Warga Morowali Desak Penghentian PLTU Batubara dan Serukan Transisi Energi Bersih

oleh -

MOROWALI- Warga Morowali dari berbagai lembaga masyarakat sipil tergabung dalam “Orang Muda” menggelar aksi simbolik mendorong penghentian penggunaan PLTU Batubara.

Dengan menggunakan peraga miniatur PLTU, spanduk dengan tulisan ”Tiada arti pemimpin berganti tidak ada keadilan dalam hilirisasi”, “PLTU captive A Silent Killer In Morowali”, “Memilih bersuara” dan poster berisi tuntutan, dilakukan di Taman Kota Fonuasingko Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah, Kamis (25/10).

Mereka menyampaikan program transisi energi terbarukan di gaug-gaugkan oleh Pemerintah bertolak belakang dengan komitmen global untuk transisi energi. 

“Justru masih melanggengkan penggunaan bahan bakar fosil berbentuk batubara sebagai penyumbang utama pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan jumlah kapasitas PLTU beroperasi dan konstruksi mencapai 8.345 Mw di tiga kawasan Indonesia Morowali Industri Park (IMIP), Indonesia Huabao Industri Park (IHIP), dan Stardust Estate Investment (SEI) di Morowali dan Morowali Utara,” tegas Wandi Kampanye WALHI Sulteng 

Wandi mengatakan, dengan kehadiran PLTU di kawasan industri nikel tidak terlepas dari praktik-praktik buruk hingga bencana terhadap masyarakat lingkar industri, jadi korban dari aktivitas PLTU.

“Dari catatan WALHI Sulteng kawasan IMIP Desa Labota, sekolah SDN dan MTS Aljariyah hanya berjarak 100 – 200 meter dari cerobong PLTU Captive milik PT IMIP dan jalan raya. Aktivitas PLTU mengganggu proses belajar mengajar, suara kebisingan dan abu batu batara yang masuk ke ruangan kelas,” katanya.

BACA JUGA :  Paslon Walikota dan Wakil Walikota Palu, Hadianto dan Imelda Resmi Didukung PKB

Lebih lanjut kata Wandi, enam orang anak siswa teridentifikasi mengalami batuk – batuk dan sesak nafas, usia rata – rata 12 – 13 tahun ke atas. Di dusun Kurisa Desa Fatuvia masyarakat mengeluhkan bau menyengat serta abu batu bara masuk ke dalam rumah dan air pendingin batu bara yang di buang ke laut merusak terumbu karang dan ekosistem laut.

Kawasan SEI pasca berdirinya kawasan industri, masyarakat Desa Tanauge Kecamatan Petasia.Kabupaten Morowali Utara. mulai merasakan dampak serius, Penguasaan Ruang dan PLTU Captive Perusahaan menyebabkan hilangnya sumber utama mata pencaharian masyarakat seperti nelayan, endapan abu bongkar muat batu bara serta asap PLTU menyebabkan debu-debu hitam terbang hingga ke pemukiman warga.

Desa terdampak ISPA dengan jumlah 1750 tahun 2023, merupakan desa yang berada di lingkar luar dan dalam kawasan industri PT SEI. Desa Tanauge merupakan desa berada di lingkar satu. Abu batu bara terbang masuk ke rumah – rumah, dengan keadaan terpaksa warga harus menutup rapat – rapat rumahnya untuk menghindari abu.

BACA JUGA :  Alami Krisis Air Bersih, Warga Towara Unjuk Rasa

Dalam satu tahun terakhir Kawasan SEI telah melakukan pelanggaran HAM berupa kriminalisasi yang memperjuangkan hak jalan sebagai akses satu-satunya masyarakat ke kebun, lalu di klaim oleh perusahaan hingga melakukan protes blokade jalan berujung di gugat oleh perusahaan 5 orang dari desa Topogaro, kemudian 5 orang dari Ambunu di panggil sebagai saksi dengan dalil menghalang-halangi investasi. temuan yang lain masyarakat mulai mengalami batuk-batuk, sesak napas, dan gatal-gatal. Kurang lebih 18 orang mengalami penyakit kulit yang sama yaitu gatal-gatal,” kata Wandi.

Tutur menambahkan Frangki Andrie K Ragi Koordinator Jaringan & Database YTM mengatakan.hilirisasi ataupun industri nikel harus memperhatikan keberlanjutan lingkungan berkeadilan, pekerja dan masyarakat jangan jadi tumbal dari ambisi dan kepentingan segelintir orang.

Ironisnya buruh sebagai penggerak roda pertumbuhan ekonomi justru pihak paling menderita dan dirugikan. Lingkungan kerja yang tidak aman dan sehat, mulai dari tempat tinggal, kos dan rumah sudah menghirup udara tidak bersih, karena terpapar pencemaran PLTU batubara belum lagi di dalam kawasan, bahkan mereka harus bertaruh nyawa memastikan proses produksi tetap berjalan lancar, demi profit berlimpah bagi perusahaan.

BACA JUGA :  LMS Wilayah Desa di Sulteng Masih Terkendala Blankspot

Lantas di kemanakan hasil ekspor nikel yang di gali dari perut bumi Sulawesi yang pada 2022 nilainya mencapai 519 triliun? Bahkan mereka hanya menikmati secuil dari hasil tenaga dan kerja buruh itu sendiri. Mesti di dorong untuk transisi energi agar tidak lagi menggunakan energi fosil (kotor) dengan memensiun dini kan  dan tidak lagi melanjutkan pembangunan PLTU yang baru.

Pemerintah harus serius dan tegas mengawasi segala problem yang terjadi di Industri Nikel yang ada di Morowali dan Morowali Utara. Terutama soal penghentian penggunaan energi fosil, kesejahteraan dan perlindungan bagi masyarakat, dampak lingkungan akibat PLTU Captive Coal Power Plant, dan Masalah Agraria yang menghilangkan sumber kehidupan petani.

Orang muda terdiri dari berbagai lembaga WALHI Sulteng,  Greenpeace, Hijau Semangka, GMNI Morowali, Komit Resist, KLK Morowali, dan Yayasan Tanah Merdeka.

Reporter :**/ IKRAM