PALU – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Sulteng, meminta kepada pemerintah di daerah terdampak bencana alam, 28 September 2018 lalu untuk memantau lebih jauh system pengelolaan limbah medis yang dilakukan petugas kesehatan.

Pasalnya, pascabencana alam lalu, banyak posko-posko kesehatan yang didirikan di sekitar tenda-tenda pengungsian. Posko-posko kesehatan yang dimaksud, selain memberikan pelayanan kesehatan biasa, juga melakukan persalinan dan lainnya yang tentunya memiliki limbah medis.

Abdul Haris

“Belum lagi dengan rumah sakit yang rusak akibat bencana alam. Kita tidak tahu bagaimana alat pengelola limbah medisnya, apakah ikut mengalami kerusakan atau tidak. Jadi kalau di rumah sakit itu yang berwenang melakukan pemantauan harusnya dari pemerintah daerah melalui dinas terkait karena merekalah yang mengeluarkan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL),” tutur Direktur Eksekutif, Walhi Sulteng, Abdul Haris, Kamis (24/01).

Terkait dampak, kata Haris, tentunya limbah medis memiliki pengaruh pada perubahan lingkungan, termasuk pada kesehatan.

“Tapi apakah itu terjadi di sini (Kota Palu dan Sulteng), kita sendiri belum tahu,” ujarnya.

Dia mengaku tidak konsen mengenai dampak dan bagaimana system pengelolaan limbah medis tersebut, karena isunya spesifik perkotaan sehingga tidak begitu banyak disorot oleh Walhi.

“Skopnya sangat kecil dan resources (sumber daya) kita juga sangat terbatas untuk masuk ke sana,” ujarnya.

Namun kata dia, semua aktifitas yang berdampak pada terjadinya perubahan lingkungan, butuh dua hal yaitu adanya dokumen UKL dan UPL.

“Dan rumah sakit dengan skala tertentu itu hanya dibutuhkan UKL dan UPL itu. Itu yang harusnya diperiksa kalau ingin mengetahui lebih jauh mengenai sejauhmana pengelolaan limbah medis kita. Harus dilakukan pemeriksaan secara berkala mengenai alat untuk pengelolaan limbah medis itu sendiri, misalnya seperti di Anutapura yang kita lihat sendiri kondisinya akibat bencana,” imbuhnya. (RIFAY)