagikan kepada para kreditur sesuai urutan peringkat kreditur (struktur kreditur), mulai dari kreditur preferen, kreditur pemegang agunan (jaminan kebendan) dan kreditur konkuren. 

“Pasal 33 UU Kepailitan melarang proses eksekusi sedang berjalan dilanjutkan oleh kreditur, yang bisa melanjutkan hanya kurator dengan izin Hakim Pengawas,”katanya.

BACA JUGA :  Anggota DPRD Sulteng Diminta Bangunkan Tanggul dan Sumur Bor di Towale

Pertanyaan selanjutnya kata dia, apakah seandainya First Travel dinyatakan pailit, jaksa bisa melaksanakan eksekusi asset?

“Sebab dalam rezim kepailitan, hanya kurator berwenang melakukan eksekusi, dan tentunya kreditur separatis juga berhak tetapi dengan batasan-batasan tertentu sesuai UU Kepailitan,” pungkasnya.

Ketua Young Lawyers Committee (YLC) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Palu, Ilyas M Timumun mengatakan, kegiatan webinar ini terlaksana bentuk dari kepedulian, bahwa terhadap nasib jamaah umrah korban money laundering dari first travel belum jelas.

Olehnya kata dia, pihaknya dalam webinar menghadirkan ahli berkompeten dalam hal ini mengapa saat ini belum mendapat kepastian hak-hak mereka.

Sementara Ketua DPC PERADI Palu Dr Muslim Mamulai sangat mengapresiasi kegiatan webinar, sekaligus menegaskan korban PKPU First travel secepatnya tertangani dan terselesaikan.

“Mana menjadi hak-hak korban jamaah umrah First Travel dilaksanakan secepatnya,” jelasnya.

Meskipun kata dia ada dua putusan menjadi problem, yaitu putusan pidana, yang mana eksekusi terhadap aset milik First Travel itu telah dibebankan kepada Jaksa. Sedangkan dalam peradilan niaga, dinyatakan pailit.

“Dan ada perdamaian terhadap korban First Travel, akan digantikan berdasarkan kerugian mereka alami,” imbuhnya. (IKRAM)