Warga Bungku Tengah Tolak Tambang Nikel, Walhi Dukung dan Khawatirkan Dampak Lingkungan dan Sosial-Ekonomi

oleh -
Direktur WALHI Sulteng, Sunardi Katili (baju biru). Dok MAL

PALU- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng) mendukung sikap warga Kabupaten Morowali menolak Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nikel, secara khusus mereka mendukung warga di Kecamatan Bungku Tengah.

“Kami mendukung sikap warga Bungku Tengah yang tergabung dalam Aliansi Tepeasa Moroso melakukan aksi menolak IUP Mineral Morowali Indonesia (MMI), Delapan Inti Power (DIP) dan Sugico Pendragon Energi (SPE) dan meminta untuk IUPnya dicabut,” kata Direktur WALHI Sulteng, Sunardi Katili kepada media Alkhairaat, Selasa (18/7).

Sunardi melanjutkan, aksi massa yang dilakukan hari ini Selasa (18/7) di Kantor Bupati Morowali, adalah bentuk reaksi warga yang sangat khawatir lantaran akan mengancam dan merusak lingkungan serta kehidupan sosial ekonomi warga di sana.

“Kekhawatiran ini tentu sangatlah mendasar, mengingat di sana terdapat dua kawasan industri nikel terbesar di Indonesia, sebut saja Indonesia Morowali Industri Park (IMIP) di Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali dan Stardust Estate Invesment (SEI) di Kecamatan Petasia Timur Kabupaten Morowali Utara,” bebernya.

BACA JUGA :  Aniaya Tahanan Hingga Tewas, Dua Polisi Palu Terancam 10 Tahun Penjara

Ia menyebutkan, kedua kawasan ini merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang telah ditetapkan Presiden Jokowi, diduga telah memberikan dampak kerusakan lingkungan dan kehidupan para petani serta nelayan dipesisir baik penangkap ikan maupun budidaya rumput laut.

Lebih lanjut ucap di, tidak hanya itu debu PLTU batu bara serta Smelter pengolah ore membuat hujan asam dan pencemaran udara berpengaruh kesehatan saluran pernapasan warga serta ancaman penyakit lainnya juga endapan dari pengelolaan ore jika terbawa air saat hujan membuat sungai keruh dan ancaman banjir setiap intensitas hujan tinggi melanda.

“Belum lagi air bersuhu panas limbah dari smelter, jika dibuang ke laut merusak terumbu karang dan ekosistem laut membuat ikan tidak akan hidup, hasil tangkapan nelayanpun berkurang,” tuturnya .

Selain itu, ujar dia, ancaman tumpahan batu bara ke laut dari tongkang yang hilir mudik mengganggu aktifitas nelayan, juga permasalahan saat pembangunan sarana prasarana kawasan industri dan jeti diduga merampas wilayah tanah warga yang berjarak dari kawasan PLTU batu bara sekitar 500 meter sampai dengan 700 meter dari pemukiman warga.

BACA JUGA :  Lima Pencuri Kabel Tembaga PLTA Poso Divonis Paling Lama 1 Tahun Penjara

“Situasi ini tentunya tak diinginkan warga di Kecamatan Bungku Tengah Desa Bente, Bahomoleo, Bahomohoni dan Desa Bahomante yang hanya berjarak 4000 meter dari wilayah-wilayah IUP tersebut, “ tutup Sunardi.

Dihimpun berbagai sumber, diketahui luas MMI sebesar 154,00 hektare dengan Surat Keputusan (SK) IUP Nomor 188.4.45/KEP.0262/DESDM/2014 dengan lokasi berada di Kecamatan Bungku Tengah khususnya Desa Bahoruru dan Desa Sakita, saat ini MMI telah operasi produksi mineral logam sejak SK diterbitkan pada 12 April 2014 dan akan berakhir pada 12 April 2024 mendatang.

DIP memiliki luas 4.941,00 hektare berlokasi di Desa Bahomoleo, Desa Bahoruru, Desa Bente, Desa Ipidan Matansala, DIP berstatus operasi produksi mineral logam dengan SK IUP Nomor 28/1/IUP/PMDN/2023 diterbitkan pada 6 Februari 2023 berakhir pada 1 Oktober 2032 akan datang.

BACA JUGA :  Perwakilan Masyarakat Tipo Laporkan Perusahaan Tambang ke Komnas HAM Sulteng

SPE seluas 4.250,00 hektare berada di Desa Bahomohoni, Desa Bahomoleo dan Desa Bente, saat ini operasi produksi mineral logam dengan SK IUP Nomor 31/1/IUP/PMDN/2023 terbit pada 6 Februari 2023 berakhir 1 Desember 2032.

Reporter: IKRAM
Editor: NANANG