PALU- Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Tengah menyatakan seruan keras agar pemerintah pusat dan daerah segera mengambil langkah serius dampak ekologis ditimbulkan dari masuknya pertambangan di Sulawesi tengah (Sulteng).
Direktur WALHI Sulteng Wiwin Matindas menyerukan, moratorium seluruh izin tambang di sepanjang Pesisir Palu-Donggala. Pemulihan wilayah kelola rakyat sebagai fondasi keselamatan ekologis jangka panjang.
“Penegakan hukum tegas terhadap korporasi terbukti merusak lingkungan dan memperparah risiko bencana. Perlindungan terhadap kelompok rentan perempuan, anak, dan masyarakat adat selalu menjadi pihak paling terdampak,” ujarnya.
Wiwin menilai, bencana ekologis peringatan keras di Indonesia berada di titik kritis. Tinggal menunggu waktu dengan pola eksploitasi masif di Sulawesi Tengah dengan total bukaan 8.356,70 Hektar data SIMONTINI tahun 2024 melalui deforestasi, perampasan ruang hidup, dari Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti Industri nikel, pertambangan, perkebunan sawit skala besar, dan kawasan pangan nusantara.
“Pola ini terus dibiarkan, maka tragedi serupa akan terjadi berbagai wilayah Sulawesi Tengah, adalah contoh nyata,” katanya.
Wiwin mengatakan, di sepanjang pesisir Palu–Donggala, setiap musim hujan, masyarakat di Kelurahan Loli, Watusampu, dan Buluri merasakan dampaknya. Jalan nasional tergenang banjir, air bercampur material galian C menutupi ruas jalan, mengganggu pengguna jalan, dan memperlihatkan betapa daya dukung serta daya tampung lingkungan telah hilang.
“Bukaan izin tambang pasir batuan terus bertambah. Data Momi ESDM 2024 mencatat 72 izin usaha pertambangan (IUP) dengan total luasan mencapai 1.445,35 hektar. Angka ini bukan sekadar statistik, serta bukaan deforestasi secara ugal-ugalan dengan total deforestasi pesisir Palu Donggala 466,33 Hektar. ia adalah ancaman nyata bagi keselamatan rakyat,” tuturnya.
Di balik semua ini, kata Wiwin, negara seharusnya hadir, bukan hanya dalam bentuk respons darurat, tetapi dalam komitmen jangka panjang untuk pemulihan ekologis. Keselamatan rakyat harus menjadi prioritas tertinggi, bukan sekadar agenda pembangunan.
Dia menyampaikan duka mendalam dan solidaritas penuh kepada seluruh rakyat di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh saat ini menghadapi bencana ekologis akibat banjir besar, longsor, dan kerusakan ekosistem wilayah hidup yang meluas menyebabkan korban jiwa per 25-27 November lalu 442 orang meninggal, 402 orang hilang, 156.918 orang mengungsi.
Menurutnya, Blbencana ini bukan peristiwa alam, melainkan akumulasi dari kebijakan keliru, ekspansi industri ekstraktif, dan pembiaran terhadap kerusakan lingkungan selama bertahun-tahun.

