BOLAANG MONGONDOW – Jejak digital dinilai memiliki dampak positif sekaligus negatif. Bagaikan dua sisi mata koin, pada dasarnya jejak digital memiliki dampak positif jika pengguna dapat mengontrol aktivitasnya di dunia maya dengan baik. Sementara dampak negatif didapatkan ketika pengguna melakukan hal yang sebaliknya.
“Salah satu dampak negatifnya adalah pencemaran nama baik melalui jejak yang kita tinggalkan di beberapa situs,” kata Adiwinata Solihin, salah satu pemateri pada Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo dengan tema “Pilah Pilih Sebelum Sebar”, di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Selasa (12/10).
Kali ini, Adiwinata Solihin membawakan materi dengan tema “Dunia Maya dan Rekam Jejak Digital”, di hadapan 813 peserta dari berbagai kalangan dan profesi yang mengikuti webinar tersebut.
Selain Adiwinata, program yang dipandu oleh Arin Swandari itu menghadirkan tiga pembicara lainnya, yakni Reh A. Susanti selaku narablog dan Sociopreneur yang membawakan materi “Pentingnya Digital Skills di Masa Pandemi COVID-19”. Kemudian Nala Edwin selaku Head of Media Publication LSPR Jakarta dengan materi “Etika Berjejaring: Jarimu Harimaumu!” serta Akbar Datau, anggota Ship for SouthEast Asian and Japanese Youth Program (SSEAYP) Internasional Indonesia yang memaparkan tema “Memahami Multikulturalisme dalam Ruang Digital”.
Sesi pemaparan materi dimulai oleh Reh A. Susanti. Susanti menjelaskan bahwa era digitalisasi yang berkembang pesat akibat pandemi menyebabkan keterampilan digital menjadi salah satu hal yang wajib dimiliki setiap orang. Keterampilan digital memudahkan aktivitas berbagai bidang, mulai dari pemasaran, pendidikan, hingga perbankan.
“Banyak sekali pilihan yang ditawarkan saat ini untuk belajar secara digital, di antaranya Duolingo, Codecademy, dan Coursera,” tutur Susanti.
Sesi dilanjutkan oleh Nala Edwin Widjaja. Nala memaparkan bahwa pelaporan mengenai berita bohong meningkat pesat pada tahun 2021.
Maka dari itu, ia memberikan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran berita bohong, di antaranya berhati-hati dengan judul berita yang provokatif, cermati alamat situs, periksa fakta berita tersebut, mengecek keaslian foto, serta mengikuti grup diskusi anti berita bohong.
Pemateri selanjutnya, Akbar Datau, mengatakan, memahami multikulturalisme sangatlah mudah. Hal ini dikarenakan kita sudah ditanamkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sejak kecil. Selain sebagai ideologi dan semboyan negara, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dapat menjadi dasar penting dalam memahami konsep multikulturalisme.
“Buatlah platform kalian sebagai alatnya, bukan sebagai pengendali diri kalian. Dan buatlah diri kalian sebagai pengendali, bukan sebagai alat,” pesannya.
Selanjutnya, Arin Swandari selaku moderator memandu sesi tanya jawab yang disambut hangat oleh peserta. Dalam kesempatan tersebut, peserta dipersilahkan mengajukan pertanyaan kepada para narasumber. Sepuluh penanya beruntung berhak mendapatkan hadiah berupa uang elektronik masing-masing senilai Rp100.000 dari panitia.
Salah satu pertanyaan menarik datang dari peserta yang bertanya tentang apa yang harus dilakukan orang dewasa dalam menanggapi anak-anak yang mempunyai akun media sosial aktif.
Menurut Susanti, orang dewasa berperan dalam mendampingi serta mengawasi anak-anak dalam berinteraksi di media sosial. Selain itu, orangtua juga dapat mengelola akun milik anak agar dapat menyaring konten yang diterima maupun diunggah oleh anak.
Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi akan diselenggarakan secara virtual mulai Mei 2021 hingga Desember 2021 dengan berbagai konten menarik dan informatif yang disampaikan narasumber terpercaya.
Bagi masyarakat yang ingin mengikuti sesi webinar selanjutnya, silakan kunjungi https://www.siberkreasi.id/ dan akun sosial media @Kemenkominfo dan @siberkreasi, serta @siberkreasisulawesi khusus untuk wilayah Sulawesi. ***