Yahdi Basma: Saya Bukan Lari, Tapi Menolak Menyerahkan Diri

oleh -
Para kolega yang menjenguk Yahdi Basma. (FOTO: IST)

PALU – Politisi Partai NasDem, Yahdi Basma, yang menjadi terpidana pelanggaran Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), kini telah menjalani masa hukuman di Rutan Palu.

Ia ditangkap oleh jajaran AMC (Adhyaksa Media Center) Kejaksaan Agung (Kejagung) tanggal 15 Maret lalu, setelah sebelumnya masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejari Palu.

Sepekan ini, Yahdi dipenuhi pengunjung yang datang membesuk, baik dari pihak keluarga, kolega ormas, OKP, kolega hingga teman-teman separtainya, termasuk sejumlah bakal calon Anggota DPRD Kota Palu, seperti Muliadi, Ista Nur Masyithah, Kasmudin, Suwirno, Nur Hasan, dan lainnya.

Yahdi kepada rekan-rekannya mengatakan, ia akhirnya menghilang pasca putusan Mahkamah Agung (MA), bukan karena lari, melainkan menolak menyerahkan diri.

“Ini merupakan salah satu prinsip yang saya pegang teguh selama 30-an tahun di dunia aktifis, di mana rezim kekuasaan yang zalim, tak perlu ditaati. Begitu pula hukum yang tak adil, tak pantas dihormati. kalau mau ditangkap, cari dan tangkap saja,” kata Yahdi, sebagaimana yang ditirukan rekannya, Ista.

Pria kelahiran 16 Juli 1974 itu terseret kasus defamasi (pencemaran nama baik/penghinaan) kepada Longki Djanggola, kala masih menjabat sebagai Gubernur Sulteng.

Yahdi yang saat ini masih tercatat sebagai anggota Fraksi NasDem DPRD Provinsi Sulteng itu dijerat Pasal 27(3) UU ITE, setelah menyebarkan cuitannya di lima WhatsApp Grup (WAG), berupa potongan kliping koran media cetak lokal berjudul “Longki Djanggola Biayai Aksi People Power di Sulteng”.

Postingan itu disertai teks susulan “Masih lebih bagus beliau biayai buka puasa puluhan ribu korban bencana Pasigala yang sampai saat ini masih tersebar di banyak shelter pengungsian, hidup di dalam tenda-tenda yang sudah koyak & sekian kali berganti terpal”.

Belakangan diketahui, foto kliping koran tesebut adalah hasil editan.

Longki Djanggola yang mengetahui hal itu langsung melaporkan Yahdi ke Mapolda Sulteng, 20 Mei 2019 melalui Pengacara Pemprov. Tidak hanya Yahdi Basma, Longki juga melaporkan dua orang lainnya, Moh. Hasan dan Daniel Q.

Longki Djanggola kemudian melaporkan kedua kalinya di tanggal 5 Juli 2019, namun tanpa menyertakan Moh. Hasan dan Daniel Q yang sebelumnya sudah dilaporkan.

Yahdi Basma kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Polda Sulteng.

Selama proses hukum, Yahdi Basma mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Palu atas penetapan tersangka tersebut, namun ditolak.

Polda Sulteng sempat menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) 20 Desember 2020, karena berkas kasus ini sudah bolak balik selama tujuh kali dari Polda ke Kejaksaan Tinggi Sulteng.

Januari 2021, Longky pun mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan SP3 tersebut dan akhirnya kasus kembali digelar..

Majelis hakim PN Palu memvonis Yahdi Basma dengan pidana penjara selama 10 bulan dan denda Rp300 juta dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

Yahdi sempat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi hingga ke MA, namun MA dalam putusan kasasinya menguatkan putusan PN Palu.

Yahdi pun tidak memenuhi panggilan eksekusi atas putusan MA tersebut, hingga akhirnya diterbitkanlah Surat Perintah Pencarian Terpidana Nomor: Print-1679/P.2.10/Eku.3/09/2022 dan Daftar Pencarian Orang Nomor: R-08/P.2.10/Eku.3/09/2022 tertanggal 20 September 2022.

Setelah sekian lama, Yahdi berhasil ditangkap di Sungai Harapan, Kecamatan Sekupang, Kota Batam, Kepulauan Riau, Senin (13/03) menjelang Magrib oleh Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan Agung (Kejagung).

Keeskokan harinya mantan anggota KPU Provinsi Sulteng itu dijemput oleh tim eksekutor Kejari Palu di Bandara Mutiara SIS Aljufri dan selanjutnya dibawa ke Rutan Maesa untuk menjalani masa pidana. (RIFAY)