PALU- Kekacauan dalam pemberian izin tambang di Sulawesi Tengah (Sulteng) telah menimbulkan banyak dampak buruk bagi lingkungan serta masyarakat, seperti perampasan lahan-lahan rakyat, kriminalisasi, hingga pencemaran lingkungan hidup tidak mampu dihindari.
Pengkampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulteng, Aulia Hakim mengatakan, di tengah upaya rakyat mempertahankan ruang-ruang hidupnya, pemerintah nampaknya justru membuka jalan lebar bagi para pelaku-pelaku bisnis tambang, dalam upaya memperkuat dominasi penguasaan ruang produksi yang sangat berimplikasi terhadap kerusakan lingkungan hidup di Sulteng.
“Wacana membuka seluas-luasnya peluang investasi di Sulteng tidak hanya diarahkan untuk kepentingan pendapatan daerah ataupun penyerapan tenaga kerja saja,” bebernya.
Tentunya, kata dia, kedua hal tersebut tidak dapat dinafikan, akan tetapi konsekuensi negatif dari keberadaan perusahaan tambang juga harus menjadi prioritas untuk diselesaikan.
“Sebab yang selalu merasakan dampak buruknya adalah masyarakat bukan pengusaha,” katanya.
Ia menjelaskan, belum lagi dengan hadirnya UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba, yang menimbulkan berbagai masalah. Seperti Pasal 162 menyatakan tentang masyarakat yang menggangu aktifitas pertambangan dalam bentuk apapun dapat dipidana, hingga denda sebesar Rp100 juta rupiah.juga risiko masyarakat menanggung seluruh dampak akibat kerusakan lingkungan, bagaimana tidak perusahaan yang terbukti telah melakukan perusakan lingkungan dan tidak melaksanakan reklamasi atau kegiatan pasca tambang, tetap bisa memperpanjang kontrak selama 2 kali selama 10 tahun.
Belum lagi kata dia, disahkannya Omnimbus Law yang dinilai inkonstitusional, mengakibatkan lemahnya delegasi penerbitan persetujuan lingkungan.
“Sumber Daya Alam Sulteng, kini menjadi kerancuan bagi para oligarki, konsekuensinya warga Sulteng kini harus menanggung setengah juta hektare deforestasi hutan, ditambah lagi ancaman kerusakan laut akibat ambisi pemerintah membangun pabrik bahan baku kendaraan listrik yang mengakibatkan sekiranya 25 juta ton limbah tailing nikel bakal dibuang ke laut Morowali,” tuturnya.
Berdasarkan data catatan laporan WALHI Sulteng 2021 Sulteng memiliki sebaran Izin Usaha Pertambangan (IUP) total 1.150 izin, masing-masing adalah pertambangan mineral logam dan batuan tersebar di 13 Kabupaten/Kota.
Hal Ini menandakan bahwa Sulteng sedang dalam kepungan industri-industri ekstraktif.
Olehnya, kata dia, pihaknya menyarankan kepada Gubernur Sulteng sebaiknya lebih mendahulukan perbaikan-perbaikan tata kelola Sumber Daya Alam.
Sebagai langkah awal Gubernur mengevaluasi seluruh perizinan perusahaan tambang maupun perkebunan sawit di Sulteng. Menurut pengamatan pihaknya, dua sektor usaha inilah yang paling banyak menyumbang masalah-masalah lingkungan serta konflik agraria di pedesaan.
Harapannya masalah-masalah buruknya tata Kelola Sumber Daya Alam serta maraknya konflik agraria di Sulteng dapat menjadi prioritas Gubernur untuk diselesaikan. Bukan justru tutup mata dan lebih mengarah pada kepentingan para pemodal dari pada menyelesaikan persoalan-persoalan rakyat,” memungkasi.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG