PARIGI – Pembangunan kamar jenazah oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah Anuntaloko, yang hanya berjarak tiga meter dari pemukiman diprotes warga Kelurahan Masigi, Kecamatan Parigi.  Awalnya, bangunan tersebut direncanakan  akan dijadikan rumah singgah bagi keluarga pasien. Namun ada pula yang mengatakan sebagai tempat transfusi darah.

“Gedung yang dibangun ini tidak diketahui peruntukannya, saya sudah coba tanya kepada pengawas, namun dia enggan menyampaikannya. Belakangan baru ketahuan,” ungkap Yulhairani, warga Masigi sembari menunjuk bangunan yang berdekatan dengan rumahnya, Senin (14/1).

Dikatakan, belakangan diketahui ketika Penanggung Jawab Kamar Jenazah RSUD Anuntaloko berada di lokasi mengecek perkembangan pembangunan kamar jenazah, saat itu pula ia bersama suami, langsung meminta pekerjaan dihentikan. Disebutkan dalam aturan Menteri Kesehatan pembangunan kamar jenazah harus memenuhi beberapa unsur, salah satunya analisis dampak lingkungan yang melibatkan masyarakat disekitar RS.

Menurutnya, ruang jenazah seharusnya jauh dari pemukiman agar tidak memberikan dampak bagi masyarakat sekitar, “Ada aturannya, masa pihak rumah sakit tidak melihat itu,” keluhnya.

Apabila ini terus dilanjutkan,kata dia,  maka nantinya akan berdampak kepada masyarakat, baik secara kesehatan, lingkungan dan psikologi. Apalagi bangun itu,  sangat berdekatan dengan rumah warga.

“Secara psikologi, kami terganggu apalagi kesehatan, karena bangunan itu tidak hanya sementara, ditambah bau dari mayat yang sudah dilebur dengan formalin,” jelasnya.

Ia dan warga setempat mengaku  sangat mendukung program pemerintah yang menjadikan RSUD Anuntaloko sebagai rujukan dengan menambah sejumlah fasilitas pendukung. Tetapi dengan adanya persoalan ini pihaknya, menolak kebijakan Direktur. Ditambahkan, beberapa waktu lalu pihak RS telah menggundang beberapa warga dan meminta agar bangunan ini tidak dijadikan sebagai kamar jenazah.”Biarkan bangunan ini tetap ada, asalkan ubah fungsinya,” tutupnya. (MAWAN)