PALU – Ribuan warga korban gempa bumi dan likuifaksi di Kelurahan Balaroa membuat petisi menuntut hak dan keadilan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
Petisi itu dibacakan salah satu perwakilan warga di hadapan ribuan orang yang menghadiri rapat akbar di Spot Center Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Sabtu (02/02) pekan lalu.
Adapun isi petisi tersebut, di antaranya menolak hunian sementara (huntara) dan meminta dana pembangunan huntara itu dikompensasikan kepada korban.
Selanjutnya meminta segera dibangunkan hunian tetap (huntap), mempercepat pembayaran santunan korban kepada ahli waris.
Kemudian, hak-hak keperdataan harus jelas ganti ruginya dan pendistribusian logistic juga harus berbasis data melalui kelurahan.
Usai dibacakan, petisi tersebut lalu diserahkan, masing-masing kepada Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulteng, Hidayat Lamakarate, Sekretaris Kota (Sekkot) Palu, Asri L Sawayah dan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pengawasan Penyelengaraan Penanganan Bencana (P3B) DPRD Sulteng, Yahdi Basma.
Ketua Forum Korban Gempa Bumi dan Likuifaksi Kelurahan Balaroa, Abdurrachman Kasim, mengatakan, penolakan pembangunan huntara secara tertulis itu lebih memiliki kekuatan hukum.
Dia berharap, petisi itu sampai kepada Presiden, menyusul adanya pernyataan Wapres HM Jusuf Kalla ketika berkunjung ke Palu, bahwa huntara tidak bisa dikompensasikan dalam bentuk uang.
Dia menambahkan, forum lahir karena tidak adanya kepedulian pemerintah pada saat terjadi bencana. Selain itu, juga membantu pemerintah dalam mendata.
Dia mengatakan, dari hasil kerja keras forum, korban jiwa meninggal di Perumnas Balaroa bisa teridentifikasi sekitar 700 orang dan 1.032 rumah rusak. Sementara masih ada ratusan lainnya yang masih terkubur likuifaksi.
Dirinya telah membentuk forum advokat sekitar 100 orang guna melakukan gugatan class action, bila pemerintah tidak memenuhi permintaan warga Balaroa.
Ketua Pansus P3B, Yahdi Basma, mengatakan, sesuai desainnya, huntara akan dibangun sekitar 1.200 unit dengan 14.400 bilik. Rencana itu sebaiknya dihentikan untuk efisiensi anggaran.
“Ada Rp700 milar dana untuk pembangunan huntara tersebut. Dari jumlah tersebut telah selesai sekitar 669 unit, jadi masih ada sisa sekitar Rp300 miliar. Sisa dana tersebut sebaiknya digunakan secara konkret untuk korban,” terangnya.
Sementara Sekkot Palu, Asri L Sawayah juga mengatakan, saat ini, Pemkot dan Pemprov masih berjuang melakukan penetapan lokasi huntap, sambil berkoordinasi dengan Kementerian ATR. Untuk wilayah Balaroa, tepatnya di Spot Center seluas 4 hektare dan Petobo 117 hektar yang saat ini masih dilakukan kajian geologi apakah layak untuk hunian.
Sekprov Hidayat Lamakarate juga mengatakan, korban bencana tidak berjuang sendiri, melainkan ada pemerintah yang mendukung, asalkan perjuangan dilakukan tidak dengan emosional. (IKRAM)