PALU – Meski dihujani caci dan maki, hingga disebut sebagai pemuja setan, Wali Kota Palu, Hidayat, tetap menanggapi dengan hati yang dingin dan bijak.
Sebutan itu disematkan kepadanya akibat perhelatan Festival Pesona Palu Nomoni (FPPN) yang diduga berbau ritual syirik, sehingga menjadi penyebab datanganya gempa bumi, tsunami dan likuifaksi yang melanda Kota Palu dan sekitarnya.
Bagi Hidayat, sebagai pemimpin harus berhati besar menerima segala konsekuensi, sekalipun membuatnya terpojok. Siapapun yang menjadi pemimpin, kata dia, tidak lepas dari segala kedengkian.
“Kita harus belajar dari Nabi Muhammad SAW. Nabi akhir zaman yang menjadi panutan bagi seluruh umat. Kita selalu mengingat beliau, karena sifat-sifatnya. Dari kecil hingga menjadi Rasul, tentunya banyak hal yang bisa kita petik, membimbing seluruh umat dengan segala kelembutan hati meski kerap diperhadapkan dengan segala tantangan. Beliau menanggapi dengan tenang, bukan dengan kekerasan,” ujar Hidayat saat menyampaikan sambutan di acara Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan Forum Komunikasi Mualaf Indonesia (FKMI) Kota Palu, Ahad (02/11).
Dia menambahkan, Kota Palu, Donggala dan Sigi baru saja melewati bencana dahsyat yang meluluhlantakkan bangunan dan mengakibatkan banyak korban jiwa dan kehilangan harta benda.
Harusnya, kata dia, semua pihak menyikapinya dengan mengistrospeksi diri atas apa yang telah dilakukan. Bukan dengan saling menyalahkan.
“Bahkan kami disebut pemuja setan. Tetapi kita harus sabar, saya menerima semua itu karena saya ketahui bagaimana psikologi dan suasana batin kita atas bencana yang luar biasa itu,” akunya.
Dia menyampaikan apa yang dialaminya pernah terjadi kepada mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang dihujat sejumlah kelompok karena dianggap penyebab terjadinya tsunami di Aceh.
“Waktu itu SBY juga menerima caci maki, karena dia presiden. Begitu juga saya menjadi wali kota, saya juga dianggap penyebab musibah ini, nauzubillahi mindzalik,” ucapnya.
Jangankan SBY, kata dia, Nabi Muhammad sebagai pemimpin ummat pun dicaci maki, bahkan pernah disebut tukang sihir.
“Apalagi saya hanya seorang wali kota. Itulah yang membesarkan jiwa dan memberi semangat kepada saya,” tambahnya.
Bahkan dia meyakini, kebesaran hati itu akan membuahkan hasil yang positif, dan belum lama ini, sejumlah oknum yang pernah mencacinya, sudah datang menemuinya untuk memohon maaf.
“Saya sampaikan tidak usah minta maaf sama saya, tapi minya maaf sama Allah SWT saja, karena sebelum kalian meminta maaf saya sudah memaafkan semuanya. Setiap saat saya doakan semua kalian yang mencaci maki, memfitnah, membenciku. Ya Allah bersihkan hati mereka, jernihkan pikiran mereka, ampuni mereka semua,” tuturnya. Dia juga menyampaikan perihal perhelatan FPPN yang sedianya dilaksanakan mulai tanggal 23 sampai 27 Oktober 2018, karena akan ditutup saat HUT Kota Palu. Bukan tanggal 28 September.
Namun, kata dia, ada keinginan agar FPPN bisa menarik beberapa kegiatan nasional, seperti tahun sebelumnya yang berhasil mengangkat kegiatan nasional berupa revitalisasi budaya bangsa.
Di tempat yang sama, Ketua MUI Kota Palu, Prof. Zainal Abidin yang dipercaya mengisi tausyiah maulid, menyampaikan kepada Hidayat untuk tidak risau dengan berbagai caci maki.
Menurutnya, semakin ada yang memaki, maka semakin dihapuskan dosa-dosa kita.
Dia juga menegaskan bahwa musibah yang datang tidak ada kaitannya dengan Palu Nomoni. (YAMIN)