Waket DPRD Sulteng Apresiasi Dua Jenderal “Arsitek” Operasi Madago Raya

oleh -
Waket III DPRD Sulteng, Muharram Nurdin, foto bersama Komandan Korem (Danrem) 132/Tadulako, Mayor Jenderal Farid Makruf, pada kegiatan launching buku “Poso di Balik Operasi Madago Raya”, di Palu, Selasa (24/10) malam. (FOTO: HUMPRO DPRD SULTENG)

PALU – Wakil Ketua III DPRD Provinsi Sulteng, mengapresiasi peran mantan Komandan Korem (Danrem) 132/Tadulako, Mayor Jenderal Farid Makruf dan mantan Kapolda Sulteng Irjen Pol (Purn) Abdul Rakhman Baso dalam membasmi terorisme di Kabupaten Poso.

Dua jenderal tersebut disebut oleh Muharram sebagai “arsitek” Operasi Madago Raya, hingga berhasil menyelesaikan petualangan pimpinan MIT Poso, Ali Kalora beserta anak buahnya.

Keduanya adalah dua tokoh utama dalam buku “Poso di Balik Operasi Madago Raya” yang dilaunching di salah satu hotel, di Kota Palu, Selasa (24/10) tadi malam.

Buku setebal 208 halaman tersebut berisi tentang sinergitas dan kolaborasi dua jenderal TNI-Polri.

Cerdas dan ahli strategi, Mayor Jenderal Farid Makruf yang kala itu menjabat Komandan Korem (Danrem) 132/Tadulako dengan pangkat Brigadir Jenderal (Brigjen). Sementara di institusi kepolisian, Irjen Pol (Purn) Abdul Rakhman Baso, sosok jenderal baik hati yang berperan sebagai Kapolda Sulteng.

Keduanya bersinergi menanggalkan ego sektoral institusi dengan sandi Operasi Madago Raya dalam membasmi teroris pimpinan Ali Kalora di Kabupaten Poso, 2022 silam.

Muharram mengatakan, buku ini sangat penting untuk dibaca. Selain kepada dua jenderal yang menjadi arsitek Operasi Madago Raya, kita juga harus memberi penghargaan terhadap prajurit yang bertugas dalam operasi tersebut,” ujar Muharram di sela kegiatan launching buku tersebut.

Ia mengaku menyaksikan langsung bagaimana aparat hidup di hutan dan terkadang berminggu-minggu tidak ada komunikasi dengan keluarga.

“Seperti yang disampaikan Mahfud MD dalam sambutan buku ini, bahwa Operasi Madago Raya bisa menjadi role model untuk operasi serupa di masa-masa mendatang,” katanya.

Meskipun demikian, ia sendiri berharap ke depan tidak perlu lagi ada operasi serupa karena semua pihak tentunya lebih mementingkan perdamaian dalam hidup berbangsa dan bernegara.

“Apa yang terjadi di Poso cukup memberi pelajaran untuk kita semua,” imbuhnya.

Pada kegiatan launching buku tersebut, dua tokoh utama dalam buku tersebut juga turut hadir, bersama dua penulis buku Jafar G. Bua dan E A Natanegara.

Hadir pula Ketua Komisi III DPRD Sulteng, Sony Tandra, Anggota DPR RI, Dr Sarifudin Sudding, unsur Forkopimda Sulteng, para civitas akademika, tokoh agama Kabupaten Poso, Ustadz Adnan Arsal dan Pdt Damanik serta pihak terkait lainnya. */RIFAY