PALU- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah, mendesak Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) untuk membuka data 43 perusahaan perkebunan sawit di Sulteng yang tidak memilik hak guna usaha (HGU), serta memberikan sanksi tegas terhadap para perusahaan tersebut.

“Tindakan dilakukan oleh gubernur Sulteng patut diapresiasi, namun tindakan tersebut telah lama dikerjakan oleh WALHI Sulteng namun tidak ada tindakan dari pemerintah. Mestinya pertemuan itu membuka daftar 43 perusahaan tersebut dan langsung menindakinya,” kata Kepala Department Advokasi & Kampanye WALHI Sulteng, Aulia Hakim, Jumat (13/1).

Berdasarkan data olahan WALHI Sulteng, kata dia, penguasaan lahan sektor perkebunan masih didominasi oleh perusahaan perkebunan sawit skala besar, total luasan izin perkebunan sawit mencapai 722.637,99 ha atau 11,14 persen dari 53 korporasi perkebunan sawit yang beroperasi.

“Perusahaan-perusahaan besar tersebut yakni adalah anak usaha PT Astra Agro Lestari, Sinarmas Group, Hardaya Inti Plantation dan Kencana Agri Ltd,”jelasnya.

Dia mengatakan, dalam beberapa kasus juga WALHI Sulteng, mencatat banyak perusahaan hanya berpegang pada izin lokasi telah habis masa tenggangnya. Tentu ini sangat bertentangan dengan ketentuan berlaku seperti pada Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 tentang Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 (1) Izin Lokasi diberikan untuk jangka waktu tiga tahun sejak izin lokasi itu berlaku efektif.

Dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan, bahwa kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan dan/atau usaha pengelolaan hasil perkebunan hanya dapat dilakukan perusahaan apabila telah mendapatkan hak atas tanah dan/atau izin usaha perkebunan (IUP).

“Pemerintah Sulteng masih mementingkan kepentingan investasi dengan dalil pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut di buktikan dengan Misalnya kasus PT ANA terindikasi melakukan penghindaran pajak bumi dan bangunan sektor perkebunan sebesar kurang lebih 1 trliun sejak periode 2014 sampai dengan 2021, dengan begitu PT ANA telah merugikan negara dan juga masyarakat akibat perampasan wilayah kelolanya, namun tidak berani ditertibkan.” tegas Aulia Hakim.

Di satu sisi gubernur, menurutnya, hanya sebatas menyampaikan situasi konflik agraria dan perusahan tidak punya izin HGU, padahal di sisi lain banyak kasus perusahaan sawit memiliki HGU tetapi juga melakukan praktik buruk dan kejahataanya terhadap warga di lingkar sawit. Artinya dua hal tersebut menjadi pemicu atas konflik agraria terjadi di Sulteng.

Maka dari itu WALHI Sulteng kata dia, merekomendasikan Gubernur Sulteng untuk segera melakukan tindakan tegas terhadap 43 perusahaan tanpa izin HGU berupa tanggung jawab atas kerugian warga selama beroperasi, juga sanksi administratif seperti pencabutan izin secara keseluruhan kepada perusahaan yang tidak menyelesaikan konflik agraria, serta segera membentuk peraturan daerah tentang penyelesaian konflik agraria.

Gubernur Sulteng melakukan pertemuan bersama menteri ATR/BPN RI Selasa (10/1) lalu, guna melaporkan masalah pertanahan atau konflik agraria terjadi di area perkebunan kelapa sawit yang tidak memiliki HGU juga mengakibatkan kerugian negara, serta melaporkan jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Sulteng sebanyak 61 perusahaan, terdapat 43 perusahaan tidak memiliki HGU.

Reporter: IKRAM
Editor: NANANG