PARIMO – Warga Desa Baliara, Kecamatan Parigi Barat, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, melakukan aksi penolakan terhadap aktivitas tambang pasir dan batu (Sirtu) di Sungai Baliara yang dikelola oleh seorang oknum personel Polres Parimo.
Aksi penolakan yang berlangsung sekitar pukul 11.30 WITA itu dipicu keluhan warga atas banjir dan kerusakan lahan perkebunan yang diduga akibat aktivitas pertambangan.
Saat tiba di lokasi, warga langsung menghentikan alat berat yang tengah beroperasi dan menemukan satu unit truk bermuatan pasir di sekitar area tambang.
Turut hadir dalam aksi tersebut Kepala Desa Baliara, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas setempat untuk memastikan situasi tetap kondusif.
“Saya sebagai aparat desa di sini bukan untuk ikut aksi, tetapi mendampingi warga agar tidak berbuat anarkis,” ujar Kepala Desa Baliara, Fadli Badja, usai aksi, Rabu (23/7).
Fadli mengungkapkan, pihak pengelola tambang telah empat kali menemui dirinya dan mengklaim memiliki izin dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah. Namun, pihak desa merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses tersebut.
“Saya bilang, seharusnya pemerintah desa diberitahu. Tapi mereka jawab, tidak perlu,” tambahnya.
Ia juga mengaku sempat ditawari uang oleh pengelola agar aktivitas tambang mendapat restu dari pemerintah desa. Atas situasi tersebut, Fadli meminta agar aktivitas tambang dihentikan sementara sampai ada solusi terbaik.
“Masyarakat tetap menolak adanya tambang pasir ini. Pemerintah desa akan tetap mengawal aksi-aksi selanjutnya,” tegasnya.
Sementara itu, pengelola tambang, Syamsudin, membenarkan bahwa pihaknya sudah empat kali menyampaikan maksud perizinan kepada Kepala Desa.
Ia menyebut tambang tersebut dikelola oleh CV Bintang Baru Nusantara, dengan dokumen legal seperti Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB), Nomor Induk Berusaha (NIB), UKL-UPL, serta bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Syamsudin juga mengakui telah menawarkan uang kepada Kepala Desa untuk memfasilitasi pertemuan dengan masyarakat, guna membahas kontribusi perusahaan terhadap desa.
“Saya bilang, jangan ribut. Sepanjang wajar, saya akan penuhi kewajiban untuk desa. Bahkan saya sempat tawarkan hasil penghasilan pribadi, tapi ditolak,” katanya.
Meski ditolak, pihaknya tetap melanjutkan pengurusan izin tambahan, termasuk Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) dari pemerintah daerah. Ia juga menyebut tudingan soal banjir tidak berdasar.
“Kalau tidak ada pengerukan, justru sungai dangkal dan meluap ke permukiman,” pungkasnya.