PALU – Warga lingkar tambang bekerja sama dengan Koalisi Petisi Palu Donggala dan Bioskop Todea, menggelar pemutaran film di halaman Gedung Serbaguna, Kelurahan Buluri, Kota Palu, Jumat (21/06) malam.

Pemutaran film dirangkai dengan diskusi bertema “Dampak Debu Galian C, Siapa yang Bertanggungjawab?

Zikran dari Bioskop Todea, mengatakan, tiga film yang diputar ini sebelumnya pernah diputar dalam beberapa kegiatan. Tiga film ini berjudul Gula dan Pasir, Tanah Emas dan Kabar dari Amal.

Secara garis besar, tiga film itu menceritakan dampak dari perusahaan pertambangan terhadap lingkungan hidup maupun warga yang berada di sekitarnya.

“Film ini pernah juga diputar di luar negeri,” sambung Zikran.

Setelah pemutaran film, dilanjutkan dengan diskusi yang dihadiri oleh berbagai pihak pihak.

Ricard Labiro, Direktur Yayasan Tanah Merdeka, mengatakan, perusahaan seringkali abai terhadap lingkungan hidup, termasuk juga kepada buruh.

“Perusahaan itu, kalau diawal masuk sering menjanjikan kesejahteraan, tetapi kenyataannya membuat warga menderita,” ungkap Ricard.

Selanjutnya, kata Ricard, pengusaha tambang seringkali meninggalkan masalah tanpa bertanggung jawab.

“Misalnya di Buluri ini, padahal sudah jelas persoalan debu adalah tanggung jawab perusahaan tetapi mereka lepas tangan,” sambung Ricard.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, Taufik, menambahkan, pemerintah bertindak seolah menjadi hubungan masyarakat (humas) perusahaan.

“Satu contoh ketika salah satu instansi mengatakan bahwa ISPA yang ada di lingkar tambang belum tentu kareba dampak debu. Hal ini mengisyaratkan bahwa pemerintah seperti juru bicara perusahaan,” ujarnya.

Harusnya, menurut Taufik, instansi tersebut membuat satu penelitian yang berkaitan dengan kondisi yang terjadi di masyarakat saat ini.

“Diskusi-diskusi seperti ini penting kita lakukan sebagai upaya kita untuk berkonsolidasi,” tutup Upik, sapaan akrabnya.

Arman Seli, perwakilan warga menjelaskan, saat ini Buluri terancam kerusakan lingkungan hidup, maupun kesehatan yang terganggu.

“Rusaknya lingkungan tidak sebanding dengan apa yang kita dapatkan saat ini. Tanpa disadari bahwa kita sedang mewariskan air mata kepada anak cucu kita di kemudian hari,” keluh Arman.

Saat ini, lanjut dia, yang paling urgent harus dilakukan adalah memastikan sumber mata air tetap terjaga.

“Ekosistem lokal, seperti mata air Uwentumbu terancam, sehingga hal ini perlu kita lakukan langkah-langkah kongkret, termasuk juga kualitas udara yang buruk menjadi bom waktu bagi kita,” ungkapnya.

Menurutnya, polusi udara yang meningkat di sekitar lingkar tambang, membuat warga seperti dibunuh pelan-pelan.

“Kita lihat data ISPA meningkat, artinya bahwa masalah ini sangat serius,” terang Arman.

Ia berharap, ke depan ada tindakan nyata dari berbagai pihak, untuk menangani polusi udara yang menganggu kesehatan warga saat ini.

Reporter : Ikram