DONGGALA – Para pegiat heritage atau warisan budaya kota tua Donggala khawatir akan punahnya situs budaya di kota itu.
Bukan saja rusak karena tidak diperhatikan, namun ancaman kepunahan itu juga terjadi dengan adanya Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Banawa, Kabupaten Donggala 2019-2039 yang dibahas di DPRD Kabupaten Donggala.
Penyebabnya, dalam naskah akademik yang terkesan umum itu sama sekali tidak membicarakan masalah penyelamatan atau perlindungan potensi situs atau cagar budaya.
Dalam rencana pola tata ruang dari berbagai zona perlindungan, sama sekali tidak membahas tentang potensi warisan budaya yang selama ini paling sering dijadikan objek penelitian terutama arsitektur.
Direktur Yayasan Donggala Heritage, Zulkifly Pagessa, mengaku sangat kecewa dan prihatin terhadap kajian naskah akademik tentang RDTR Perkotaan Banawa yang tidak jelas dan tidak mencerminkan penanganan permasalahan penting khusus dalam kawasan kota tua.
“Bagi kawasan lain di Banawa secara umum tidak ada masalah, tapi bagaimana dengan penanganan warisan budaya di Kelurahan Tanjung Batu, Labuan Bajo dan Boya yang tidak jelas penanganannya. Kalau kemudian perda tersebut sudah disahkan dan diberlakukan, maka berpotensi menjadi ancaman bagi kawasan kota tua atau heritage,” ungkap Zulkifly, Rabu (30/03).
Lanjut dia, dalam kajian akademik RDTR lebih banyak bicara tentang teori dan kumpulan regulasi yang berkaitan masalah fisik semata yang dicocok-cocokkan.
Padahal, kata dia, jika membicarakan Sementara membicarakan kawasan-kawasan penting bagi kota itu memerlukan penanganan khusus, di antaranya perlu perlindungan dengan mengedepankan penanganan yang mengacu Undang-Undang Cagar Budaya.
“Walaupun situs-situs yang ada belum ditetapkan, tapi harus ada pembahasan tersendiri dalam Ranperda RDTR,” katanya.
Kekhawatiran serupa diungkapkan Abdul Rasyid. Terlepas dari posisinya sebagai anggota DPRD, ia sangat khawatir bila tidak ada perlindungan kawasan kota tua dalam Ranperda RDTR.
Sebab setelah ia mencermati isi ranperda itu, sangat wajar bila pihak pegiat heritage mempertanyakan hal tersebut.
“Setelah saya analisis di sini memang pokok masalah menyinggung heritage sebagai salah satu potensi yang masuk zonasi di kota Donggala. Perumusan ini hanya menggunakan metode kajian dokumen saja, tidak ada studi lapangan,” kata Rasyid.
Padahal, menurut Rasyid, masalah penanganan heritage sangat relevan dalam upaya pemanfaatan ruang yang di dalamnya banyak situs dan bukti sejarah.
Karena itu, menurutnya, kalau ini dibiarkan, maka diprediksi Ranperda itu hanya membahas rumusan masalah saja.
Sebelumnya, dalam penyusunan naskah akademik tersebut, tidak melibatkan masyarakat dalam bentuk FGD, namun tiba-tiba saja lahir naskah akademik ranperda RDTR Perkotaan Banawa.
Reporter : Jamrin AB
Editor : Rifay