PALU — Puluhan masyarakat dari Kecamatan Bumi Raya dan Kecamatan Wita Ponda tergabung dalam Gerakan Petani Indonesia Menggugat (GAPIT) melakukan aksi protes menolak pembangunan crossing jalur pipa air baku di Sungai Karaopa.

Pipa tersebut direncanakan digunakan oleh perusahaan Indonesia Huabao Industri Park (IHIP) dan PT Bahusuo Taman Industri Investment Group (BTIIG) beroperasi di Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali.

Masyarakat menilai pembangunan pipa tersebut mengancam keberlangsungan fungsi irigasi Sungai Karaopa, yang selama ini menjadi sumber utama pengairan bagi lebih dari 1.578 hektare sawah di 10 desa Kecamatan Bumi Raya serta 530,6 hektare sawah di 3 desa Kecamatan Wita Ponda.

“Lahan tersebut menopang mata pencaharian ribuan keluarga petani bergantung pada hasil panen padi, buah-buahan, dan tanaman lainnya,” kata Wandi Manager Kampanye WALHI Sulawesi Tengah di Palu,Rabu (7/5).

Selain berdampak langsung pada keberlanjutan pertanian, masyarakat menegaskan bahwa pembangunan jalur pipa tersebut bertentangan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 7 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Morowali Tahun 2019–2039, yang telah menetapkan kawasan Bumi Raya dan Wita Ponda sebagai kawasan pertanian.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah turut menyuarakan penolakan atas proyek tersebut. WALHI menilai praktik-praktik buruk perusahaan, IHIP dan BTIIG, sudah lama terjadi untuk memuluskan kepentingan mereka, sementara masyarakat setempat menjadi korban. Selama kurang lebih tiga tahun keberadaan kawasan IHIP, WALHI mencatat sejumlah dampak buruk seperti polusi udara dari aktivitas PLTU captive, perampasan tanah, serta kriminalisasi terhadap warga.

Dia mengatakan, tercatat 10 warga telah dikriminalisasi, lima orang digugat untuk mengganti rugi sebesar Rp 14 miliar, sementara lima lainnya dilaporkan dengan tuduhan menghalangi investasi.

“Perlu ada peninjauan serius dari Pemerintah Sulawesi Tengah maupun Pemerintah Pusat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap operasional perusahaan ini,” tegas Wandi.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah (JATAM Sulteng) Taufik menyebutkan aksi dilakukan oleh warga Kecamatan Bumi Raya di depan Kantor PT. BTIIG, penting untuk direspon serius oleh pemerintah kabupaten dan provinsi,  untuk melihat kembali rencana pembangunan pembangunan crossing jalur pipa air baku di Sungai Karaopa.

“Aksi ini tentu berangkat dari kegelisahan masyarakat yang khawatir wilayah-wilayah pertaniannya berpotensi terdampak dari rencana pembangunan pipa tersebut,” katanya.

Taufik menambahkan rencana  pembangunan crossing jalur pipa air baku di Sungai Karaopa berpotensi melanggar Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 7 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Morowali Tahun 2019–2039, yang telah menetapkan kawasan Bumi Raya dan Wita Ponda sebagai kawasan pertanian. Sehingga penting untuk dihentikan rencana pembangunannya.

Taufik mengingatkan bahwa, wilayah-wilayah pertanian warga dari 1.578 hektare sawah di 10 desa Kecamatan Bumi Raya serta 530,6 hektare sawah di 3 desa Kecamatan Wita Ponda. Penting di selamatkan karena puluhan bahkan ratusan kepala keluarga sudah hidup dari hasil pertanian, jangan sampai kita menumbalkan lahan-lahan pertanian untuk kegiatan tambang. Yang kita tahu keuntungan dari sektor tambang ini, hanya dinikmati segelintir orang. 

REPORTER : **/IKRAM