Data temuan lapangan ini, kemudian menurutnya, dikonfirmasi ke pihak pemerintah melalui pertemuan pada akhir oktober 2022 dihadiri oleh Tenaga Ahli Gubernur Sulawesi Tengah (Ridha Saleh).
Dalam pertemuan tersebut terungkap antara lain, ungkapnya, sosialisasi ke masyarakat setempat tidak meluas hingga seluruh lapisan masyarakat. Lokasi KPN telah di buka mencapai 10 Hektar untuk Jalan utama namun belum memiliki Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) untuk penebangan kayu.
“Belum adanya kepastian komoditi yang akan dikembangkan dan tenaga kerja yang akan dilibatkan. Dan belum ada dokumen rencana induk, rencana kerja tahunan, UKL/UPL sebagai rujukan,”tuturnya.
Ia mengatakan, belum ada kelembangaan pelaksana dan skema pengelolaannya (BUMD atau Investor luar) serta pola pelibatan masyarakat setempat .Secara eksisting Desa Talaga merupakan bagian tak terpisahkan dari Danau Talaga.
Dalam Peta Tata Ruang Provinsi Sulawesi Tengah Danau Talaga dikategorikan sebagai kawasan lindung. Hal tersebut didasari pada penetapan Kesatuan Pengelolan Hutan (KPH) Dampelas Tinombo seluas 100.912 hektar, yang ditetapkan oleh Kementrian Kehutanan 2009.
“Melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 792/Menhut-II/2009 pada 2009 silam, Danau Talaga dan ekosistem sekitarnya ditetapkan sebagai bagian dari kawasan KPH Dampelas Tinombo,” katanya.
Sehingga keberadaan KPN di Desa Talaga yang bertujuan untuk menjadi lumbung pangan bagi daerah maupun Ibukota Negara (IKN) yang baru di Kalimantan Timur, diharapkan mempertimbangkan berbagai risiko-risiko dan dampak sosial serta dampak lingkungan di kemudian hari. Termasuk mempertimbangkan bahwa Desa Talaga yang berada di pesisir wilayah pantai barat Donggala, merupakan perlintasan dari Sesar Palu Koro sangat aktif, sewaktu-waktu dapat terjadi siklus gempa bumi.
“Perspektif kebencanaan menjadi urgent dalam setiap pembangunan direncanakan di Sulawesi Tengah. Tak kalah penting, ialah menimbang siapa sesungguhnya penerima manfaat ekonomi dari keberadaan KPN di Desa Talaga,”sebutnya.