Walhi Ajak Pemda Banggai Kepulauan Jaga 232.843 Hektar Ekosistem Karst dari Degradasi

oleh -
Direktur WALHI Sulteng, Sunardi Katili (baju biru). Dok MAL

PALU- Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Tengah (Sulteng) minta Pemerintah Daerah Banggai Kepulauan Pertahankan 232.843 Hektar Kawasan Karst dari kerusakan eksositem.

“Ekosistim Karst merupakan kawasan ekosistim esensial yang wajib dilindungi dan dipertahankan dari kerusakan. Apalagi kerusakan yang disebabkan aktifitas pertambangan. Olehnya WALHI Sulteng meminta Pemerintah Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) Sulteng agar mempertahankan kawasan karst yang berada di 12 wilayah kecamatan seluas 232.843 hektar,” kata Sunardi Katili, Direktur Walhi Sulawesi Tengah dalam keterangan tertulis diterima Media Alkhairaat.id.

Meski sebut dia, telah ada Peraturan Daerah Kabupaten Bangkep Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistim Karst di sana, namun ada kemauan kuat dari Pemda Bangkep bersama DPRD Bangkep untuk menegakkan peraturan yang telah disahkan bersama, ditetapkan serta dilembardaerahkan pada 31 Desember 2019 lalu.

Sambung Sunardi, informasi yang pihaknya dapatkan serta data olahan yang dilakukan Walhi Sulteng, ada 3.395.55 hektar akan disesuaikan dengan tata ruang wilayah dan akan diterbitkan izin lingkungan oleh Bupati Bangkep lalu akan diberikan pada 28 perusahaan tambang yang meminta izin lingkungan guna eskplorasi dan produksi batu gamping di 9 kecamatan yang kita tahu 85 persen daratan Bangkep adalah kawasan karst.

“Jika izin lingkungan diberikan pada perusahaan itu, tentu tidak akan menjamin keberadaan dan keberlangsungan ekosistim karst yang ada, jika tidak terjamin dipastikan berdampak pada kerusakan hutan, mata air, sungai, danau, gua-gua karst serta habitat spesies endemik dan karakteristik keanekaragaman hayati yang dilindungi belum lagi konflik sosial ekonomi rakyat sekitar kawasan dan desa-desa bakalan terjadi,” tutup Sunardi.

Lambang karst berbentuk cekungan-cekungan, terdapat bukit-bukit kecil, sungai-sungai yang tampak di permukaan hilang dan terputus ke dalam tanah, ada sungai-sungai di bawah permukaan tanah serta ada endapan sedimen lempung berwarna merah hasil dari pelapukan batu gamping.

Saat ini telah ada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) Dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), salah satu pasalnya menyatakan tentang perlindungan terhadap Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) dilakukan melalui pencegahan, penanggulangan dan perbaikan kerusakan yang disebabkan oleh manusia, ternak, alam, spesies invasif, hama dan penyakit serta melakukan penjagaan kawasan secara efektif.

KEE merupakan suatu ekosistem, kawasan atau wilayah sebagai bagian dari sistem penyangga kehidupan yang memiliki keunikan dan atau fungsi penting dari habitat, kawasan yang bernilai penting berada di luar KSA, KPA dan Taman Buru (TB) juga secara ekologis mendukung pelestarian kehidupan melalui upaya konservasi perlindungan hayati bagi kesejahteraan rakyat dan kualitas kehidupan yang ditetapkan sebagai tempat perlindungan terdiri dari ekosistem kars, lahan basah (sungai,danau,rawa, payau dan wilayah pasang surut), mangrove serta gambut. (IKRAM)